Mohon tunggu...
Savira Louisa
Savira Louisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Certified Chicago Fan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanggulangi Konsumsi Berlebih Minuman Berpemanis dalam Kemasan di Indonesia: Mewujudkan Misi PP Nomor 69 Tahun 1999

3 Oktober 2023   14:38 Diperbarui: 3 Oktober 2023   14:51 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang

Kehidupan yang sehat merupakan awal dari masyarakat yang maju. Masyarakat Indonesia kini dengan mudah mengakses pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih, serta makanan yang bergizi. Kemajuan ini terpatri dengan jelas melalui penobatan Indonesia sebagai negara berkembang menengah ke atas oleh Bank Dunia pada tahun 2023. Daya beli masyarakat yang kian bertambah juga turut berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum memahami bahaya dari konsumsi pangan berlebih. 

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018, 13,5% orang dewasa dengan usia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan dengan 28,7% di antaranya mengalami obesitas. Sementara pada anak dengan usia 5--12 tahun, 18,8% mengalami kelebihan berat badan dan 10,8% di antaranya mengalami obesitas. Angka yang mengkhawatirkan ini berkesinambungan dengan peningkatan tren konsumsi dari makanan dan minuman berpemanis, terutama minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang sudah menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia. 

Konsumsi MBDK oleh masyarakat Indonesia yang tidak terkontrol sudah seharusnya diperhatikan lebih oleh pemerintah. Edukasi terhadap masyarakat mengenai MBDK, pembuatan label peringatan mengenai isi MBDK, serta regulasi mengenai iklan MBDK sebenarnya sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999. Akan tetapi hingga saat ini, diperlukan langkah konkret untuk mewujudkannya demi melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.

Permasalahan

Menurut penelitian Baker et. al., diketahui bahwa konsumsi sehari-hari bahan pangan ultra proses, dalam hal ini termasuk MBDK, berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes mellitus tipe 2. Selain obesitas dan diabetes, konsumsi berlebih MBDK juga disinyalir berkaitan dengan terjadinya kasus penyakit jantung, pembuluh darah, dan kanker kolorektal. 

Awalnya, peningkatan konsumsi makanan sejenis ini memang terjadi pada kelompok masyarakat menengah ke atas, namun seiring berkembangnya perekonomian mulai beralih kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah. Dengan perkembangan perekonomian, daya beli masyarakat meningkat dan menyebabkan variasi dalam diet masyarakat, dalam hal ini peningkatan konsumsi makanan dari sumber hewani dan makanan ultra proses, termasuk MBDK. Urbanisasi yang terjadi di Indonesia juga menjadi faktor yang mendukung kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses MBDK.

Agar perdagangan MBDK tetap bertanggung jawab, dirumuskan Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Peraturan ini menekankan bahwa masyarakat harus bisa memperoleh informasi tentang suatu produk pangan, baik mengenai isi, kualitas, dan informasi terkait mengenai produk pangan tersebut. Beberapa produk yang mengandung kandungan penyebab alergi seperti kacang-kacangan sudah banyak menggunakan label peringatan dan peringatan dalam tayangan iklan produk mereka. Dengan ini, pembeli lebih waspada terhadap bahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan sehingga kasus reaksi alergi serta kejadian penyakit yang tidak diinginkan berkurang. Lantas, sudah sewajarnya ada label peringatan dan peringatan dalam iklan MBDK agar masyarakat memahami bahaya kesehatan yang dapat disebabkan oleh konsumsi berlebih MBDK, meskipun efeknya tidak instan. 

Analisis

Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 telah mengatur pembatasan iklan serta kepatuhan terhadap pembuatan label kemasan bagi semua produk pangan. Meskipun demikian, beberapa produk yang beredar di masyarakat masih mengingkari ataupun mencari celah di antara pasal-pasal yang ada agar dapat meningkatkan penjualan. Sementara itu, dampak dari konsumsi MBDK berlebih sudah menjadi perhatian akibat sumbangsihnya kepada penurunan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari posisi MBDK yang bahkan sudah memenuhi 2 dari 4 syarat wajib pajak oleh Kementerian Keuangan, yang diakibatkan oleh sifat produk MBDK.

Syarat pertama adalah konsumsinya perlu dikendalikan. Pengendalian konsumsi MBDK perlu diperhatikan karena dampaknya yang luas dan dapat dirasakan di masyarakat. Masyarakat harus dapat mengendalikan kebiasaan konsumsi MBDK dikarenakan kandungan gula yang tinggi. Berdasarkan Laporan Keuangan BPJS Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2022, dilaporkan terjadinya peningkatan jumlah beban jaminan kesehatan dari tahun 2021 ke 2022. 

