Para pelaku di pasar modal, khususnya pasar saham, tentu sudah tidak asing lagi dengan yang namanya dividen. Penulis pribadi lebih sering mendefinisikan dividen sebagai "uang jajan tahunan" yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya.Â
Dewasa ini, keputusan perusahaan menyangkut pembagian dividen dapat dikatakan merupakan salah satu berita yang paling dinanti-nanti investor setiap tahunnya.Â
Dividen dibayarkan dengan jadwal yang tidak selalu rapi. Kadang perusahaan rutin membagikan dividen setahun sekali, setahun dua kali, atau bahkan bisa juga bertahun-tahun tak kunjung membagikan dividen.Â
Isu menyangkut dividen amatlah sensitif, hingga kadang-kadang harga saham bisa bergerak liar akibat momentum pembagiannya.
Dengan kondisi ekonomi saat ini yang sedang lesu akibat pandemi Covid-19, emiten yang tetap membagikan dividen dengan nominal yang tidak jauh berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya cenderung mendapatkan sentimen yang lebih positif ketimbang emiten lain yang absen membagikan dividen.Â
Saham emiten ini pun banyak diburu, entah sebagai penopang pertumbuhan portfolio, maupun sebagai penahan kejatuhannya, khususnya pada kuartal pertama 2020 di mana IHSG sempat mengalami koreksi cukup dalam.
Jika dipikir-pikir pada satu sisi, memang ada benarnya bagi investor untuk mengoleksi saham yang rutin membagikan dividen.
Pertama, dividen yang rutin mencerminkan kinerja perusahaan yang solid. Perusahaan yang rutin membagikan dividen seringkali dianggap memiliki kemampuan operasional yang lebih superior ketimbang perusahaan sejenis lainnya yang absen membagikan dividen.Â

Alasan kedua, pembagian dividen sering diartikan sebagai bentuk kepedulian perusahaan kepada pemegang saham.Â
Perusahaan dianggap memiliki niat baik karena mau memberikan imbal hasil dari sebagian pemasukannya kembali ke kantong investor. Bagaimana pun juga, investor berinvestasi di awal agar memperoleh imbal hasil di kemudian hari, iya kan?
Dan memang, jika kita melihat rekam jejak sejumlah emiten yang rutin membagikan dividen, terlihat adanya pertumbuhan investasi secara tahunan yang cukup memuaskan (setidaknya jika dibandingkan dengan suku bunga acuan).Â
Beberapa waktu yang lalu, penulis pernah melakukan studi kecil mengenai compounding effect dan dampaknya terhadap hasil investasi. Saat itu, penulis menggunakan saham Bank Negara Indonesia (kode saham: BBNI) sebagai contoh dengan mengambil data harga saham dan besaran dividen sejak akhir tahun 2013.Â
Studi ini menyajikan simulasi pembelian 1 lot (100 lembar) saham BBNI pada akhir tahun 2013 untuk kemudian disandingkan dengan nilai total portfolio di awal Mei 2020. Berikut ini adalah hasilnya:
Terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dari tabel tersebut. Pertama, harga saham BBNI berada pada level yang kurang-lebih sama (ini untuk mencerminkan pertumbuhan secara murni).Â
Kedua, baik pada saat pembelian maupun perolehan dividen, terdapat biaya yang harus dikeluarkan oleh investor, baik dalam bentuk biaya jasa broker maupun pajak.Â
Ketiga, tabel tersebut mengandaikan dividen dibiarkan begitu saja tanpa digunakan untuk keperluan lain. Hasil tersebut kemudian penulis rangkum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jika dirata-rata, portfolio mengalami pertumbuhan sebesar 3,6% per tahun dalam periode tersebut. Angka tersebut tentu tidak terlalu besar, apalagi jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga.Â
Betul jika dibiarkan semakin lama, maka rata-rata pertumbuhan portfolio per tahun juga akan semakin tinggi (dengan asumsi pertumbuhan stagnan), namun demikian halnya jika Anda menginvestasikan uang Anda di deposito bank (ini mengapa fenomena compounding dapat dikatakan sebagai keajaiban dunia kedelapan menurut Albert Einstein).
Studi ini menunjukkan bahwa dengan dividen, setidaknya investasi Anda di saham tertentu akan mengalami pertumbuhan secara jangka panjang, terlepas dari dinamika di pasar modal (dengan kondisi pandemi seperti sekarang, bisa terlihat bahwa portfolio semacam ini tidak terpengaruh secara jangka panjang).Â
Namun pertumbuhan ini tidak dapat dikatakan luar biasa, apalagi jika faktor lain seperti inflasi kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan.
Inflasi menggerogoti nilai uang karena itu uang yang sama hari ini akan kehilangan sebagian daya belinya di masa depan. Apa artinya uang Anda bertumbuh 3,6% jika inflasinya 3,6% juga? Jawabannya, tidak ada artinya sama sekali. Anda sama kayanya (atau sama miskinnya) antara hari ini dan tahun depan.
(Catatan pendek sebelum artikel ini berlanjut: Contoh dalam studi ini tidak ditujukan untuk memberi rekomendasi dalam bentuk apapun. Segala keputusan investasi pada dasarnya dipulangkan kembali kepada setiap pihak sesuai dengan perhitungan dan pertimbangan yang dibuatnya.)
Sampai di sini, dan sebelum penulis melakukan komparasi di sisi lainnya, penulis berharap bahwa pembaca dapat memahami poin yang hendak disampaikan di atas. Berinvestasi untuk mendapatkan dividen bukanlah hal yang salah.Â
Ada beberapa orang seperti misalnya pensiunan yang membutuhkan dividen sebagai pemasukan rutin dari investasi tanpa mengurangi nilai pokok investasinya.Â
Namun apabila tujuan Anda adalah untuk membangun kekayaan jangka panjang dan melipatgandakan nilai investasi dengan pertumbuhan tahunan yang lebih tinggi, saham berdividen (mungkin) bukan sarana yang tepat bagi Anda. Mengapa demikian?
Untuk memahami logika di balik pernyataan terakhir ini, tulisan dari Christopher Mayer dalam bukunya yang berjudul "100 Baggers: Stocks that Return 100-to-1 and How to Find Them" dapat digunakan sebagai dasar argumentasi sekaligus penjelasannya.Â
Dalam buku tersebut, Mayer merincikan poin-poin pertimbangan yang perlu investor perhatikan saat mencari saham yang berpotensi melipatgandakan nilainya dalam beberapa tahun. Salah satu poin penting yang ia beri perhatian khusus adalah mengenai pengaruh dividen terhadap pertumbuhan perusahaan.
Mayer menyimpulkan dari sejumlah penelitian bahwa ketika perusahaan membayarkan dividen, perusahaan memiliki lebih sedikit modal atau kapital untuk reinvestasi.Â
Modal tersebut, ketimbang digunakan untuk memperbesar usaha perusahaan, justru masuk ke saku investor (setelah melalui dua kali pemajakan, yakni di level perusahaan dan di level investor).Â
Idealnya, ketika perusahaan menginvestasikan kembali apa yang ia peroleh dari kegiatan usahanya, ia dapat menjaga atau bahkan memperbesar persentase pertumbuhan perusahaan secara tahunan.
Pertumbuhan perusahaan dilihat berdasarkan besaran ROA (Return-on-Asset) dan ROE (Return-on-Equity). Semakin besar kedua angka ini, semakin kencang pula laju pertumbuhan perusahaan.Â
Dampak logisnya adalah, harga saham dengan sendirinya akan terkerek naik mengikuti pertumbuhan aset dan ekuitas.Â
Mayer menggunakan contoh Amazon dan Berkshire Hathaway dan menjelaskan bagaimana keduanya berfokus pada reinvestasi ketimbang pembagian dividen rutin.Â
Hasilnya, investor dapat menikmati pertumbuhan harga saham ratusan hingga ribuan kali! (Untuk selengkapnya silahkan baca buku tersebut secara detail karena tulisan ini bukanlah resensi atau sinopsis bagi buku tersebut.)
Asumsi mengenai pertumbuhan harga saham yang senantiasa mengikuti pertumbuhan nilai aset dan ekuitas dengan sendirinya tidaklah cukup meyakinkan. Beberapa emiten di Indonesia, misalnya, sudah bertahun-tahun berada pada stagnasi valuasi kendati senantiasa mengalami pertumbuhan.
Ide dari Mayer adalah bahwa bagian untuk dividen dapat dikelola dengan lebih baik untuk kegiatan seperti riset dan pemasaran agar perusahaan dapat menghasilkan pertumbuhan yang signifikan atas penjualan juga.Â
Tidak ada artinya jika kemudian bagian untuk dividen hanya diendapkan dalam rekening perusahaan atau dibelikan surat berharga. Dengan kata lain, bagian untuk dividen perlu dialokasikan pada kegiatan produktif agar harga saham dapat terkerek naik secara signifikan.
Mencari saham yang berpotensi tumbuh secara jangka panjang dan signifikan bukanlah perkara mudah. Tulisan ini tidaklah cukup untuk merincikan seluruh aspek yang perlu diperhatikan dan oleh karenanya penulis perlu memecah penjelasan ke dalam beberapa tulisan terpisah ke depannya.Â
Faktor dividen yang penulis sebutkan pada tulisan ini adalah salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan dalam memilih saham mana yang Anda yakini mampu tumbuh signifikan. Tulisan ini lebih diharapkan sebagai penjelas terhadap posisi dividen dan dampaknya terhadap keseluruhan imbal hasil investasi.
Menutup tulisan ini, penulis akan kembali pada dua poin proponen di awal tentang dividen. Poin pertama mengenai kinerja solid dan bahwa dividen berasal dari operasional, keduanya dapat disanggah dengan mudah.Â
Dividen bukanlah cerminan kinerja solid. Perusahaan dengan kinerja solid secara umum terlihat dari kemampuannya menghasilkan uang, bukan membagikannya secara cuma-cuma kepada pemegang saham. Itu sebabnya dewasa ini kita tidak dapat sepenuhnya percaya dengan angka-angka yang tertera di laporan keuangan.
Angka-angka seperti keuntungan bersih dapat dengan mudah dimanipulasi karena belum tentu jumlah yang tertera betul-betul dihasilkan pada periode tersebut (lagi-lagi, tulisan ini tidak dapat menjelaskan secara detail hal ini karena keterbatasannya).Â
Selain itu, uang untuk dividen dapat saja diperoleh dari kegiatan selain operasional perusahaan seperti misalnya dari utang bank atau penerbitan obligasi (pelajaran penting untuk investor: Anda tidak pernah tahu uang untuk dividen yang Anda terima berasal dari mana).Â
Nyatanya, investor justru perlu curiga jika payout ratio dividen terlalu besar. Ini bisa saja berarti bahwa perusahaan tidak tahu harus diapakan uang yang mereka punya.
Poin kedua mengenai kepedulian terhadap investor pun belum tentu 100% tepat. Seperti yang telah dipaparkan, ada cara lain bagi perusahaan untuk menunjukkan komitmennya terhadap investor, salah satunya melalui reinvestasi ketimbang membagikan dividen.Â
Cara lain yang tersedia adalah dengan cara melakukan buyback. Melalui buyback, perusahaan secara tidak langsung meningkatkan nilai investasi karena jumlah saham yang beredar menjadi berkurang, menyebabkan nilai buku dan keuntungan per lembar saham meningkat dan berpotensi mengerek harga saham. Intinya, dividen bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan kepedulian terhadap investor!
Akhirnya, pilihan kembali ke tangan Anda masing-masing sebagai investor. Apakah sikap Anda terhadap dividen berubah setelah membaca tulisan ini?
Referensi:
Mayer, C. (2015). 100 Baggers: Stock that Return 100-to-1 and How to Find Them. Maryland: Laissez Faire Books.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI