Mohon tunggu...
Alam Saubil
Alam Saubil Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Pertanian

Program Pascasarjana Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketertinggalan Etika dalam Kemajuan Akademik

3 Februari 2018   19:27 Diperbarui: 11 Juli 2018   21:29 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kesalahan terbesar yang terjadi sedikit banyaknya adalah akibat imbas dari sistem pendidikan sekolah dasar yang saya bahas di awal tulisan ini. Adalah kondisi yang seolah menjelaskan kebaikan dan ketidakbaikan dalam hal ini (permasalahn etika) yang pada akhirnya stagnan karena -seolah- hanya dapat di jelaskan oleh dalil-dalil firman Tuhan saja. Dalam kondisi ekstrem kebaikan (etika) yang coba dicapai melalui rasionalitas menjadi dosa-dosa tersendiri yang bagi pembencinya adalah layak mendapat konsekuensi neraka.

Sementara kemajuan akademis tak dapat dihindari disebabkan berbagai macam alasan yang jelas tak mungkin mampu menghalau masuknya pengaruh barat ke dalam negri ini. Sebuah peradaban yang setelah mengalami masa kegelapan cukup lama akhirnya bangkit dan menjadi wilayah maju yang orang-orangnnya menguasai dan mengendalikan hampir seluruh belahan dunia.

Termasuk di Indonesia, kemajuan akademis atau pengetahuan tidak dapat dibendung. Pengetahuan adalah buah dari akal, pengetahuan adalah hasil dari keaktifan akal. Sehingga majulah pengetahuan atau akademis seperti sekarang ini dengan begitu tajam meningkat terus menerus, kebutuhan akan pengetahuan menjadi alasan manusia menuntut ilmu di bangku-bangku sekolah.

Sementara etika tetap pada tempatnya. Karena dibatasi oleh pagar-pagar radikal yang setiap saat dapat menghancurkan gerakan-gerakan kecil jika terdapat kebaikan yang sedikit berbeda dari firman-firman yang terbaca oleh mata-mata yang awam.

Saya coba membayangkan jika seandainya pendidikan di sekolah dasar di masa lalu itu lebih mengutamakan dan menekankan pada pendidikan etika dibanding akademis, mungkin saat ini perdebatan kita bukan lagi perdebatan yang terjebak dalam ancaman ringsekularisme.

Namun perdebatan kita adalah perdebatan solutif yang pada akhirnya menjelaskan kebaikan dengan sendirinya, yang pada intinya mengatakan, "pilihan apapun yang kita pilih adalah kebaikan, maka tujuan kita berdialektika hanya untuk mempererat silaturahim semata. Tujuan debat kita bukan untuk saling meruntuhkan argument, tapi justru saling memperkaya dan memperkuat argument"

Pada akhirnya semua orang akan merindukan kebaikan, karena keburukan hanya akan menggelisahkan hati. Cepat atau lambat fitrah yang terdapat dalam diri setiap manusia akan melambung melampaui segala sikap negatif yang melemahkan kualitas manusia selama ini. Itu semua adalah bentuk keniscayaan menyempurna alam semesta yang dimana manusia berada di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun