Dua hari sebelum Pak Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan saat Sidang Tahunan MPRI RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI tahun 2021 sudah ramai tebak-tebakan akan baju daerah mana yang akan beliau kenakan.
Seru juga membacanya sampai-sampai ada yang mengadakan lomba dan akan memberikan hadiah bila tebakannya benar.
Dan yang ditinggu-tunggupun tiba,Pak Jokowi datang dengan memakai baju daerah Baduy Luar berwarna hitam atas bawah dengan lencana merah putih di dada sebelah kiri.
Melengkapi baju Baduy, beliau mengenakan kain ikat kepala berwarna biru, sendal hitam dan tas rajut berwarna coklat yang disebut "koja" atau "jarog" yang terbuat dari kulit kayu pohon terep. Â Tas ini menjadi ciri khas dan tak terpisahkan dari suku Baduy.
Baju yang Pak Jokowi kenakan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang sangat indah, berwarna warni dan penuh ornamen keemasan.
Baju Baduy yang beliau kenakan tahun ini membawa banyak pesan simbolis yang mendalam dan sebuah inspirasi bagi rakyat Indonesia.
Pesan-pesan itu adalah :
1. Kaum Minoritas juga adalah bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI.
2. Negara hadir untuk semua rakyat
3. Warna hitam melambang kondisi negara dan dunia yang sedang prihatin
4. Â Hidup sederhana tapi kaya akan kerja dan karya.
5. Pakailah produk-produk dalam negeri
Tidak itu saja dari apa yang dikenakan oleh Presiden RI juga ada nilai-nilai filosifis sebagai suatu bangsa yang berbudaya :
1. Â Baju hitamÂ
- melambangkan kondisi pandemi dimana kita semestinya prihatin.
- Hiduplah sederhana
- Menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama tanpa perlu pamer kekayaan, namun bekerja dan berkarya.
2. Â Merah Putih didada kiri
- bendera yang ditaruh di dada sebelah kiri, dekat di jantung adalah perlambang NKRI harga mati.
- Merah Putih adalah jantung dari bangsa dan negara
3. Â Tas Jarog
Tas unik khas Baduy diambil dari kulit pohon Tureup yang tahan rayap namun bisa akan membusuk bila sudah lama tidak dipakai.
- Kita diminta untuk secara bijak memakai bahan-bahan alam.
- Menghargai bumi dan semesta
- Menjadi sahabat bagi bumi dan segala isinya.
4. Sandal
- Artinya kita musti bekerja keras dan selalu membumi.
- Berkarya dengan hati
- Melayani sesama
5. Ikat Kepala (Iket Makutawangsa)
Ada 3 tahap cara mengikatnya:
1. Lipatan pertama adalah OPAT KA LIMA PANCERÂ dapat diartikan diri menyatu dengan unsur-unsur utama alam yaitu :
Angin,
Cai (Air)
Taneuh (Tanah)
Seuneu (Api)
2. Lipatan kedua adalah segiempat tadi, dilipat menjadi bentuk segitiga yang merupakan Refleksi (Triangtu) terhadap :
Diri kita sendiri, Â
Bumi yang dipijak
Negeri yang kita bela
3. Lipatan ketiga adalah lipatan sebanyak lima kali yang disebut sebagai PANCANITI.
Pola iket makutawangsa menghasilkan akhir pola ikatan ke atas dan ke bawah.
Yang bermakna panceg ka luhur, tapi ulah pohang (melihat ke atas 'maksudnya pada Sang Pencipta', dan tidak sombong).
Begitulah filosofi makutawangsa yang pada masanya dipakai oleh bangsawan kerajaan alias 'pemimpin' yang tetap rendah hati, bentuk sosok pemimpin yang jarang ditemui pada masa ini.
Dari semua itu adalah sebuah simbol yang mengajak kita untuk kembali pada Budaya Bangsa, Hidup lebih membumi , Bekerja dan berkarya dengan kerendahan hati juga pesan nyata untuk merawat Bumi.
Seperti yang dilakukan dan diamalkan oleh suku Baduy.
Salam berbagi
Jakarta
16 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H