Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kentut Pak Ken Menjungkirbalikkan Nilai-nilai

26 Juli 2017   11:55 Diperbarui: 26 Juli 2017   12:31 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya saya tak menyadari faktor-faktornya, saya pasti akan kebingungan dan terjebak dalam siklus lingkaran setan. Tapi kemudian saya mulai menyadari kalau penjungkirbalikkan nilai-nilai tadi memang memiliki faktor-faktor penentu. Artinya, sesuatu yang mustahil itu pasti terjadi lantaran ada faktor X; faktor tertentu yang tak umum yang sangat menentukan.

Itu bisa terjadi kalau si Dewa Kentut tadi adalah sosok Pak Ken, yaitu seorang sarjana S2 yang berhasil mengatasi permasalahan pendidikan di kampung kumuh tempatnya tinggalnya dimana dia juga memiliki keberadaan secara ekonomi dibandingkan penduduk kampung lainnya. Dia dielu-elukan, dianggap pahlawan karena berhasil mencerahkan wajah kampungnya lantaran sekolah yang didirikan di kampungnya tadi mendapat sorotan media dan penghargaan dari gubernur.

Coba bandingkan dan imajikan seandainya yang punya kentut busuk itu Pak Toha. Pak Toha, seorang pemulung yang ingatan dan pikirannya kacau karena gegar otak. Pak Toha gegar otak gara-gara dituduh maling dan dipukuli ramai-ramai di sebuah kompleks perumahaan mewah beberapa tahun lalu. Ia hampir mati ketika itu. Kepalanya bocor di bagian belakang, tulang hidung retak, bibir pecah, kedua pipinya bengkak, dada lebam, sekujur punggung memar, dan paha kirinya robek menganga disabet golok (hal 6-7).

Siapa Pak Toha? Apa yang sudah dilakukannya untuk kampungnya selain mampu melucu disebabkan otaknya yang agak korslet tadi? Bayangkan saja kalau seorang yang bukan siapa-siapa itu kentut dengan bau sedemikian busuk. Bakalan dihina, dicaci maki, dan lain sebagainya.

Jadi, memang suatu kemustahilan yang seringkali terkesan absurd itu bisa terjadi karena faktor-faktor tertentu. Karena kalau kita tidak tahu faktor-faktornya, pasti yang ada cuma sesuatu yang absurd. Sekali lagi, coba bayangkan seandainya suatu lomba kentut busuk diadakan cuma karena yang punya kentut busuk itu seorang pemulung miskin dan bukan siapa-siapa. Buat apa? Apa gunanya? Apa yang mau dihargai? Manusianya saja tak ada special-specialnya kok, apalagi dengan kentutnya. Artinya, pengecualian seperti penjukirbalikkan nilai-nilai itu pun memang ada dan terjadi pada hidup kita yang sebenarnya. Dan itu bisa terjadi karena faktor "ada apanya".

Kecuali, kalau Pak Toha telah berbuat sebagaimana Pak Iyat, seorang gelandangan tua yang telah mengubah dua orang pengangguran menjadi tukang bangunan yang terampil. Ya, inilah pengecualiannya. Karena Pak Iyat jugalah Pak Ken menjadi termotivasi, dimana gelandangan tua ini pun begitu dihormati oleh Pak Ken walau perjumpaan dengannya cuma berlangsung kurang dari 60 detik, lantaran Pak Iyat kemudian meninggal. Di akhir hidup Pak Iyat itulah Ken justru memulai gerak perubahannya.

Masalahnya, penjungkirbalikkan nilai-nilai semacam ini juga mengarah ke sana. Yaitu, bagaimana bisa pemimpin-pemimpin yang katanya memimpin wakil rakyat itu dijabat oleh "setan-setan"? Nah, faktor penentunya ini yang jadi inti permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun