Mohon tunggu...
Oom Mas
Oom Mas Mohon Tunggu... Administrasi - saya guru

Seorang Perantau...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Event Cerita Mini] Rapor Merahku

7 Juli 2019   22:13 Diperbarui: 8 Juli 2019   07:35 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu kecil banyak sih kenangan yang masih diingat, dan yang paling kuingat ketika ngompol di kasur. Padahal aku tidur barengan dengan Kakak dan adik. Tapi secara detail tak akan kuceritakan, karena aku yakin ini cerita biasa, anda pun pernah mengalaminya ngompol di kasur kan? hehe...

Inginnya sih? mau cerita seram -walau tak seseram ketika rudie cakil bercerita pengalaman mistiknya- ketemu dengan mahluk jadi-jadian. Kejadiannya menjelang subuh, lewat jembatan mau ke kampung sebelah, ke rumahnya Haji tajir pemilik es teler. Esnya sih berupa es lilin, entah telernya bagian mana. Aku bermaksud menjualkannya, lumayan lebihnya dapat dua buah es lilin dan bila habis keuntungannya bisa buat jajan.

Nah, yang saya akan saya ceritakan sebenarnya cerita konyol non fiksi. Sesuai dengan karakterku ektrovert. Tak ada dusta di antara kita. Emangnya apaan ? Hehe

Begini ceritanya, Sewaktu Sekolah Dasar aku ternasuk murid yang pandai. Nilai raportku baik. Rangkingku biasa masuk lima besar, walau tak pernah rangking satu.

Kalau dulu sistemnya catur wulan. Setiap empat bulan sekali bagi rapor. Jadi selama setahun, acara pembagian rapor sebanyak tiga kali. Sekarang bagi rapor sampai empat kali, termasuk rapor bayangan pertiga bulan sekali.

Beberapa hari sebelum pembagian rapor, biasa kami ngobrol-ngobrol sambil menebak-nebak berapa rangking setiap anak. Aku biasa nebak untuk diriku sendiri antara angka dua sampai lima. Teman-teman yang biasa rangkingnya kecil juga terbiasa dengan tebak-tebakan ini. Kalau teman-temanku yang biasa rangkinbya besar hanya jadi penggembira saja. Tak Percaya diri untuk tebak-tebakan.

Sebelumnya aku berhasil menyabet rangking 2, Rangking satu diraih sepupuku. Bagiku rangking 2 sudah cukup karena memang tak ngebet-ngebet banget untuk jadi nomor wahid. Aku masih suka main karet, main gundu, main layangan, tidak siang tidak malam. Sudah syukur dapat segitu. Tanpa memeras keringat hehe...

Aku sangat yakin kali ini pun dapat rangking, kalo tidak tetap 2 paling-paling 3 atau paling sial angka 5 bisa kudapatkan. Saingan paling berat memang sepupuku si Didi itu, dia memang rajin banget. Saking rajinnya, bila ujian tiba dia sudah tidak lagi baca buku atau belajar, buku-bukunya sudah tersusun rapi, sudah diberesin. Memang dia mempersipkan setiap ujian-jauh-jauh hari. Kalo aku pake sistem SKS, dikebut semalaman, tumben-tumbenan pake shalat hajat lagi, hehe...

Pesaing perempuan palingan si Ooh, kemarin berjumpa hanya lewat poto doang, tak sempat bertemu wajah, pulang kampung sibuk jalan-jalan lupa tujuan utama silaturahmi. Maklum sudah kangen dengan suasana sejuk pegunungan.

Ooh ini cukup rajin, pernah mengalahkan nilai matematiku. Sewaktu ujian dia dekat denganku, sampai-sampai teman-teman curiga, dia nyontek sama aku. Tapi memang dia cukup pintar. Belakangan sewaktu SMP malahan sesekali aku pinjam buku sama dia. Tulisannya rapih, pantaslah bila sesekali mantatin aku diperolehan rangking.

Ya, Tuhan baru 300an kata, apalagi mo cerita.... Maaf ya, aku tambahin preambul cerita pada paragrap kedua setelah cerita ngompol.

Hari pembagian rapor telah tiba, Aku santai menghadapinya. Teman-teman sudah pada dapat bocoran, sepupuku masih rangking satu, palingan aku rangking 2, pikirku. Aku sangat yakin itu.

Setelah prosesi pengumuman juara di lapangan, pembagian rapor untuk siswa di kelasnya masing-masing. Wali kelasku, bapak guru dengan kumis tebal mulai memanggil satu persatu murid-muridnya untuk menerima buku raport. Sebelumnya beliau menasehati untuk rajin belajar, kurangi main supaya pintar dan sebagainya, dan lain-lain. Alhamdulillah sudah 500 kata.

Giliran saya mendapatkan rapor. Kubuka dengan rasa penasaran. Wow, sesuai perkiraanku aku masih rangking II, Terima kasih ya Allah. Malas-malaspun dapat juga rangking.

Sambil ke luar kelas kutanya-tanya teman-teman, rangking berapa?, begitupun kujawab dengan senang, bila teman bertanya, "rangking dua", kataku.

Temanku si Uha nyeletuk, "masa rangking duanya, dua orang?". Aku tercekat. "Tuh Si Tatang, yang rangking dua mah".

"Ini buktinya," Sambil kusodorin buku rapor. Teman-temanpun berkumpul mengerumuniku penasaran. Sesaat kemudian mereka teratawa semua...”hahahahahaha” “itu bukan angka dua itu sebelas”, seru mereka... “hahahaha”.

Entah apa warna mukaku saat itu, merah, ijo, biru, kuning, hitam, atau bulu hiris mungkin, Malunya aku, kukira itu angka dua romawi ternyata angka sebelas. akupun pulang dengan lesu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun