Jaman kecil dulu, Paskah adalah saat yang menyenangkan. Paskah berarti keriaan dan TELOR!Â
Pencarian telor-telor cantik yang disembunyikan sana sini sungguh mengasyikkan. Kami membawa keranjang karena bisa saja guru sekolah minggunya menaruh banyak telor. Â
Kalau bisa menemukan rasanya girang banget, apalagi jumlah telor didalam keranjang bertambah dan lebih banyak dari yang lain. Â Pulang ke rumah dengan menenteng telur paskah dan hadiah lain rasanya membuncah sekali. Paskah penuh tawa dan bahagia
Semakin dewasa makna Paskah berubah. Untukku yang semakin sibuk bekerja dan berkeluarga, Paskah hanya menjadi sebuah tradisi tahunan yang wajib diikuti olehku dan keluarga. Â Dan aku menurunkan tradisi mencari telor ke anak-anak melalui sekolah minggu yang mereka ikuti.
Aku tahu bahwa Paskah adalah cara Tuhan untuk menebus dosa manusia melalui Pengorbanan Yesus yang mati tersalib di Golgota. Â Itu saja namun tidak mendalaminya atau mencari tahu lebih jauh lagi.
Sampai suatu hari, aku mengikuti acara Semana Santa di Larantuka - kota yang disebut juga Reinha Rosario.
Tanpa kusangka saat mengikuti prosesi acara itu, mulai terbuka pikiran, hati dan pemahamanku tentang makna Paskah sesungguhnya.
Bukan hanya sekedar cari telor atau kebaktian Jumat Agung yang diikuti oleh Perjamuan Kudus dan Kebaktian Perayaan Paskah di hari Minggu. Tapi ada nilai esensi lain.
Aku menemukan arti besar dari sebuah Cinta yang di maknai dengan Pengorbanan diri yang luarbiasa.
Aku yang pada awalnya berangkat tanpa ekspektasi apapun disana menemukan apa yang kucari dan kurindukan. Memahami Cinta-NYA.
Minggu sengsara menjelang Paskah adalah saat-saat yang sesungguhnya menjadi pusat dari semua Cinta-NYA.Â