Lonjakan sebesar 23,14 triliun rupiah ini mayoritas disebabkan oleh tingkat rawat jalan dan rawat inap lanjutan, atau dalam kata lain merupakan akibat dari jumlah pasien yang mengalami penyakit yang sudah kronik. Sementara, dana yang paling sedikit dikeluarkan adalah untuk memberikan promosi kesehatan dan pencegahan terjadinya penyakit. Pencegahan terhadap konsumsi MBDK semakin dibutuhkan untuk menekan jumlah masyarakat yang harus menderita akibat penyakit kronik yang berkaitan dengan konsumsi MBDK.

Syarat kedua adalah konsumsinya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Dampak negatif terhadap masyarakat sudah jelas terlihat. Konsumsi MBDK berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Juga dilansir oleh BPJS Kesehatan, pada tahun 2022 kasus penyakit tidak menular yang bersifat kronik seperti penyakit jantung, kanker, stroke, dan gagal ginjal menduduki peringkat teratas jumlah kasus penyakit yang berbiaya katastropik. Total pengguna BPJS Kesehatan saja yang menderita keempat penyakit ini mencapai lebih dari 20 juta orang, belum jumlah masyarakat luas yang juga menderita penyakit seperti ini. Sementara, keempatnya merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh pola konsumsi pangan yang tidak sehat termasuk konsumsi berlebih dari MBDK.

Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan adanya langkah konkret untuk memastikan pelaksanaan Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 melalui pembatasan iklan dan kepatuhan terhadap penulisan label produk MBDK sebagai berikut:

  1. Kepatuhan Label Produk

Berdasarkan Pasal 21 dalam Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999, perlu adanya pencantuman label pernyataan pada pangan yang telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan. Hal ini termasuk penambahan perisa gula dan tingkat gula yang tinggi. Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 juga menggarisbawahi adanya kewajiban bagi pemilik usaha untuk mengemas informasi dalam label sehingga mudah dipahami. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat label kadar gula yang langsung bisa dipahami (contoh: pada label dapat langsung dituliskan "Tinggi Gula", "Gula Sedang", atau "Rendah Gula" dengan warna yang dapat langsung dilihat konsumen).

  1. Pembatasan Iklan

Berdasarkan Pasal 47 ayat 2 dan 3 dalam Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999, ada beberapa peraturan iklan yang mengatur bagaimana iklan dikemas. Pertama, pada ayat 2 dijelaskan bahwa iklan dilarang emata-mata menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun, kecuali apabila pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun. Sementara, banyak iklan produk MBDK yang menggunakan tokoh peran anak-anak kecil sehingga menciptakan tampilan MBDK yang menggiurkan bagi anak-anak. 

Hal ini harus dicegah dengan pengetatan pelarangan iklan MBDK yang menampilkan anak-anak. Selain itu, digarisbawahi pada ayat 3 bahwa sebenarnya, pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan dengan kadar tinggi dilarang dimuat di dalam media apapun. 

Langkah ini juga dapat didukung dengan hasil riset Hall et. al. yang menjelaskan bahwa adanya dampak signifikan bila dalam iklan MBDK, dimuat peringatan dalam bentuk gambar (seperti pada iklan rokok). Hal ini berpengaruh terhadap keinginan orang tua untuk membeli produk MBDK. Hal ini diyakini sebagai salah satu cara untuk menekan jumlah obesitas pada anak yang kian meningkat di Indonesia. Keberhasilan dari labelling dan pembatasan iklan ini terlihat dalam riset Baker et. al. di negara berkembang, sehingga ada baiknya bila prosedur yang sama dapat diimplementasikan di Indonesia.

Selain kedua metode yang berlandaskan Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999, masih dibutuhkan adanya upaya promosi kesehatan oleh Kementerian Kesehatan dan segenap masyarakat umum agar dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya konsumsi berlebih MBDK. Diperlukan adanya perhatian khusus dalam pembentukan kebijakan dan pengawasan dalam pelaksanaannya agar dapat berdampak lebih luas bagi masyarakat. Keberhasilan dalam upaya ini dapat mewujudkan cita-cita "Indonesia Emas 2045" yang dinanti-nanti.

Kesimpulan/Saran

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara sehat dan sejahtera dibutuhkan kerja sama yang bertimbal balik dari pemerintah dan masyarakatnya. Pemerintah harus bergerak untuk menurunkan angka diabetes dan obesitas dengan memperketat regulasi dan kebijakan serta terus mengawasi pelaksanaan dari regulasi tersebut.  Ketika regulasi dan kebijakan sudah diterapkan, diharapkan masyarakat bisa untuk mengurangi konsumsi dari MBDK dan waspada efek buruk terhadap kesehatan dari konsumsi MBDK. Kerja sama juga tak luput mengikutsertakan produsen untuk memproduksi minuman yang lebih rendah gula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun