Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rencana Pernikahan Meja dan Kursi

23 Mei 2018   18:55 Diperbarui: 23 Mei 2018   18:54 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pula pihak yang menganggap aturan dan larangan agama sebagai pilihan yang konsekuensi di baliknya selalu mereka pahami dengan nalar-logika. Karena bagi mereka, agama bukanlah aturan-aturan absurd yang tak bisa dijelaskan, terutama terkait soal larangan-larangan Tuhan.

"Aku khawatir kalau kamu nanti justru akan tercerabut dari prinsip hidupmu yang sudah seharusnya kami pegang erat itu."

Perkataan si Meja tadi terdengar kembali, seperti fade-in pada musik yang perlahan-lahan semakin kuat terdengar di sela-sela pikiranku yang masuk lebih dalam memahami sesuatu.

"Mungkin kamu kurang mengerti itu. Kukira kita harus memikirkan kembali perbedaan prinsip hidup kita dengan rencana pernikahan ini," tambahnya.

"Sekali lagi aku katakan, kalau itu tak akan terlalu berpengaruh. Apa yang kutekankan adalah kesamaan tujuan kita. Aku dan kamu sama-sama sudah yakin akan hubungan asmara kita. Kita sudah mantap dan sudah mengenal satu dengan yang lain. Tapi kamu mempermasalahkan sesuatu yang itu justru menghalangi tujuan kita, yaitu perbedaan prinsip hidup," jawab si Kursi sambil mencoba tenang.

"Jadi aku pingin tanya sama kamu. Kenapa kamu tak bahas ini dari dulu?" si Kursi hendak meminta penjelasan yang kupikir itu barangkali sedikit memojokkan si Meja.

"Karena aku tak pernah berpikir kalau kita akan sampai sejauh ini," begitu jawab si Meja. Singkat, namun tentu belum memuaskan si Kursi.

"Kenapa kamu baru sadar sekarang? Apa kamu tak pernah berpikir kalau apa yang kamu pertahankan --yaitu prinsip-prinsip yang kamu sebut-sebut tadi-- akan menjadi kendala dalam hubungan kita? Kenapa pula kamu tak mempermasalahkannya dari dulu, sebelum kita sampai sejauh ini?"

Pertanyaan itu bertubi-tubi menghujam pikiran si Meja yang diam. Si Kursi nampaknya terlalu geram karena suatu hal yang selama ini disembunyikan oleh si Meja, yang tak pernah mereka bahas selama terjalinnya hubungan mereka yang adem-ayem itu.

"Sekarang aku merasa di depan kita ada sebuah dinding. Dinding itu kamu yang membuatnya sendiri. Sekarang, aku tak tahu apakah dinding itu akan tetap berada di situ atau akan roboh nantinya. Bukan aku yang merobohkannya melainkan kita berdua.

Tapi kalau dinding itu tetap berdiri tegak, aku pun tak akan bertindak apa-apa terhadap dinding itu. Karena lebih baik kutinggalkan saja," begitu kata-kata samar, tapi jelas, yang kudengar dari si Kursi yang kali ini lebih tegas daripada si Meja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun