Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Dina Mariana Malik: 18 Tahun Pengabdian untuk Kesehatan Gizi Ibu dan Anak

18 April 2016   10:48 Diperbarui: 18 April 2016   11:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ada atau tidak ada dana yang mendukung, Kalau kita anggap semua itu ibadah maka bisa kita lakukan”

Begitulah tekat yang disampaikan Dina Mariana Malik, Kepala Puskesmas Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, ketika bercerita tentang antusiasmenya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan gizi ibu dan anak di wilayah kerjanya. Dapat bertemu dan berdiskusi dengan sosok yang bersemangat dan terkenal disiplin ini merupakan keberuntungan tersendiri. Di sela-sela kesibukan beliau menjalankan tugas sebagai Kepala Puskesmas sekaligus melakukan pelayanan kepada masyarakat, Bu Dina, sapaan akrab beliau, meluangkan waktu untuk dapat bercerita tentang kegiatan-kegiatan yang sedang beliau kerjakan saat ini.

Lulus dokter sejak tahun 1996, sudah 18 tahun Dina mengabdi sebagai pelayan kesehatan masyarakat, 12 tahun diantaranya sebagai Kepala Puskesmas dengan tetap merangkap menjalankan fungsi pelayanan pasien di puskesmas serta terjun langsung ke masyarakat.

“Di sekolah-sekolah kami mengadakan screening (pengkajian cepat)dan penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja. Sedangkan di masyarakat kegiatan yang dilakukan seperti pertemuan kader, pertemuan di tingkat desa, penyuluhan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) yang didalamnya sekaligus mengingatkan kader agar jangan sampai ada BGM atau Ibu Meninggal.” Cerita Dina.

Program 1000 Hari Pertama Kehidupan yang merupakan perpaduan program di bidang KIA dan Gizi, menjadi salah satu program yang sedang giat digalakkan. Selain permasalahan kasus penyakit menular dan MDT (Multiple Drunk Theraphy)  yang menjadi prioritas kasus kesehatan di wilayah Tulangan, cakupan ASI eksklusif yang masih belum sesuai dengan harapan menjadi focus perhatian. Apalagi masih banyak tenaga kesehatan yang justru menjadi agen pemasaran produk susu formula secara komersial yang memperburuk keadaan.

Save the Children – Yayasan Sayangi Tunas Cilik melalui program BADUTA dengan dukungan dari GAIN telah menggulirkan Program Peningkatan Gizi Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Bawah Dua Tahun di Kabupaten Sidoarjo sejak tahun 2014. Program ini bertujuan memberikan kontribusi terhadap upaya pengurangan tingkat gizi buruk kronis (retardasi pertumbuhan linier/Stunting) pada bayi dan balita usia dibawah dua tahun, serta penurunan tingkat kurang gizi pada ibu hamil dan menyusui di Kabupaten Malang dan Sidoarjo -Provinsi Jawa Timur. Save the Children – Yayasan Sayangi Tunas Cilik yang berfokus pada penguatan system layanan kesehatan, melakukan berbagaimacam kegiatan untuk memberikan kapasitas pada tenaga kesehatan serta sukarelawan kesehatan (kader). Diantaranya adalah Pelatihan Konseling Menyusui untuk tenaga kesehatan, Pelatihan Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak baik untuk tenaga kesehatan maupun kader, Sosialisasi Implementasi 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyususi (LMKM), serta kegiatan supportive supervision yang menjadi sarana pendampingan aplikasi keterampilan pasca pelatihan. Melalui pelatihan ini diharapkan tenaga kesehatan dan kader dapat lebih banyak membantu ibu.

“Program ini bagus sekali, sangat-sangat besar manfaatnya. Selama ini kita tidak peduli, tidak care. Kita ini iklan minded.” Kata Dina saat ditanya pendapat tentang program BADUTA.

