Mohon tunggu...
Savita Karyatama Apr
Savita Karyatama Apr Mohon Tunggu... Freelancer - Event Enthusiast

Seorang pengembara yang suka bercerita tentang kehidupan, peristiwa, sejarah, dan hal seru lainnya!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pt.2 | Anak Hutan di Kaki Pelangi: Kenapa Mataku?

15 Maret 2024   14:22 Diperbarui: 15 Maret 2024   14:28 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustari: Savita Karyatama Apr

"Sebenarnya aku sedang belajar untuk ulangan Matematika nanti, dari semester awal nilaiku tidak pernah diatas 50. Tapi aku masih tidak paham dengan materinya" Keluh Viona kepada Mona

"Hemm, kamu anak yang rajin Vio. Aku bahkan lupa hari ini ada ulangan matematika. Haha. Mana bagian yang tidak kamu fahami?" Tanya Mona dengan sedikit candaannya

Akhirnya Mona mengajari Viona materi ulangan matematika hari itu, Mona berpesan agar Viona jangan sungkan bertanya kepada dirinya kapan saja. Mona bahkan berterimakasih karena bisa sekalian belajar untuk ulangan yang terkadang dia sendiri juga lupa. Sebab, Mona yang hidup di asrama memiliki sangat banyak kegiatan. Setiap hari ia akan bangun jam 04:00 pagi dan baru menyelesaikan seluruh kegiatan sekitar jam 09:00 malam.

Keesokan harinya Mona pergi ke sekolah seperti biasa, ia menyapa setiap orang yang ditemuinya dan tertawa dengan teman-temannya. Namun tiba-tiba ia merasa ada yang aneh dengan matanya. Penglihatannya seketika blur dan seperti berbayang-bayang. Ini cukup menganggu proses belajarnya. Bahkan di beberapa hari selanjutnya ia tidak mampu melihat tulisan yang ada di papan tulis dengan jelas. Maka setelah jam pelajaran selesai, ia akan meminjam buku Uci, teman sebangkunya, untuk menyalin ulang materi yang disampaikan oleh ibu dan bapak guru. Semula ia mengira itu hanyalah gangguan sementara karena kurang istirahat atau kurang tidur, Namun keadaan itu terus berlanjut hingga satu semester di kelas 9 berlalu. Dengan segala kesulitan belajar yang ia hadapi, Mona masih berhasil mempertahankan gelar juara satunya. Mona memang tidak pernah menceritakan permasalahan yang menimpa dirinya kepada orang lain termasuk kepada orangtuanya, namun setelah pembagian rapor semester diumumkan, Mona merasa tidak bisa bertahan dengan penglihatannya yang kian memudar. Akhirnya Mona menceritakan keluhan tersebut kepada ayahnya saat penjemputan asrama dalam rangka liburan semester pertama.

"Sejak kapan kamu sakit Mona?!" ayahnya terbelalak tak percaya dengan apa yang baru diceritakan anaknya itu

"Udah lama sih, yah. Tapi gak papa kok, kayanya kelilipan debu deh" jawab Mona justru takut kalau ayahnya marah, maklum ini kali pertama ia menceritakan permasalahan kepada ayahnya itu.

"Besok kita periksa ke kota ya" jawab ayah Mona cepat.

Singkat cerita, ayah, ibu, dan Mona berangkat ke kota keesokan harinya. Jarak tempuh dari rumah ke kota sekitar tiga jam perjalanan. Sepanjang jalan Mona hanya terdiam tidak tahu harus berkata apa kepada kedua orangtuanya itu.

Sesampainya di rumah sakit dokter mengajak Mona untuk menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan dasar. Rumah sakit yang dikunjungi Mona tergolong sebagai rumah sakit terbaik di kota saat itu, namun hasil yang diterima Mona dan keluarganya tidak cukup memuaskan. Tidak banyak yang dapat dilakukan dokter, dan tidak banyak informasi yang dapat dicerna Mona dan keluarganya. Sang dokter menyatakan bahwa mata kanan Mona telah mencapai minus 7 dengan silinder 1. Angka yang sangat tinggi untuk anak seusianya dengan tempo yang sangat singkat sekitar 6 bulan sejak keluhan pertamanya. Dokter harus memberikan resep kacamata dan beberapa jenis obat kepada Mona yang langsung ditebus ayah mona saat itu juga. Seluruh resepnya cukup mahal bagi Mona, sekitar tujuh hingga sembilan juta rupiah, termasuk frame kacamata, lensa, biaya konsultasi, dan obat-obatan lainnya.

Namun tidak sesederhana itu. Bagaimana dengan mata kirinya? Dokter justru memberikan rekomendasi untuk membawa Mona ke rumah sakit lain. Rumah sakit terbaik khusus mata di Indonesia katanya, RS Mata Kita di Bandung, informasi yang beredar bahwa rumah sakit tersebut adalah pusat mata nasional yang telah beroperasi puluhan tahun dan melegenda dengan dokter-dokter spesialis yang ahli di bidangnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan mata Mona, namun mungkin Bandung adalah solusi masalah penglihatannya.

Mengira akan liburan ke Bandung, Mona senang bukan kepalang. Sementara ayah dan ibunya harus mencari dana tambahan untuk biaya pengobatannya ke pulau seberang itu. Segala macam cara dilakukan untuk mengobati anak perempuannya. Termasuk mencari informasi tentang dokter terbaik yang mungkin bisa ditemui disana. Informasi penginapan, informasi tiket penerbangan dan estimasi keberangkatan hingga kepulangan. Bahkan ayah Mona telah mengajukan libur sekolah tambahan untuk Mona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun