Hari sudah menunjukkan pukul 08.30 malam dan Ustad Zahir mengakhiri ceritanya. Sudah satu jam lebih ia bercerita tentang pengalamannya dahulu. Pengalamannya waktu dahulu ia merantau di negeri orang, dan kami bersyukur karena ia mau membagi ceritanya kepada kami, yaitu anak-anak pengajian Ustad Zahir. Ia akan meneruskan ceritanya itu di lain waktu. Aku terkantuk-kantuk mendengarkan ceritanya itu. Walaupun begitu aku bersemangat mendengar tentang apa yang diceritakannya. Aku ingat beberapa nama yaitu : Karima, Barbirbur, Bunga Krisan dan sebuah tempat "Bukit Patah Arang", yang menjadikan aku selalu bertanya-tanya dimanakah mereka itu berada.....????
Kami tahu reputasi Ustad Zahir, semasa mudanya ia pernah mengelilingi nusantara bahkan sampai ke luar negeri. Ia pernah tinggal di beberapa pulau di sana untuk beberapa waktu. Ia berniaga dan sekali-sekali bekerja jika ada yang menawarkan pekerjaan padanya. Di usianya yang sekarang, ia sudah sukses dalam perniagaannya. Dia membeli dan membangun beberapa toko kemudian menyewakannya kepada orang lain. Dia kemudian ikut membangun masjid dan tempat belajar di kampung kami.
Padanyalah kami sering mendengar petuah dan ajaran tentang agama dan padanya pula kami sering mendengar cerita-ceritanya tentang penduduk di luar sana yang membuat kami, anak-anak pengajiannya ingin segera melihat dunia luas ini. Dunia yang penuh dengan intrik dan polemik, dunia yang menyimpan sejuta tanda tanya dan dunia itu pula yang suatu saat akan memberi jawabannya. Adakalanya mereka yang bisa mengambil pelajaran darinya, maka beruntunglah ia, karena orang yang beruntung itu adalah orang tidak jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya, dan tidak pula ingin menjatuhkan temannya ke dalam lubang yang sama.
Aku sudah tidak sabar mendengarkan kelanjutan ceritanya........................................................................
Empat hari kemudian Ustad Zahir datang, senyumnya yang manis, seolah menyiratkan bahwa ia peduli pada kami. Ia tidak ingin kami terjebak dalam permainan dunia yang memperdaya, yaitu permainan ketika semua yang ikut tidak akan menjadi pemenang. Kalah menjadi abu, dan kalaupun menang, menjadi arang.
Ustad Zahir melihat kami sekeliling dan dengan penuh takzim, ia melantunkan ayat-ayat suci, melantunkan puji-pujian, menyemangati kami, dan sejurus kemudian ia bertanya, "Adik-adik, sampai dimanakah cerita yang kemarin.....???, aku pun menjawab sambil teriak karena aku berada jauh darinya, "Sampai Tok-tok-tok 2 kali, pak Ustad....!!!!,. Ustad Zahir pun melihat kepadaku dan kemudian ia melanjutkan ceritanya :
Pintupun dibuka dan ternyata yang datang adalah .................,
"Oh, Ustad Zahir, ada apa gerangan malam-malam kesini bersama dengan ibu-ibu dan pemuda-pemuda lainnya....??. Karima menjawab dari balik pintu. "Kami datang kesini bersama ibu-ibu dan juga pemuda lainnya ingin mengabarkan bahwa suami ibu yang bernama Resin Somal sedang berada di rumah sakit. Kami menemukan dia tergeletak di tanah kosong dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mungkin karena terlalu banyak "minum". Teman-temannya malah pergi meninggalkannya. Maka aku memanggil pemuda-pemuda disini untuk membawanya ke rumah sakit, serta tak lupa kami singgah kemari sebentar ingin memberitahu perihal kejadian ini pada ibu Karima", Ustad Zahir menjelaskan kedatangannya demikian.
Karima pun shock dan pingsan mendengar kabar duka itu. Ibu-ibu pun datang menolong sekedar menenangkan dan menjaga anak Karima yang terbangun yang sedari tadi hanya polos melongos melihat kerumunan orang-orang banyak memasuki rumahnya.
Keesokan harinya, barulah Karima Sadar. Ia bergegas dengan anaknya pergi ke rumah sakit yang dituju ditemani oleh ibu-ibu yang menemaninya tadi malam. Untuk sementara, urusan kantor dan gudang karet itu diserahkan kepada orang yang dipercaya oleh Resin Somal dan Karima.
Resin Somal sadar di pagi hari itu. Sifatnya yang kekanak-kanakan kembali timbul. Ia merintih kesakitan. Ia menanggung cobaan yang begitu berat. Penyakit yang sebenarnya bisa disembuhkan, tetapi karena sifat melankolisnya yang sangat merindukan bapaknya yang telah tiada, maka bertambahlah beban derita di dadanya. Ia sudah menanggung penyakit itu sejak lama, sejak ia berkenalan dengan kota Barbirbur dan terpedaya oleh manisnya rayuan "singa betina", sehingga lupa bahwa "Raja Singa", telah menerkamnya dari kegelapan malam.