Dina menuturkan bahwa tahun 2009 stafnya sudah ada yang mengikuti Pelatihan Konseling Menyusui yakni Bidan Koordinator dan Tenaga Gizi yang diselenggarakan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo. Namun belum  ada penekanan poin-poin pentingnya. Saat beliau mengikuti Pelatihan Konseling Menyusui yang diselenggarakan Save the Children – Yayasan Sayangi Tunas Cilik beliau merasa berbeda. Bahkan sampai menandatangani surat pernyataan.

“Saat itu sudah disampaikan tentang IMD (Inisisasi Menyusu Dini) tapi tidak ada penekanan bahwa IMD minimal 60 menit. Dulu asal melekat ya sudah. Apalagi saya sendiri (ketika mengikuti pelatihan) menandatangani surat pernyataan itu langsung merasa kok sampai segitunya.” Jelas Dina

Lebih lanjut Dina menuturkan “Terus terang ketika saya kuliah saya tidak mendapatkan materi tersebut sama sekali, terutama soal ASI. Hanya anatomi dan fisiologinya saja yang saya dapat. Saya pernah mengikuti pelatihan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), tidak ada diajari seperti itu (konseling). Terutama tentang menghakimi. Tidak boleh menghakimi.”

Fakta bahwa fasilitas kesehatan menjadi sarana pemasaran susu formula sudah diketahui secara umum di kalangan tenaga kesehatan. Kerap kali para salesproduk makanan bayi baik berupa susu maupun makanan pendamping instan menjadikan tenaga kesehatan sebagai rekan untuk membantu penjualan produk mereka. Dengan berbagai imbalan yang dijanjikan baik berupa barang maupunservice lainnya.

“Dulu termasuk puskesmas setiap ada kegiatan selalu ada sponsor dari susu formula. Kemudian teman-teman yang sudah konselor berkomitmen bahwa sebesar apapun acaranya, kita tidak boleh meminta sponsor dari perusahaan susu. Yang lebih membuat saya senang adalah begitu teman-teman bidan selesai pelatihan dengan sukarela memberikan (susu formula) secara gratis dan setelah itu berhenti mengambil. Memang mereka sendiri yang berkomitmen.” Jelas Dina

Save the Children – Yayasan Sayangi Tunas Cilik sendiri menggandeng Yayasan SELASI (Sentra Laktasi Indonesia) di bawah Pakar Bidang Menyusui, Dr. Utami Roesli sebagai pelatih sekaligus quality control dalam kegiatan implementasi 10 LMKM termasuk didalamnya pelatihan konseling menyusui beserta pendampingan pasca pelatihan. SELASI menekankan pentingnya skill konseling untuk dapat membantu ibu untuk dapat sukses menyusui.

“Saya merasakan sendiri kesadaran petugas dan cara memotovasi ibu berbeda setelah mereka mengikuti pelatihan yang diadakan Save the Children – Yayasan Sayangi Tunas Cilik. Kemampuan komunikasi melalui konseling membuat mereka lebih percaya diri. Tinggal penguasaan materi yang apabila semakin sering dilakukan (konseling) maka akan semakin mantap.” Jelas Dr. Utami Roesli

Puskesmas Tulangan adalah salah satu puskesmas yang berkomitmen akan menerapkan 10 langkah Menuju Keberhasilan Menyusui untuk mewujudkan Fasilitas Kesehatan Ramah Bayi. Sebagai tindak lanjutnya Dina sudah membuat beberapa kebijakan di tingkat puskesmas untuk mendukungnya. Langkah pertama adalah membuat Surat Keputusan 10 LMKM untuk di lingkungan kerja puskesmas.

Dina menuturkan “Mulai bulan Agustus kemarin, kita juga sudah memberlakukan harus menyerahkan surat pernyataan untuk tidak bekerjasama dengan perusahaan susu formula sebagai syarat wajib pengurusan Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) baik pembuatan baru maupun perpanjangan. Itu aturan dari puskesmas sendiri. Saya harap di IBI (Ikatan Bidan Indonesia) juga ada. Butuh dukungan juga dari organisasi profesi.”

