Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Memahami Sisi Lain Industri Asuransi, Belajar dari Sejarah Kelam AIG dan Jiwasraya

31 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 2 November 2020   20:11 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jiwasraya dan Manchester City | Sumber Gambar: sport.detik.com

Sayangnya pada tahun 2012, izin yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK terhadap produk JS Proteksi Plan tidak dimanfaatkan Jiwasraya untuk memperbaiki performanya. Perusahaan justru memberikan bunga tinggi sebesar 9 – 13% yang jauh di atas deposito dan menyebabkan pengeluaran perusahaan membengkak.

Tahun 2017 memberikan gambaran yang sedikit positif karena produk JS Saving Plan membantu perusahaan menorehkan pendapatan premi Rp. 21 triliun dengan laba bersih Rp. 2.4 triliun.

Akan tetapi produk ini dapat dicairkan setiap tahun dan menjadi potensi masalah baru bagi Jiwasraya yang pada dasarnya memiliki kesulitan dalam hal likuiditas.

Dan benar saja, di tahun 2018, begitu nasabah mulai mencium kebobrokan perusahaan, mereka ramai-ramai mencairkan JS Saving Plan.

Ini diperburuk dengan revisi Kantor Akuntan Publik (KAP) PWC atas laporan keuangan 2017 Jiwasraya di mana laba bersih Rp. 2.4 triliun mengalami koreksi hingga menjadi Rp. 428 miliar saja.

Di tahun yang sama, Menteri BUMN Rini Soemarno mendalami kasus gagal bayar Jiwasraya dengan meminta BPK dan OJK untuk melakukan investigasi. Hal ini diikuti oleh gagal bayar JS Saving Plan sebesar Rp. 802 miliar.

Puncaknya pada November 2019, Menteri BUMN Erick Tohir melaporkan kasus Jiwasraya kepada Kejaksaan Agung. Kementerian BUMN sendiri mensinyalir bahwa Jiwasraya telah lama menginvestasikan dananya di saham-saham “gorengan”, sesuatu yang menyalahi prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi bagi perusahaan asuransi. Hal ini menjadi salah satu penyebab dari masalah yang mendera Jiwasraya di samping juga kasus korupsi yang menjerat para petingginya di level manajemen.

Khusus mengenai saham “gorengan”, pada banyak kesempatan, perjudian semacam ini lebih banyak mengakibatkan negative spread yang menekan likuiditas perusahaan. Ditambah dengan produk-produk investasi yang berbunga tinggi yang ditawarkan kepada para nasabahnya, nasib Jiwasraya sejatinya sudah ditentukan sejak lama.

Seluruh uraian ini masih menyentuh pucuk gunung es dari permasalahan pelik Jiwasraya yang hingga kini proses hukumnya masih terus berlanjut. Dari sini para pembaca dapat melihat betapa parahnya pengelolaan perusahaan asuransi plat merah ini yang seharusnya menjadi kebanggaan negara.

Benang Merah bagi Agen dan Nasabah Asuransi Hari Ini

Baik AIG maupun Jiwasraya merupakan perusahaan terkemuka pada masanya. Apabila kita kembali ke masa lalu, rasanya mustahil kedua raksasa asuransi ini akan tersungkur sedemikian dalamnya di kemudian hari. Namun seperti inilah faktanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun