Tak ketinggalan, riset mengenai energi terus menghasilkan terobosan terbaru dalam bidang energi terbarukan, membuka harapan bagi masa depan kereta api yang sepenuhnya berkelanjutan dan ramah lingkungan. MagLev merupakan contoh pengembangan ini ketika kereta api mulai dapat digerakkan dengan perantara magnet alih-alih daya listrik atau pembakaran batubara.
Apakah masih relevan bagi kita untuk bahkan menyebut moda transportasi ini sebagai kereta api atau bahkan kereta saja? Masalah ini bukanlah sesuatu yang remeh untuk dikesampingan, sebab dalam tataran praktis pada saat implementasi kebijakan transportasi oleh pemangku kekuasaan di tingkat pemerintah, tak jarang ketidakmampuan untuk memberikan batas definitif yang jelas berakibat pada kebijakan yang tidak tepat sasaran.
Hal ini pernah penulis singgung pada tulisan penulis sebelumnya terkait sejarah kereta api Indonesia, di mana dalam beberapa kasus pemerintah pusat dan daerah justru melahirkan serangkaian kebijakan yang saling berkontradiksi secara semangat dan visi transportasi. Hal tersebut lantas berujung pada penutupan segelintir moda transportasi alih-alih sinergi antara seluruh moda transportasi yang telah ada.
Untuk kian memperjelas poin ini, penulis hendak menutup bagian ini dengan menitipkan sebuah pertanyaan untuk direnungkan oleh para pembaca, khususnya yang familiar dengan situasi transportasi di Jakarta:Â Apa bedanya Commuter Line, LRT, dan MRT serta bagaimana seharusnya hubungan antara mereka dengan moda transportasi lain seperti Bus Transjakarta, angkot JakLingko, dan berbagai penyedia taksi atau ojek daring?
Kereta Api: Dari Kebutuhan Hidup menjadi Gaya Hidup
Bepergian bukan lagi suatu kegiatan membosankan yang ditujukan untuk mengantarkan kita dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sebagai seorang traveler yang kerap mengandalkan moda transportasi jarak jauh, penulis turut mengamini pernyataan tersebut. Perkembangan teknologi dan layanan mendorong penulis dan banyak traveler serta commuter lainnya untuk menuntut lebih dari moda transportasi yang ada agar turut memberikan pengalaman yang berkesan.
Perjalanan kendati hanya sebagai proses untuk sampai ke tujuan, ironisnya memakan waktu yang tidak sedikit secara keseluruhan. Untuk membuatnya lebih layak dari segi waktu dan biaya yang kita keluarkan, kita berupaya untuk selalu meningkatkan kenyamanan dan pengalaman berkesannya. itulah kenapa, misalnya, mobil terus berevolusi dari yang tadinya tak beratap menjadi beratap, ber-AC, dan lengkap dengan sarana hiburan seperti TV dan Mp3 Player.
Kereta api sendiri telah mengalami pergeseran fungsi semacam ini. Perjalanan dengan kereta api bukan lagi semata ditujukan untuk sampai ke tempat tujuan yang jauh dalam waktu singkat, melainkan juga untuk memberikan pengalaman perjalanan yang menyenangkan, misalnya saja dengan membawa penumpang melalui tempat-tempat dengan pemandangan indah atau dengan memberikan layanan mewah selayaknya hotel berbintang.
Perkembangan teknologi dan layanan kereta api turut pula mempengaruhi persepsi dan kedekatan emosional sebagian masyarakat dengan moda transportasi ini. Itu sebabnya telah banyak bermunculan komunitas pecinta kereta api yang mendedikasikan dirinya untuk memperdalam pemahaman mengenai kereta api dan juga sebagai bagian dari identitas bersama yang dapat dibanggakan.
Oleh karena itu, pergeseran pandangan terhadap kereta api dari yang tadinya kebutuhan hidup menjadi gaya hidup tentu menambah kompleksitas pertanyaan yang penulis ajukan pada bagian sebelumnya. Hal ini sekali lagi berkaitan erat dengan bagaimana kita memproyeksikan visi mengenai kereta api di masa depan berikut bagaimana ia menjalin hubungan dengan moda transportasi lain.Â