Namun pertumbuhan ini tidak dapat dikatakan luar biasa, apalagi jika faktor lain seperti inflasi kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan.
Inflasi menggerogoti nilai uang karena itu uang yang sama hari ini akan kehilangan sebagian daya belinya di masa depan. Apa artinya uang Anda bertumbuh 3,6% jika inflasinya 3,6% juga? Jawabannya, tidak ada artinya sama sekali. Anda sama kayanya (atau sama miskinnya) antara hari ini dan tahun depan.
(Catatan pendek sebelum artikel ini berlanjut: Contoh dalam studi ini tidak ditujukan untuk memberi rekomendasi dalam bentuk apapun. Segala keputusan investasi pada dasarnya dipulangkan kembali kepada setiap pihak sesuai dengan perhitungan dan pertimbangan yang dibuatnya.)
Sampai di sini, dan sebelum penulis melakukan komparasi di sisi lainnya, penulis berharap bahwa pembaca dapat memahami poin yang hendak disampaikan di atas. Berinvestasi untuk mendapatkan dividen bukanlah hal yang salah.Â
Ada beberapa orang seperti misalnya pensiunan yang membutuhkan dividen sebagai pemasukan rutin dari investasi tanpa mengurangi nilai pokok investasinya.Â
Namun apabila tujuan Anda adalah untuk membangun kekayaan jangka panjang dan melipatgandakan nilai investasi dengan pertumbuhan tahunan yang lebih tinggi, saham berdividen (mungkin) bukan sarana yang tepat bagi Anda. Mengapa demikian?
Untuk memahami logika di balik pernyataan terakhir ini, tulisan dari Christopher Mayer dalam bukunya yang berjudul "100 Baggers: Stocks that Return 100-to-1 and How to Find Them" dapat digunakan sebagai dasar argumentasi sekaligus penjelasannya.Â
Dalam buku tersebut, Mayer merincikan poin-poin pertimbangan yang perlu investor perhatikan saat mencari saham yang berpotensi melipatgandakan nilainya dalam beberapa tahun. Salah satu poin penting yang ia beri perhatian khusus adalah mengenai pengaruh dividen terhadap pertumbuhan perusahaan.
Mayer menyimpulkan dari sejumlah penelitian bahwa ketika perusahaan membayarkan dividen, perusahaan memiliki lebih sedikit modal atau kapital untuk reinvestasi.Â
Modal tersebut, ketimbang digunakan untuk memperbesar usaha perusahaan, justru masuk ke saku investor (setelah melalui dua kali pemajakan, yakni di level perusahaan dan di level investor).Â
Idealnya, ketika perusahaan menginvestasikan kembali apa yang ia peroleh dari kegiatan usahanya, ia dapat menjaga atau bahkan memperbesar persentase pertumbuhan perusahaan secara tahunan.