Mohon tunggu...
Saut Donatus Manullang
Saut Donatus Manullang Mohon Tunggu... Akuntan - Aku bukan siapa-siapa! Dan tak ingin menjadi seperti siapa-siapa.

Damailah Negeriku!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Ahok Tidak Segera Dinonaktifkan? Ini Bisa Jadi Alasannya

13 Februari 2017   15:34 Diperbarui: 13 Februari 2017   15:37 3547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hemmm... Setelah cuti kampanye sekian lama, Basuki Tjahaya Purnama kembali aktif menjabat Gubernur DKI Jakarta. Namun cuti panjang tidak membuat Basuki bisa bekerja dengan tenang. Polemik kembali lagi digulirkan.

Partai Demokrat dan PKS jelas-jelas sudah mendesak Mendagri memberhentikan sementara  (nonaktif) Gubernur DKI  Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bahkan ingin mengajukan hak angket di DPR. Hal ini merujuk Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang menyebutkan :

1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara "paling singkat 5 (lima) tahun", tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

Mari kita cermati!

Ahok didakwa dengan dua pasal yang berbeda yaitu Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal lima tahun penjara. Kata "atau" berarti Jaksa hanya memilih 1 (satu) pasal saja untuk mendakwa Ahok.

1.  Bunyi pasal 156 KUHP:

"Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun...........dst"

Jika Jaksa  menggunakan pasal 156 KUHP untuk mendakwa Ahok, maka pasal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk memberhentikan sementara Ahok, karena tindakan pidana dalam pasal ini hanya diancam pidana penjara maksimal adalah 4 (empat) tahun.

2.  Bunyi pasal 156 a KUHP:

"Dipidana dengan pidana penjara "selama-lamanyalima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan .................dst"

Seandainya Jaksa memilih pasa 156a ini untuk mendakwa Ahok, maka pasal ini juga tidak bisa dijadikan alasan untuk memberhentikan sementara Ahok, karena tindakan pidana dalam pasal ini hanya diancam pidana penjara selama-lamanya (maksimal) 5 tahun. Kata "selama-lamanya" di sini bisa diartikan paling lama atau maksimal 5 tahun. Sedangkan syarat memberhentikan sementara adalah  tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara  "paling singkat 5 (lima) tahun" (hukuman minimal 5 tahun). Artinya ancaman pidana tidak saja 5 tahun namun dimungkinkan juga lebih dari 5 tahun.

Dari kedua pasal yang dijelaskan di atas cukup jelas bahwa tidak satupun dari kedua pasal tersebut termasuk seperti yang disyaratkan Pasal 83 ayat UU Nomor 23 tahun 2014  untuk memberhentikan sementara kepala daerah, karena tindak pidana yang akan didakwakan kepada Ahok bukanlah tindak pidana yang diancam hukuman penjara paling sedikit 5 tahun.

Ilustrasi pribadi
Ilustrasi pribadi
Kemudian akan ada pertanyaan bagaimana dengan Gatot Gubernur Sumatera Utara  yang dinonaktifkan saat statusnya sebagai terdakwa sebelum vonis pengadilan?

Kasus Ahok dan Gatot ada perbedaan, dimana Gatot ditangkap oleh KPK dan langsung ditahan dengan status tersangka dengan sangkaan terlibat suap atas kasus tindak pidana korupsi bantuan sosial yang diduga merugikan negara Rp 2 triliun. Tuntutan hukum pidananya jelas lebih dari 5 (lima) tahun dengan demikian pemberlakuan pasal 83 UU Pemerintahan Daerah untuk memberhentikan Gatot sudah tepat.

Pendapat di atas hanyalah interpretasi pribadi yang terbatas dalam pemahaman hukum. Semua kembali kepada proses hukum yang berlaku.  Semoga kasus Ahok segera selesai dan tidak ada lagi polemik-polemik baru.

Salam

Parjalpis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun