Poin yang terakhir ini merupakan ihwal utama yang harusnya disikapi lebih sensitif lagi oleh kalangan pemerhati perkembangan perbankan islam. Sebab dari banyak program yang ditawarkan, poin terakhir inilah yang paling preventif dan banyak memberikan hasil kongkrit, baik dalam rangka program jangka pendek dan panjang.
Banyuanyar misalnya, dengan NURI yang hingga kini omzetnya mencapai Miliaran rupiah, tentu akan semakin optimal lagi jika ada perhatian lebih dari kalangn pemerhati dan praktisi perbankan Islam.
Perhatian disini dapat berbentuk semacam kerja sama dalam melakukan perkembangan-perkembangan perbankan Islam, khususnya di pelosok-pelosok (basis pesantren) yang hingga kini belum terjamah oleh banyak pihak lain.
Jika semua ini teraplikasi dengan baik dan optimal, tentu filosofi dua sisi mata uang sebagai analogi antara perbankan syariah dan pesantren akan tereduksi dengan sendirinya, karena derap langkah keduanya menjadi spiral sehingga values sebagai dua sisi mata uang yang padu dapat berharga lagi, sama persis seperti kesatuan dua sisi mata uang.
Terakhir yang patut dicatat adalah, bahwa semua cita-cita luhur ini bukanlah perkara mudah untuk diimplementasikan, banyak kerikil yang berserak di jalan yang harus di lalui, namun jika Perbankan Islam dan Pesantren mampu untuk tetap istiqomah menjalin hubungan dengan niat yang bermuatan Holistical Values dan atas dasar kemanusiaan sebagai implementasi kongkrit Hablum Minallah Wa Hablum Minannas (hubungan dengan allah dan hubungan dengan sesama manusia), tentu secadas dan sekeras apapun rintangan yang menghadang akan terasa lebih mudah untuk dilalui.
Kini tinggal kita menunggu kapan konsep ini terealisasi.
*sumber : http://saxera.blogspot.com/2010/06/belajar-dari-dua-sisi-mata-uang.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H