Dina juga telah membuat kegiatan sosialisasi tentang ASI dan Menyusui bagi seluruh karyawan puskesmas. Tidak terkecuali staf non tenaga kesehatan baik tenaga administrasi sampai tukang parkir. Kegiatan tersebut dibagi dalam beberapa gelombang yang hingga saat ini sudah 3 gelombang yang dilaksanakan. Sebagai pemateri adalah para konselor secara bergilir. Durasi sosialisasi minimal 4 jam dari jam 10.00 sampai jam 14.00 lengkap dengan konsumsi yang disediakan puskesmas.

“Bila ada penjelasan konselor yang dirasa kurang sesuai, maka Bu Dina meminta diulang. Pun bila ada yang berhalangan hadir maka harus digantikan oleh konselor lain. Intinya poin-poin materi yang vital untuk diketahui seperti IMD dan ASI Eksklusif. Bagaimana caranya dalam kurun waktu 4 jam itu peserta mengerti.” Tutur Nur Khasanah, salah seorang Bidan Puskesmas Tulangan yang telah mengikuti pelatihan konseling menyusui dan pemberian makan pada bayi dan anak.

Setelah kegiatan sosialisasi, Dina melakukan review terhadap materi yang disampaikan kepada peserta.

“Saya yang pertama kali memberikan materi ini ketika sosialisasi. Setelah selesai Bu Dina menanyakan kembali ke peserta tentang poin-poin sosialisasi seperti apa itu IMD. Ketika itu jawabannya kurang nyambung. Akhirnya saya dianggap gagal dan saya harus mengulang kembali keesokan harinya.” Cerita Rikno, salah satu konselor menyusui. Hal tersebut akhirnya memacu untuk dapat mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sebelum memberikan sosialisasi.

Ada juga kebijakan praktek Pelayanan Konseling Pemberian Makan Pada bayi dan Anak di puskesmas dengan memaksimalkan pelayanan di bagian KIA. Setiap hari ada 2 bidan desa yang piket di puskesmas. Anak usia kurang dari 24 bulan baik sakit maupun tidak wajib untuk dikonseling.

Selain fokus pada sosialisasi ASI eksklusif dan menyusui, Dina juga menaruh perhatian pada praktek Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak secara lebih menyeluruh. Puskesmas Tulangan memperbanyak buku saku Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), yang diberikan saat pelatihan konseling PMBA, untuk dibagikan ke semua posyandu wilayah kerja puskesmas sebagai pegangan. Selain itu, puskesmas juga membagikan brosur kepada masyarakat, meskipun tidak memakai kertas yang bagus. Penggandaan ini sendiri menggunakan dana JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).  

Para staf di puskesmas juga merasakan perubahan yang terjadi setelah ada program BADUTA, terutama dari Dina sendiri setelah beliau menjadi konselor. Dina sangat bersemangat untuk melakukan konseling.

“Bu Dina orangnya tanggap sekali. Bila ada pasien di KIA, dia minta untuk dikonseling. Anak buah Bu Dina itu jadi kalah sungkan karena Bu Dina bersemangat sekali. Kita setiap hari diingatkan untuk konseling, konseling, dan konseling.” Kata Bu Rikno.

Nur Khasanah juga mengisahkan bahwa Dina meminta dibonceng kemana-mana, berkeliling ke bidan-bidan desa agar dia mendapatkan kesempatan konseling ibu menyusui dan mempraktekkan proses IMD.

Seiring waktu, program BADUTA dapat menjadi dorongan untuk pemegang kebijakan di tingkat lokal untuk menyadari pentingnya masa 1000 hari pertama kehidupan demi masa depan bangsa. Ke depannya Dina berharap adanya dukungan dari semua pihak untuk dapat mewujudkan peningkatan gizi bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak bawah dua tahun. Termasuk dari pemerintah desa, organisasi profesi, serta Dinas Kesehatan.

“Saya berharap sekalipun sudah tidak ada program BADUTA, kami tetap bisa lanjut. Ada atau tidak ada dana yang mendukung, kalau kita anggap semua itu ibadah maka bisa kita lakukan.”

Lutfiatul Chamidah, Project Assistant BADUTA Save the Children – Yayasan Sayangi Tunas Cilik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun