Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Malam yang Berdarah-darah!

3 November 2018   21:41 Diperbarui: 3 November 2018   21:57 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Karya Pribadi

Tak ada suara yang berarti pada malam itu. Hanya keheningan. Tapi bukan tak ada kehidupan.

Dua orang yang sedang menikmati tiap hisapan rokoknya itu tenggelam dalam pikiran dan imaji masing-masing. Tak ada komunikasi. Tak ada relasi. Masing-masing mereka menikmati keasyikan personal. Hingga tiba-tiba keluhan si Blengos memulai dialog tanpa makna.

"Ah... Kampanye lagi. Dijanjiin lagi..." keluhnya.

Saprol masih tetap diam. Setengah dari dirinya masih berada dalam pikiran dan imajinya. Dia masih setengah sadar.

"Paling-paling ingkar janji. Lagi-lagi dibohongi," lanjut si Blengos.

"Ya memang begitu kan?" komentar Saprol singkat. Tapi masih tiga per empat sadar.

"Ya berarti dikecewain lagi. Dan selalu aja begitu," Blengos menghembuskan asap rokoknya sambil memukul nyamuk yang hinggap di betisnya yang seperti batang pohon kering. Dilihatnya. Berdarah-darah dan gepeng! Tewas satu nyamuk dengan sadis. Binatang malang.

"Namanya juga janji. Bukan berarti nggak bisa menepati janji. Kan bisa aja karena ada satu hal yang itu di luar perkiraan."

"Di luar perkiraan gimana?" tanya Blengos penasaran.

"Kalau misalnya kita buat janji, kan bisa aja gak tertepati karena ada satu hal yang kita tidak bisa kehendaki.

Contohnya, kalau misalnya aku membuat janji sama Gambalena pacarku yang gembul itu, terus tiba-tiba motorku mogok atau kau tiba-tiba kecelakaan, kan akhirnya secara terpaksa aku gak bisa menepati janjiku itu."

"Kayak gak ada yang lain aja, kok pake bilang aku kecelakaan segala."

"Lha, ya pokoknya gitulah," kata Saprol woles.

"Ya tapi kan kalo janji itu gak ditetapi, pihak yang dijanjiin tetap aja kecewa," lalu Blengos menegak kopinya yang hampir dingin.

"Ngos... Ngos... Soal politik, kita kan gak bisa menilai cuma dari situ," Saprol mulai serius.

"Gini lho, Ngos. Maksudku, kita ya jangan menilainya secara parsial. Jangan cuma di depan atau di awalnya tok.

Kalo memang harus menilai, ya kita nilai secara utuh.

Okelah kalau mereka tak tepati janji. Tapi bagaimana kerja mereka selama ini atau nanti? Bisa aja kan di luar janji itu mereka membuat suatu pencapaian yang baik. Tapi bisa juga sebaliknya. Gitu lho maksudku," Saprol mengakhiri.

"Tapi kan kita pinginnya yang baik-baik, Prol..."

"Ya memang. Masalahnya, kau itu terlalu berekspektasi, Ngos."

"Woooh... Ya nggak gitu, Prol. Lha, aku kan juga gak kenal calon-calonnya. Kalo untuk presiden sih tau-tau dikitlah..."

"Maksudku, kau itu terlalu berekspektasi terhadap mereka. Ya kita memang berharap kerja mereka baik. Tapi kita juga harus melihat faktanya nanti.

Aku tuh bilang begini karena kulihat kita tuh seringkali berharap banyak terhadap seseorang. Kalau begitu pada akhirnya kita merasa dikecewain.

Soal janji-janji itu ya biarin aja mereka mau bilang apa. Nah ini, kita seringkali mengutamakan ketepatan janji-janji mereka. Padahal janji-janji mereka tadi mestinya kita jadikan penilaian sekuder atau tersier."

"Jelasin, Prol, jelasin. Aku nggak ngerti," komentar Blengos.

"Lho... Mereka mau bikin janji setebal buku Bumi Manusia, ya biar aja. Itu kan promosi mereka. Yang kita lihat secara nyata kan baik atau buruknya kerja mereka. Banyak baiknya atau buruknya. Gimana? Masih nggak ngerti juga kau?" sambil dikibas-kibasnya nyamuk-nyamuk yang daritadi entah ngapain cuma berputar-putar di atas kepalanya.

"Tapi kan kita nggak tau gimananya nanti, Prol..."

"Ya ampun nih anak. Ya biarin aja... Aduuuh... masa' aku harus jelasin lagi sih..."

"Haaaaaaa... Aku curiga. Jangan-jangan yang kau bilang tadi itu semacam pembelaan untuk calon yang kau dukung ya..."

Tapi Saprol cuma diam sambil dipasangnya muka kesal.

Tak ada suara apapun yang berarti setelah prasangka Blengos tadi. Hanya suara tepukan-tepukan memukul nyamuk yang makin malam semakin ramai menyerbu. Di kaki, di tangan, di pipi, di jidat, everywhere, everytime! Plak plok plak plok! Berdarah-darah! Tragis!

Entah maksud apa dua manusia ini masih tetap bertahan dalam kondisi seperti itu.

Kok bisa betah banget ya? Ckckckck...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun