Menteri Keuangan, Sri Mulyani terbitkan "Global Bond" Tiga Seri...
Begitulah sepenggal judul berita yang menjadi salah satu headline pada halaman mesin pencarian Google saya malam hari ini.Â
Ya, seolah tak mau ketinggalan dengan update berita terkini dari perkembangan jumlah pasien penderita dan meninggal dunia akibat terinfeksi Virus Corona, berita mengenai perubahan yang terjadi di sektor ekonomi, keuangan dan perdagangan dunia juga turut mewarnai pemberitaan media dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini disebabkan karena untuk meminimalisir tingkat penyebaran penyakit tersebut dalam skala yang lebih besar, beberapa negara seperti: Cina, Italia, Spanyol, Perancis, Irlandia, El-Salvador, Belgia, Polandia, Argentina, Yordania, Belanda, Denmark, Malaysia, Filipina, dan Libanon telah memberlakukan kebijakan lockdown bagi warga negaranya.
Artinya, dapat dipastikan bahwa tidak akan ada mobilitas sumber daya, termasuk pertukaran barang dan jasa yang terjadi baik dari maupun ke dalam negara tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dampaknya, aktivitas perdagangan dunia terganggu, ekonomi menjadi lesu, terjadi resesi ekonomi dalam jangka pendek yang berdampak pada instabilitas sistem keuangan di negara-negara berkembang.Â
Salah satu negara berkembang yang turut terkena imbas dari resesi ekonomi tersebut ialah Indonesia. Tantangan kian bertambah manakala Indonesia juga harus dihadapkan pada kebiasaan sebagian besar masyarakatnya yang memiliki kecenderungan untuk melakukan "panic buying" dalam situasi krisis seperti ini.
Alhasil, rata-rata inflasi bulanan nasional berhasil terdorong naik sebesar 0.24% dari 2.72% pada Desember 2019 menjadi 2.96% pada Maret 2020 (source: bi.go.id 2020). Diikuti dengan penurunan daya beli masyarakat yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan, volatilitas ekonomi di pasar keuangan menjadi lebih tinggi dari sebelumnya setelah sempat mendapatkan apresiasi di awal tahun, dan capital outflow meningkat dalam jumlah yang cukup besar.Â
Di sisi lain, cadangan devisa Indonesia juga mengalami pelebaran defisit, melewati nilai ambang defisit seperti yang tertera dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara akibat peningkatan "fiscal spending" sebagai konsekuensi dari penerapan "Kebijakan  Countercyclical" untuk memitigasi dampak ekonomi bencana ini mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan dan Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dalam rangka menciptakan Social Safety Net/ SSN; subsidi dan insentif untuk perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi; relaksasi pajak untuk menambah ruang gerak pemerintah, korporasi, dan masyarakat; hingga penggelontoran rupiah untuk menyerap SBN di pasar sekunder agar Indonesia terhindar dari gejolak nilai tukar rupiah yang tajam akibat peningkatan jumlah capital outflow tersebut.
Menurut ekonom UI, Chatib Basri, penerapan Kebijakan Countercyclical sebagai upaya mitigasi bencana Covid-19 merupakan keputusan yang tepat dan saya setuju dengan pendapat tersebut sebab selain dapat mempercepat penanganan dan penyelesaian kasus ini seperti yang telah dilakukan oleh Cina, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, restorasi ekonomi rumah tangga (khususnya golongan menengah kebawah) melalui stimulus fiskal tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah mempertahankan pertumbuhan ekonomi agar tidak merosot ke tingkat yang lebih rendah dari sebelumnya.
Hal ini dikarenakan hingga saat ini, konsumsi RT dan pemerintah masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tanpa terjadinya peningkatan konsumsi, penerapan instrumen kebijakan sektor keuangan seperti belanja fiskal, penurunan suku bunga kredit, maupun insentif pajak tidak akan memberi dampak apapun terhadap pertumbuhan ekonomi.Â
Tidak akan ada satupun investor/ produsen yang mau berproduksi jika mereka tau bahwa peminatnya kecil atau tidak akan ada pembeli (sebab investor juga merupakan individu yang rasional).
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan kebijakan ini membutuhkan dana yang sangat besar. Sebagai contoh:Â Australia menggelontorkan AU$ 109 miliar atau 10% dari GDP untuk kebijakan stimulus fiskal mereka, Amerika Serikat meningkatkan kapasitas Kebijakan Countercylical hingga mencapai lebih dari US$ 1 triliun, Cina menetapkan anggaran sebesar US$ 17,2 miliar untuk mendorong produksi alat-alat kesehatan, sedangkan Uni Eropa memberikan stimulus dengan nilai total sebesar US$ 100,84 miliar berupa tax expenditure sebesar 1% dan dukungan likuiditas sebesar 10% dari GDP mereka.
