Pada suatu malam berkabut, di bangun satu ruang sempit sebesar toilet tikus. Oleh pembangunnya di cat dengan warna abu-abu. Abstrak namun bernilai seni tinggi. Saking tingginya bagan teratas di biarkan berwarna putih pucat, natural.
Sebelum ruang sempit itu dibangun, tinggalah sepasang tuna wisma. Mereka berdua suami istri. Asal usul mereka dari atas gunung di daerah pegunungan Meksiko tenggara. Dua puluh tahun lalu mereka berdua turun gunung untuk beradu dengan aspal metropolitan. Semua ternak dan sanak saudara ditinggalkan. Apa yang dibawa mereka hanya tas punggung berisi umbi-umbian bekal perjalanan. Tentunya, tujuan mereka mencari pekerjaan.
Mereka pernah menjadi pegawai rendahan di bank swasta. Sebab tiada keterampilan yang dipunya resiko menjadi tukang bersih-bersih harus diterima. Mulanya mereka bekerja dalam satu gedung sampai istri dipindahkan ke gedung lain---tetap bersih-bersih.
Salutnya mereka berhasil mencicil sebuah rumah sederhana sebelum krisis melanda. Bank-bank gulung tikar tidak lagi memberi kredit. Akhirnya mereka lepaskan rumah sederhana itu. Perusahaan juga mengalami kebangkrutan hebat. Kesimpulannya mereka hidup tanpa pekerjaan.
Dengan sisa uang tak seberapa mereka hidup dari kontrakan ke kontrakan lain. Ini membuat kepala mereka beruban secepat kilat. Lebih-lebih pekerjaan sulit dimiliki.
Usia mulai rentah mereka pun masih mengontrak. Uang dipastikan menyusut. Tidak lebih dari makan sekali sehari dan minum berkali-kali.
Suami itu membujuk seraya membelai rambut istrinya yang mulai beruban: "Sayang, ayo kita cari---setidaknya tempat yang beratap. Rumah ini sudah mendapat pembelinya."
"Apa uang simpanan kita cukup?" tanya seorang istri seduh sedan.
"Aku tidak tahu! Kita bisa cari kontrakan yang termurah," jawab suami.
"Andai masih tidak cukup?" tambah istrinya kemudian.