Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dollar Cost Averaging, Ketika Investor "Amatir" Mengalahkan Profesional

9 Oktober 2020   12:42 Diperbarui: 10 Oktober 2020   09:28 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai permulaan, investor "amatir" dapat mengadakan risetnya di waktu luang dengan mengandalkan pengalaman sehari-harinya sebagai salah satu referensi utama.

Katakanlah ada pembaca yang gemar makan di Pizza Hut dan menyadari bahwa jumlah restorannya semakin banyak dari hari ke hari sementara setiap restoran selalu ramai pengunjung. 

Anda dapat memulai riset dari sini dan mencari tahu lebih banyak mengenai emitennya yakni PT Sarimelati Kencana, Tbk. (PZZA). Ini lebih mudah dan akurat bagi Anda ketimbang memulai riset dari saham-saham rekomendasi harian berbagai sekuritas yang mungkin tidak Anda pahami bisnisnya.

Kedua, banyak saham yang tidak dilirik investor institusi akibat kapitalisasinya yang terlalu kecil, kendati kinerja perusahaannya solid
Seperti disinggung di awal, institusi jarang melirik saham microcap akibat minimnya dampak saham tersebut kepada kinerja portfolionya. 

Kinerja portfolio amatlah penting bagi setiap investor institusional yang ketersediaan dananya amat bergantung kepada mood para investornya. 

Sialnya nasib investor institusional seperti manajer investasi reksadana, para pemilik dana umumnya akan menitipkan dana ketika sedang terjadi rally yang menyebabkan harga menjadi mahal dan kemudian menariknya ketika sedang terjadi koreksi yang menyebabkan semua menjadi serba murah. Padahal seharusnya yang terjadi adalah sebaliknya. Inilah yang kemudian menjadi kelemahan lain dari para investor institusional kendati memiliki dana kelolaan yang besar dan para manajer yang super cerdas serta berpengalaman. 

Ketiga, terkadang lebih sedikit hal yang Anda ketahui akan membuat situasi Anda menjadi lebih baik
Bagi kalangan institusi profesional, setiap keputusan investasi perlu disokong oleh setumpuk tebal analisis dan bahan pertimbangan dari berbagai aspek yang kemudian mesti dirapatkan dan disetujui secara kolektif. Begitu banyaknya bahan pertimbangan terkadang tidak diikuti oleh relevansi dari setiap bahan terhadap tema utama pembicaraan. 

Suka atau tidak, begitulah biasnya kita sebagai manusia. Tanpa sadar kita menganggap bahwa semakin banyak informasi berkorelasi dengan semakin baiknya suatu keputusan. 

Ketika awal-awal terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia, kita menganggap bahwa ekonomi akan runtuh dan saham-saham akan berguguran. Kita berupaya untuk mengaitkan pandemi dengan berbagai hal seperti harga komoditas dan situasi politik, kemudian mengaitkan pengaitan tersebut dengan masa depan beberapa emiten. 

Well, memasuki Oktober 2020, kita tahu bahwa tidak semua emiten berada dalam situasi seburuk dugaan awal. Kegiatan bisnis dan kerja dialihkan menjadi daring, orang-orang tetap perlu belanja kebutuhan pangan, restrukturisasi kredit perbankan berjalan mulus, harga komoditas tidak jatuh lebih dalam, dan sebagainya. 

Sebagai investor "amatir" dengan banyak keterbatasan teknis dalam hal mengumpulkan informasi, boleh jadi ini merupakan berkah tersendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun