Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Simon Petrus, Di Balik Awan Ada Matahari, Tidak Boleh Lagi Menangkap Ikan, Mengapa? (Bag 2 Selesai)

23 Maret 2016   12:44 Diperbarui: 23 Maret 2016   13:01 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Simon"][/caption]Pengadilan memutuskan bahwa Yesus harus dihukum mati di atas kayu salib seperti layaknya seorang penjahat kelas kakap, dengan demikian maka pada Jumat sebelum perayaan Paskah, Yesus dipaksa memikul kayu salib menuju Golgota. Di sana Ia disalibkan setelah melalui siksaan-siksaan yang dahsyat. Saya sendiri waktu itu tidak dapat berbuat banyak, hanya menyaksikan saja dengan penuh cucuran air mata. Yesus sang Guru tergantung mati di atas kayu salib dengan diiringi kegelapan di seluruh permukaan bumi.

Kami merasa sangat kehilangan sekali katrena kematian Yesus, sesame murid jadi berpencar, dan rasanya tidak mungkin lengkap lagi. Apalagi akhirnya diketahui bahwa rekan saya Yudas Iskariot yang mengkhianati sang Guru, maka bertambah sulit kami untuk bersatu kembali. Sangat disayangkan, kami akhirnya mengetahui bahwa Yudas itu bunuh diri. Suasana duka masih terasa sekali, kehilangan Guru juga teman, tetapi tentu kami tidak boleh terus-menerus berduka begitu, sebab kehidupan masih panjang Bagi saya sudah saatnya kami berbuat sesuatu, ketimbang bergeming dan bingung dengan keputusasaan. Saya tidak punya kelebihan apa-apa, maka satu-satunya pengalaman hidup saya adalah kembali menangkap ikan.

Ketika kami berada di pantai bersama , waktu itu hadir juga Tomas, Natanael, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid yang lain. Saya melontarkan ide untuk menangkap ikan. Tadi saya sudah katakan bahwa tidak ada keahlian apa-apa yang saya pernah pelajari, latar belakang saya menangkap ikan hanya itu keahlian saya, itu sebabnya saya berpikir saat ini sudah waktunya kembali ke sana. Rupanya ide saya disambut baik oleh teman-teman, sehingga mereka semua juga mau mengikutinya. Coba kalian lihat Yohanes 21:3b teman-teman saya berkata demikian “Kami pergi juga dengan engkau”, mereka suka-rela mengikuti saya.

Pada malam itu kami dengan perahu segera menuju ke laut dan menangkap ikan, tetapi entah karena sudah lama tidak menangkap ikan, atau karena “sial”, ssst boleh ngak saya katakan demikian, maka sepanjang malam itu kami tidak mendapat ikan. Hari mulai siang, maka Yesus hadir juga di tepi pantai tanpa sepengetahun kami. Pada saat itu seakan-akan Ia memberikan perintah kepada saya dan kawan-kawan untuk menebarkan jala, namun caranya bertolak belakang dengan tradisi kami. Herannya pada waktu itu saya dan kawan-kawan tidak protes, padahal jelas sekali Dia bukan ahli menangkap ikan, bukankah ayah-Nya seorang tukang kayu? Tetapi mengapa Dia mengajar kami menangkap ikan? Luar biasa, hari itu jala kami penuh dengan ikan, untung jalanya tidak koyak. Kami memperoleh seratus lima puluh tiga ekor ikan. Hari itu kami sarapan ikan bakar bersama di tepi pantai.

Selesai makan sarapan, tiba-tiba Yesus mengajak saya berbicara empat mata, Dia katakan “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Maksudnya apakah saya ini mengasihi-Nya melebihi kapal, jala, ikan dan orang-orang lain? Dari nada kata yang Yesus, saya mendengar bahwa pertanyaan “mengasihiNya” memakai kata “Agape” yakni Kasih Allah, terus terang saya tidak sanggup menjawab itu, saya menjawabnya bahwa “Benar Tuhan , Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau” , saya mamakai kasih “Phileo”, kasih yang sesama manusia itu. Lalu kata Yesus “ Gembalakanlah dan berikanlah makan domba-dombaKu”.

Saya berpikir tidak masalah, saya dan kawan-kawan pasti akan mengerjakan tugas ini. Tanpa di duga kembali untuk kedua kali Yesus bertanya kepada saya “ Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Kali ini Yesus tetap memakai kata kasih“Agape”, tetapi saya menjawabnya dengan kata Kasih “Phileo” yakni “ Benar Tuhan engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”, lalu Yesus katakan “ Gembalakanlah domba-dombaKu” Untuk ke tiga kalinya Yesus bertanya kepada saya “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku” . Saat itu saya tidak tahan lagi, saya begitu sedih sekali.

Rasa bersalah muncul di dalam hidup ini, saya jadi teringat ayam yang berkokok dua kali itu. Saat ini rasanya hidup saya benar-benar tidak berarti apa-apa dihadapan Yesus, omongan saya pasti sudah tidak dipercaya orang lagi. Saya malu, oh Tuhan saya malu. Rupanya format pertanyaan kali ini sudah diubah sedikit oleh Yesus, kata “Mengasihi” sudah memakai kata “Phileo”, maka jawab saya dengan kata kasih yang sama, sebab“Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwea aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus lagi “ Gembalakanlah/ berilah makanan kepada domba-dombaKu”

Pengalaman hidup saya pernah gagal, tetapi untunglah kegagalan saya tidak membuat saya putus asa. Peristiwa di tepi danau itu membangkitkan kembali tekad saya untuk ikut Tuhan Yesus, kapal, jala dan ikan segera akan saya tingalkan, sekarang saya bertekad akan ikut Yesus seumur hidup. Benar sekali, kalau kita menyertakan hidup kita secara total pada Tuhan, pastilah Tuhan tidak pernah meninggalkan kita pula. Buktinya, saya ini, heran sekali, Tuhan memakai saya luar biasa. Memang Emas dan perak tidak saya miliki, namun di dalam nama Tuhan Yesus, yang lumpuh berjalan (Kisah 3:1-8), orang yang mati juga bangkit kembali.

Firman Tuhan yang saya sampaikan kepada umat Tuhan sangat terasa sekali kuasa-Nya, ada tiga ribu orang yang bertobat terima Yesus (Kisah 2:41) dan juga menyusul lima ribu orang (Kisah 4:4) serta setiap hari Tuhan menambah jumlah yang diselamatkan (Kisah 2:47). Saya tahu, semua ini bukan usaha saya secara pribadi, Roh Kudus yang menolong dan memakai saya..

 Saya Petrus tetap setia melayani Tuhan, walaupun di sana-sini terdapat berbagai kesulitan, kadang saya harus berhadapan dengan pihak pemerintah gara-gara pekabaran Injil ini, namun ingatlah ada pepatah yang mengatakan bahwa “semakin dibabat, semakin merambat”, inilah prinsip Injil itu dikabarkan” Itu sebabnya jangan putus asa dengan berbagai kesulitan yang anda alami, penderitaan anda masih kecil, dibandingkan penderitaan saya terlebih-lebih Guru saya itu yang disalibkan itu.

Dalam perjalanan hidup kita kadang termasuk di dalam pelayanan kita jatuh bangun, saya juga demikian, tidak luput dari kelemahan ini, yang sangat menyakitkan bila ada rekan kerja yang dianggap dapat memberi kekuatan ternya juga menyikut kita, namun saya beruntung sebab ada rekan sepelayanan yang berbaik hati, namanya Paulus. Ia dengan kasih menegur saya, sehingga saya boleh kembali ke jalan yang benar (Galatia 2:11-14). Dukungan teman dan keluarga sangat perlu di dalam melayani Tuhan, itu sebabnya dengan bangga saya ingin meperkenalkan isteri saya pada kalian juga, kadang saya membawanya ke ladang pelayanan (I Korintus 9:5), namanya memang tidak disebut oleh penulis Alkitab, tetapi tradisi menyebutnya Konkordia atau dipanggil juga Perpetua.

 Ia sangat setia juga pada Tuhan, bahkan ia juga akhirnya rela mati untuk Tuhan. Sementara diakhir hidup, saya juga mengalami berbagai siksaan karena kesetiaan saya pada Guru, terutama tekanan dari pemerintah Romawi. Saya ditangkap sewaktu perjalanan meningalkan Roma, dan sejarah mencatat kematian saya juga melalui kayu salib, namun yang terbalik. Saya mati demi pekabaran Injil ini, bagi saya itu bukan kematian yang sia-sia, Injil yang pernah saya kabarkan tetap hidup sampai saat ini.

Apa yang kita pelajari dalam hal ini? Ingatlah bahwa di dalam pelayanan kita atau komitmen kita mengikut Yesus terdapat gelombang naik dan turun. Tatkala engkau mendapat pujian maka bersiap-siaplah menerima cacian. Waktu awal engkau mungkin dianggap seperti honeymoon dalam ladang, namun menghadapi anak-anak Tuhan yang bermacam-macam latar belakangnya dan berbagai tingkat kerohaniannya, sering kali akan membuat kita sakit hati bahkan hendak mengundurkan diri.

Dalam mengakhiri tulisan ini penulis sempat komunikasi dengan seorang ibu yang dalam dua tiga hari ini sedang bergumul dengan pekerjaannya. Ia berkata banyak sekali orang-orang jahat yang hendak mencelakakan dia. Bahkan atasannya juga tidak membela dia. Lalau dia katakan sudah hampir putus asa, padahal ia sudah 13 tahun menggeluti pekerjaanya. Penulis katakan padanya, “dibalik awan pasti ada matahari”, artinya dalam kesulitan yang ada pasti ada pengharapan, yang penting tidak putus asa.Maju terus pantang mundur, seperti Petrus.

Tadinya Petrus hampir putus asa, ia mau kembali menangkap ikan, kita juga demikian tadinya kita begitu semangat ikut Tuhan, melayani Dia, lalu ada masalah sedikit , kita merancang jalan untuk tinggalkan Dia. Yesus katakan tidak, engkau harus tetap menjadi Penjala Manusia, bukan kembali lagi menjala ikan. Benar Yesus itu mati di atas kayu salib, tetapi IA telah bangkit. Maka kita harus bangkit kembali….

Saumiman Saud,

Media Maret 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun