Mohon tunggu...
Sauli MangaraTua
Sauli MangaraTua Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCUBUANA

Sauli Mangara Tua Gultom - 41123010084, FAKULTAS TEKNIK SIPIL,PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB - Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG;

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dikursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   23:14 Diperbarui: 14 Desember 2023   23:14 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tingkat korupsi mempengaruhi ketimpangan pendapatan yang diukur dengan rasio Gini.Hal ini terjadi karena orang kaya lebih mempunyai pengaruh dan kemampuan menyuap orang dibandingkan orang miskin.Mereka memberikan suap  untuk mempertahankan posisinya dan meningkatkan kekayaan dirinya dan perusahaannya.Di sisi lain, masyarakat miskin  semakin dimiskinkan karena mereka dieksploitasi oleh penyelenggara negara yang korup di berbagai bidang kehidupan, bahkan dalam pelayanan publik yang seharusnya murah atau gratis.Orang-orang kaya di negara-negara dimana korupsi tersebar luas juga menggunakan pengaruh mereka untuk memenangkan tender  berbagai proyek pemerintah.Akibatnya, pendapatan masyarakat dari proyek-proyek tersebut tidak merata, selain menurunnya kualitas infrastruktur.Peneliti Jong-Sung You dan Sanjeev Khagram (2015) menemukan dalam jurnal tersebut bahwa pemungutan pajak yang tidak adil juga menciptakan ketimpangan.Hal ini terjadi karena kelompok kaya menggunakan pengaruh politik mereka untuk melonggarkan atau mengubah undang-undang perpajakan demi kepentingan mereka.Orang kaya mempunyai kebebasan untuk melakukan hal ini karena banyak unsur korup di Kongres dan orang miskin tidak mempunyai kekuasaan untuk membawa orang korup ke pengadilan.

5. Korupsi Menciptakan Kemiskinan

Berbagai dampak korupsi terhadap perekonomian yang disebutkan di atas pada akhirnya berujung pada satu hal:  kemiskinan.Korupsi sendiri  tidak secara langsung menyebabkan kemiskinan.Namun, sebagaimana dijelaskan di atas, korupsi  melemahkan perekonomian, menyebabkan hilangnya pekerjaan, kesenjangan pendapatan, dan pada akhirnya kemiskinan.Korupsi menghilangkan kesempatan  masyarakat miskin untuk meningkatkan kehidupan mereka.Dalam sebagian besar kasus, mereka tidak mempunyai pengaruh atau dana untuk memanipulasi politik atau mengambil keuntungan dari gangguan perizinan dalam negeri dan layanan publik.Bagaimanapun, kekayaan hanya dimiliki oleh segelintir orang yang memiliki uang dan kekuasaan.Para administrator dan legislator korup yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat malah menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri.Akibatnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.Ironisnya, korupsi juga disebabkan oleh kemiskinan.Faktanya, korupsi lebih banyak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang, sebagaimana tercatat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK).Di negara-negara ini,  pegawai negeri dan aparat penegak hukum dibayar sangat rendah sehingga  mereka tidak punya pilihan selain menerima suap.Proses demokrasi di negara-negara miskin juga lemah dan sering kali dipengaruhi oleh kebijakan moneter.Lagi pula, ada politisi korup di pemerintahan  yang menggunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi.Situasi ini pada akhirnya memunculkan istilah "lingkaran setan": "Kemiskinan menyebabkan korupsi, dan korupsi memperburuk kemiskinan" Misalnya, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai inisiatif untuk mengatasi masalah ini, termasuk pendidikan antikorupsi.

Pemerintah Indonesia melalui Komisi Pemberantasan Korupsi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pendidikan antikorupsi bahwa korupsi  tidak hanya dilarang, tetapi juga merupakan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan pendidikan sebagai salah satu strategi pemberantasan korupsi, selain upaya penegakan hukum dan pencegahan melalui perbaikan sistem.Strategi KPK inilah yang dikenal dengan trisula antikorupsi.

 

fahum.umsu.ac.id
fahum.umsu.ac.id

Apa saja Problematika Pemberantasan Korupsi oleh KPK?

Sejak didirikan pada tahun 2003 berdasarkan landasan hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, lembaga ini bertugas menangani kasus-kasus korupsi berat yang tidak mungkin terpikirkan tanpa keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi.telah menangani kejadian tersebut.Kasus-kasus ini biasanya melibatkan para manajer tingkat tinggi negara, mulai dari tingkat menteri hingga gubernur Bank Indonesia dan manajer inti partai.Berdasarkan data Transparency International (TI) pada Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang mengukur persepsi korupsi  di lembaga-lembaga utama di Indonesia, 63% responden menganggap partai politik sebagai lembaga yang korup, disusul oleh parlemen.Anda bisa melihatnya.Ini memiliki pangsa 57%.Hal ini dapat dimaklumi karena kedudukan dan kewenangan DPR sangat strategis, mempengaruhi hampir seluruh cabang pemerintahan nasional, bahkan mempunyai tiga fungsi yang sangat penting: anggaran, legislatif, dan pengawasan.Bukti keterlibatan  anggota DPR lainnya muncul dari sejumlah fakta yang terungkap dalam persidangan dan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebanyak 2.000 transaksi keuangan mencurigakan yang sebagian besar ditulis oleh politisi di pengadilan.panitia anggaran.Ke Korea Utara.Jalan licin.Di tengah keprihatinan dan upaya pemberantasan korupsi, banyak partai politik yang sangat dirugikan oleh upaya pemberantasan korupsi terus melakukan perlawanan.Beragam tema dan teknik yang digunakan, mulai dari metode yang terkesan konstitusional hingga rekayasa hukum, serangan langsung, dan kelambanan politik yang bertujuan untuk melakukan intervensi dalam proses hukum.Sebagian besar fokus pada komisi antikorupsi, sebagian lagi fokus pada masyarakat sipil.

 Hal ini diungkapkan oleh Bapak Todun Muriya Lubis dalam pidatonya sebagai CEO Transparency International Indonesia pada peluncuran CPI pada tahun 2010: "Lembaga yang bertujuan untuk memberantas korupsi harus mempunyai otoritas hukum dan telah dilemahkan secara sistematis karena adanya ketidakberdayaan."14 Indonesian Corruption Watch (ICW) mendokumentasikan berbagai bentuk pelemahan dan serangan balik terhadap KPK.Diantaranya adalah: UU KPK, pengujian individual (peninjauan penting) UU Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Mahkamah Konstitusi, kriminalisasi dan manipulasi hukum  pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, pengepungan Sekretariat Komisi Pemberantasan Korupsi, penyitaan perkara oleh KPK Pemrosesan komisi, campur tangan langsung dalam  rapat kerja DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, dan pemblokiran anggaran pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.

15 Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mo.Mahfud  juga menilai ada pelemahan KPK secara sistematis.Katanya: ``Pelemahan KPK adalah sebuah kenyataan.'' Buktinya, mereka meminta bantuan Mahkamah Konstitusi untuk mengendalikan KPK.Hingga saat ini, Mahkamah Konstitusi telah diminta menghapus UUKPK sebanyak 14 kali.Namun MK juga sebanyak 14 kali  menyatakan UU Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sah dan konstitusional serta harus ditegakkan.Memang, upaya amandemen UU Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR dinilai sebagai  bentuk lain pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi akibat kegagalan uji materi oleh Mahkamah Konstitusi.

Apa saja peran Masyarakat dalam melakukan pemberantasan korupsi?

Peran Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa lembaga Negara seperti Mahkamah Konstitusi tercatat memiliki peran yang krusial dalam pemberantasan korupsi, kemudian KPK sebagai lembaga khusus yang dibentuk untuk memerangi korupsi, serta institusi negara lainnya dalam ketatanegaraan Indonesia, bagaimana dengan peran kita sebagai masyarakat sipil? Konstitusi secara jelas dan tegas menempatkan posisi masyarakat atau rakyat pada tempat tertinggi. Seperti ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Konsepsi kedaulatan rakyat tersebut, pernah ditafsir oleh Jean Bodin, bahwa kekuasaan tertinggi terhadap warga dan rakyat-rakyatnya, tanpa dibatasi oleh Undang-Undang (summa in civies at subditos legibusques solute potestas).17 Posisi yang tegas bahwa rakyat adalah pemegangan kedaulatan dijabarkan lebih lanjut pada Pasal 28C ayat (2) UUD 1945: "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara". Hak asasi untuk berperan dalam membangun masyarakat, bangsa dan Negara ini tentu saja sesuai dengan peran masyarakat terlibat dalam pemberantasan korupsi. Dalam pengertian yang berbeda, Pasal 8 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) mengklasifikasikan peran masyarakat sebagai hak dan tanggung jawab untuk ikut mewujudkan Penyelenggaraa Negara yang bersih. Peran tersebut ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 28 Tahun 1999, dapat dilakukan dengan cara:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun