Fakta ketiga, tidak ada obat untuk penyakitnya. Tidak ada harapan kembali seperti semula. Terima fakta ini selamanya. Se. La. Ma. Nya.
"Apakah aku termasuk disabilitas? Atau menjadi anak dengan kebutuhan khusus? Atau menjadi anak dengan kelainan?" decak sesal Mona sesekali ingin menyalahkan keadaan.
Sekembalinya ia ke asrama, seluruh teman-temannya menyambut Mona dengan hangat dan riang gembira. Padahal Mona mengira akan menerima cacian atau ejekan karna bentuk matanya yang tidak lagi sempurna. Mereka justru memeluk Mona seolah tak pernah melihatnya selama 1000 tahun, padahal Mona hanya telat dua hari dari tanggal masuk ke asrama.
Di sekolah ia juga mendapat banyak support dari guru-guru dan teman sekelas. Seolah kepergiannya ke Bandung adalah trip yang besar dan harus diberitahukan ke penjuru sekolah. Semua orang menanyakan kabar dan hasil yang diperoleh dari pengobatan itu
"Mona, katanya kamu di operasi ya ke Bandung?" Ekeng menyeletuk ketika semua teman-teman berkumpul di meja Mona
"Ha ha enggaklah, operasi apaan" jawab mona dengan tawa, entah darimana Ekeng mengira dia akan operasi ke Bandung.
"Sekarang udah bisa lihat belum Mon?" timpal Uci teman sebangku Mona
"Woii aku cuma Minus, bukan buta woi. Nih udah pake kacamata, udah bisa lihat muka kau yang tengil itu" jawab Mona menjawab pertanyaan Uci yang lebih ngawur daripada Ekeng
"Terus itu mata kau kok jadi juling?" lanjut Uci dengan nada bercanda
Sejenak pertanyaan itu membuat Mona terdiam, bercandaan temannya kali entah mengapa menyakiti hatinya. Dan entah bagaimana harus menjelaskan parasit Toxoplasma sialan gondii ini kepada teman-temannya yang bawel itu.