Lalu, dalam kondisi APBN yang defisit, dapatkah pemerintah menjalankan kebijakan tersebut? Dari mana kira-kira sumber pendanaannya?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 2 (poin e) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, dana yang akan digunakan pemerintah untuk menjalankan kebijakan tersebut bersumber dari:
1. Â Sisa Anggaran Lebih (SAL),Â
2. Dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan,Â
3. Dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu,Â
4. Dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum, dan/ atauÂ
5. Dana yang berasal dari pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Apabila kebutuhan pendanaan tidak dapat dipenuhi dari salah satu, beberapa atau seluruh sumber pendanaan tersebut maka pemerintah berhak untuk:
1. Menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan/ atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-l9) untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), investor korporasi, dan/ atau investor ritel, serta
2. Menetapkan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri.
Baru-baru ini Menteri Keuangan, Sri Muliani menerbitkan GLOBAL BOND, obligasi pertama yang diperdagangkan di negara asing, dengan nilai total US$ 4.3 miliar yang dibedakan ke dalam tiga jenis surat hutang sebagai berikut: (a). RI 1030 dengan tenor 10.5 tahun dan yield 3.9% senilai US$ 1.65 miliar; (b). RI 1050 dengan tenor 30.5 tahun dan yield 4.2% senilai US$ 1.65 miliar; serta (c). RI 0470 dengan tenor 50 tahun dan yield 4.5% senilai US$ 1 miliar. Indonesia bukanlah negara pertama yang menerbitkan global bond. Sebelumnya, Amerika Serikat melalui World Bank, Honduras, dan Bolivia juga pernah melakukannya. Dalam hal mengisi defisit APBN dalam jumlah yang besar, meminjam dari luar negeri menurut pandangan saya merupakan keputusan yang bijak sebab dalam situasi "kacau" saat ini, masyarakat butuh segera ditenangkan. Namun, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, belajar dari pengalaman negara Korea Selatan, untuk dapat menyelesaikan kasus Corona sesegera mungkin, Indonesia butuh cadangan dana yang besar dan hampir mustahil dananya dapat dipenuhi dari dalam negeri.Â
Meskipun demikian, karena Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka dan sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka sebelum menerbitkan obligasi asing, pemerintah tetap harus mengedepankan prinsip ketepatan dan kehati-hatian agar ekonomi Indonesia tidak mudah diombang-ambingkan oleh gejolak ekonomi dunia. Penerbitan obligasi dalam jumlah yang tepat akan menjamin kestabilan ekonomi dalam jangka panjang. Selain itu, jika diterbitkan dalam jumlah yang tepat, Indonesia akan terhindar dari fenomena "Crowding Out". Sayang kan, kalau kita sudah terlilit hutang sekian tahun, disuruh bayar bunga, eh... ujung-ujungnya investor malah malas buat investasi dan milih nabung karena bunganya lebih tinggi, hehe...
Apa yang dapat kita lakukan untuk membantu pemerintah dalam memerangi Corona?
a. Yang utama dan wajib untuk dilakukan, pastinya kamu harus menuruti anjuran pemerintah untuk tetap #dirumah aja sampai batas waktu yang ditentukan pemerintah. Kalaupun ada diantara kita, tetangga kita, teman kita, atau saudara kita yang terpaksa bekerja untuk mencukupi kebutuhan harian keluarga mereka, ingatkan mereka untuk mengikuti aturan kesehatan dalam bekerja di musim Corona.
Jika kamu memiliki dana berlebih, bantu mereka sekedar untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka dengan menyumbangkan beras, gula, minyak, atau telur secara harian atau mingguan (supaya tidak terjadi yang namanya panic buying, si pemicu inflasi). Atau bagi kamu yang memiliki kemampuan untuk meracik hand sanitizer dan memproduksi APD sederhana di rumah, mungkin kamu bisa menyumbangkannya ke klinik-klinik atau RS yang membutuhkan. Sebisa mungkin hindari kerumunan massa karena gejala virus ini penularannya sangat cepat dan gak kelihatan secara kasat mata, Guys...
b. Komsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti pisang, jeruk, lemon, nanas, dll. atau rajin minum minuman yang terbuat dari rempah-rempah seperti jahe, kunyit, temulawak, serai, dll..
Terakhir dan yang paling penting dan paling unik nih kompasianers... Lain daripada yang lain ialah:
Bagi kamu yang sudah memiliki penghasilan sendiri, kamu bisa ambil bagian dalam meringankan beban tanggung jawab pemerintah dengan berpartisipasi dalam pasar keuangan dalam negeri (financial inclution). Mungkin, membeli obligasi dalam negeri tak akan memberikan kamu keuntungan yang besar jika dibandingkan dengan berinvestasi di tempat lain. Namun dalam situasi krisis seperti ini, dengan membeli obligasi dalam negeri, kamu sudah turut berkontribusi dalam mensukseskan program Kebijakan Countercyclical yang telah dirancang oleh pemerintah sedemikian rupa untuk mempercepat penanganan virus Corona di Indonesia. Kalau penyebaran virus nya cepat dihentikan dan makin banyak korban yang terselamatkan, pasti kamu juga bahagia kan? Atau, apakah kompasianers lebih senang untuk bekerja dari rumah? hehehe...
Di samping itu, dalam jangka panjang, uang yang kita pinjamkan pada pemerintah akan membantu memperkuat kestabilan sistem perekonomian di negara kita sendiri.
Bagi kamu yang berminat, kamu bisa berinvestasi secara individu atau jika uangmu tidak cukup, kamu bisa mengumpulkan teman-temanmu untuk turut berkontribusi bersama dalam kegiatan tersebut.
Mari, bersama kita bantu pemerintah berjuang perangi virus Corona!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI