Kita memang mempunyai dua daya dalam diri kita yang harus kita optimalkan, yaitu daya pikir (akal) maupun perasaan (hati). Kedua itu merupakan karunia Tuhan yang harus selalu kita gunakan dan jangan hanya ditunjuk-tunjuk saja di kepala maupun di dada. Akhirnya, kalau memang salah satu atau bahkan kedua daya tadi tidak digunakan, dampaknya pun ternyata bisa terlihat dengan mudah.Â
Ada orang yang berorientasi pada nilai baik-buruk maupun benar-salah, tapi ternyata dia tidak secara  mendalam memahami hakikat nilai-nilai tadi sehingga yang muncul hanyalah sebuah sikap anarkistis dan emosional. Yang lebih parah tentu adalah orang-orang yang tidak berorientasi pada nilai-nilai tadi dan dia tidak mau mencari akan kemana dan bagaimana akan berorientasi maupun bersikap.
Jadi, soal pikir berpikir ini juga tak lepas dari ihwal pengetahuan. Dan pengetahuan juga tak terlepas dari ihwal kesadaran.
Muskil? Ya, memang. Bahkan untuk mengajak seseorang untuk berpikir saja tidak gampang. Kebanyakan manusia hanya mau menerima apa adanya, dan tak mau mencari, tak mau berproses, tak mau mengolah. Itu sudah terjadi dan umum, tapi jelas tak bisa diwajarkan walaupun soal lemahnya indolensi pikir berpikir ini tidak sama dengan dengan ketidakberesan sosial; tidak sama dengan kriminalitas dan lain sebagainya. Begitupun, nyatanya indolensi ini berimplikasi sangat besar bagi kehidupan kita, terutama dalam konteks nilai-nilai yang sudah disebutkan sebelumnya.
Sekali lagi, ini permasalahan lama yang terasa selalu dan selalu saja baru bagi saya.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H