Mohon tunggu...
Syifa Aulia
Syifa Aulia Mohon Tunggu... Freelancer - 99

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Digital

13 Maret 2019   07:29 Diperbarui: 4 Juli 2021   19:34 3039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Digital (unsplash/freestocks)

Rendahnya literasi masyarakat Indonesia, membuat bertebarannya hoax pada literasi digital.

Komunitas Fakta Bahasa adalah komunitas pemuda yang bergerak dibidang pengembangan bahasa dan budaya asing, budaya Indonesia, dan budaya lokal. Komunitas ini didirikan pada tahun 2013 melalui twitter. 

Berawal dari hasil tweet segala hal yang berhubungan dengan bahasa. Mulai dari bahasa Indonesia, bagaimana penggunaan kata--kata baku, pengungkapan kata--kata yang benar, dan bagaimana penulisan yang baku dan non baku. Tidak hanya terbatas di bahasa Indonesia saja, komunitas ini juga mempelajari bahasa asing.

Awal dari sebuah gerakan digital di twitter kemudian menjadi komunitas bahasa yang dinikmati oleh setiap orang. Komunitas Fakta Bahasa mempunyai motivasi agar mereka mau belajar bahasa dan menyadari akan pentingnya bahasa. 

Namun, peran bahasa Indonesia dalam komunitas Fakta Bahasa ini lebih tertinggal. Lebih banyak anak--anak yang berkeinginan belajar bahasa asing. Begitulah penuturan Erlangga Greschinov, pendiri komunitas Fakta Bahasa pada (20/12).

Baca juga : Masyarakat Korea Belajar Bahasa Indonesia

Erlangga mengatakan, secara digital bahasa Indonesia merupakan sebuah kekuatan besar. Bahasa Indonesia berada di urutan ke 6 dari 10 bahasa besar di dunia yang mempengaruhi dunia internet. 

Akan tetapi, bahasa yang dominan itu belum tentu  berbanding lurus dengan tingkat literasi. "Kita itu punya mentalitas ngerumpi bukan mentalitas membaca. Sehingga jarang atau sedikit sekali membuat konten--konten yang bermanfaat dan bermutu," ucapnya saat ditemui di Universitas Negeri Jakarta.

Menurutnya, jika kita melihat kondisi bahasa di Indonesia, ada sekitar 700 bahasa daerah. Rata--rata bahasa ini berada di Papua dengan penuturnya yang hanya 35 orang, 30 orang, bahkan ada yang hanya 1 orang saja. 

Baca juga : Apa Usulan Padanan Kata "Brace" dan "Hattrick" dalam Bahasa Indonesia?

Jika terjadi kepunahan pada bahasa daerah itu adalah suatu hal yang mutlak apabila kita tidak memberikan porsi yang seimbang antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah.

Padahal ke depannya, digitalisasi itu adalah hal yang sangat penting bagi minat bahasa, ketika bahasa--bahasa masuk ke dalam kehidupan kita. "Ya kita bisa tahu sendiri bahasa dan kekayaan bahasa kita akan semakin menipis," tutur Erlangga. Ketika kita tidak mencoba memasukkan hal tersebut, maka itu akan menjadi hal--hal yang terasingkan.

Pria berkacamata itu mengatakan bahwa bahasa itu selalu berkembang. Apalagi di media digital sekarang ini penggunaan kata prokem akan semakin meningkat dan semakin banyak. 

Seperti yang kita ketahui, prokem adalah bahasa sandi yang dipakai dan digemari oleh kalangan remaja tertentu. Bahasa prokem itu digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama kurun tetentu. 

Baca juga : Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi

Kekayaan sebuah bahasa itu bisa dilihat dari kekayaan kosakatanya. Semakin banyak kosakatanya maka semakin besar juga kemampuan komunikasi dari masyarakatnya.

Erlangga juga mengungkapkan bahwa bahasa prokem juga bisa dikembangkan menjadi bahasa baku. Hanya saja perlu dilakukan pertimbangan--pertimbangan yang matang. 

Salah satunya adalah seberapa sering penggunaan kata ini digunakan di masyarakat yang sangat luas, dan berlangsung dengan sangat lama. 

Apabila bahasa prokem itu muncul pada momen tertentu saja dan hanya dalam kurun waktu yang singkat, maka akan sulit dimasukkan ke dalam kekayaan bahasa Indonesia. Harus mempunyai konsistensi yang kuat apakah bahasa prokem digunakan secara luas dan mempunya etimologi tertentu.

Menurutnya, bahasa dan digitalisasi itu sangat berpengaruh. Ketika buku--buku yang diterjemahkan ke bahasa asing dan sebaliknya semakin banyak, maka hal tersebut merupakan digitalisasi dan hal itu juga menggunakan literasi di media internet. 

"Nah kalau kita buku--buku Indonesia ini jarang dilihat, jarang juga kita menggunakan buku--buku asing ke bahasa Indonesia. Bagaimana literasi kita di masa mendatang?," ucapnya.

Erlangga berpesan, sebagai masyarakat Indonesia kita harus bisa melihat dimana kelemahan dan kelebihan dalam diri kita. Sudah sangat jelas dilihat kalau tingkat literasi masyarakat Indonesia masih rendah. Hal itu juga terpengaruh dari jumlah karya-karya yang dihasilkan. Akibatnya, banyak berterbaran berita hoax -- berita yang belum bisa dipastikan kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun