Mohon tunggu...
Satriyo Wahyu Utomo
Satriyo Wahyu Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Egalite

Each works as its abilities, each takes as its needs | Instagram : @satriyowu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Konsensus Lingkungan Hidup Internasional dan Keterkaitannya dengan Implementasi Hukum di Indonesia

19 September 2023   23:25 Diperbarui: 19 September 2023   23:27 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Revolusi industri merupakan masa transisi sejarah umat manusia menuju pesatnya penggunaan teknologi sebagai alat bantu bekerja. Masa tersebut dimulai dengan pengenalan teknologi mesin uap, pembangunan pabrik, dan mekanisasi produksi tekstil. Lompatan perkembangan ini merubah sebagian besar ekonomi agraris-tradisional menjadi ekonomi industri yang didasarkan pada produksi massal yang memiliki tingkat produktivitas yang sangat tinggi.[1] Sampai  pada hari ini, revolusi memasuki gelombang keempat meliputi internet of things sampai pada kecerdasan buatan artificial intelligence. Masa revolusi industry tersebut memang menghasilkan dampak yang luar biasa besar dalam mode produksinya yang eksponensional karena dengan bantuin mesin-mesin yang dapat bekerja secara cepat dan akurat. 

 

Secara etimologis, teknologi memiliki arti keahlian dalam pengetahuan yang berjewantahkan alat-alat teknis yang mampu meningkatkan produktivitas kerja manusia. Sesuai pandangan tersebut, maka kehidupan manusia seharusnya semakin makmur dengan bantuan teknologi yang berkembang pesat. Namun, disisi lain terdapat suatu kondisi yang berbarengan dengan munculnya revolusi industry tersebut, yaitu global warming yang terjadi secara non-natural. Global warming ditandai dengan beberapa bencana seperti: 1)meningkatnya permukaan air laut dikarenakan mencairnya es di kedua kutub utara dan selatan; 2)peningkatan suhu rata-rata; dan 3)polusi udara pekat hingga mengubah warna udara.[2]

 

Global warming tersebut menjadi salah satu masalah yang paling urgensi karena menyangkut seluruh kehidupan makhluk hidup termasuk manusia di Bumi. Pemanasan global bahkan menggugah kesadaran pemerintah di setiap negara untuk mengambil sikap dan tindakan terhadap masalah tersebut. Dikutip dari laman resmi World Environment Day, Konferensi Stokcholm tahun 1972 merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama di dunia yang fokus pada pembahasan isu lingkungan. Konferensi ini menjadi konsensus negara-negara di dunia dalam memperhatikan isu lingkungan.

 

Konferensi Stockholm tidak berhenti disitu, tetapi ada tindak lanjut yang menghasilkan Stockhom Document yang mencantumkan prinsip-prinsip dan rekomendasi untuk perlindungan lingkungan dan menjadi titik awal bagi pembentukan badan PBB yang disebut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP). Selain itu, terdapat pula yang dalam satu dekade kebelakang seperti Perjanjian Iklim Praris (Paris Agreement). Konsensus tersebut selain dalam bentuk organisasi internasional, namun juga memiliki pengaruh terhadap upaya ratifikasi hukum di suatu negara.

 

Dilansir dari laman Perserikatan Bangsa-Bangsa, setidaknya terdapat enam isu yang diangkat dan ditetapkan pada Paris Agreement, yaitu:

 

  • Pembatasan Suhu Global
  •  
  • Membatasi peningkatan suhu global dengan tindakan konkret mengurangi emisi gas rumah kaca yang menjadi penyumbang utama pemanasan global;
  •  
  • Nationally Determined Contributions (NDCs)
  •  
  • Negara yang tergabung dalam konsesus ini menetapkan sendiri target pengurangan emisi mereka menyesuaikan dengan kondisi sosial-politik kontemporer dan ekonomi;
  •  
  • Transparansi dan Akuntabilitas
  •  
  • Penekanan terhadap keterbukaan progress report usaha melaksanakan perjanjian yang telah tertuang bagi negara yang saling bekerjasama;
  •  
  • Dukungan Keuangan
  •  
  • Bantuan finansial diperlukan antar negara untuk melakukan upaya penurunan emisi gas dan transformasi energi karena tidak semua negara mampu melaksanakan tujaun secara langsung;
  •  
  • Peninjauan Periodik
  •  
  • Untuk memastikan bahwa negara yang tergabung dalam konsensus bersama telah melaksanakan upaya penurunan emisi melalui pemantauan periodik;
  •  
  • Ratifikasi dan Implementasi
  •  
  • Perjanjian Paris diberlakukan pada tanggal 4 November 2016 dan setelah itu masing-masing negara mempersiapkan ratifikasi hukum untuk memasukan peraturan terakit upaya melaksanakan kebijakan lingkungan.
  •  

  •  
  •             Sebelum adanya konsensus Paris Agreement, sebetulnya DPR RI sudah mengesahkan UU PPLH (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang mengatur tentang pencegahan pencemaran dan kerusakan, penyelenggaraan evaluasi dampak lingkungan, pendanaan dan insentif lingkungan, keterlibatan masyarakat dan kerja sama internasional. Dengan adanya Undang-Undang tersebut maka pemerintah wajib melaksanakan ketentuan yang tertuang di dalamnya. Namun, implementasi Undang-Undang tersebut belum sepenuhnya terlaksana mengingat fakta di lapangan masih banyak kejadian yang justru bertolak belakang dengan isi ketentuan Undang-Undang.
  •  
  •             Kasus tentang pencegahan dan pencemaran masih banyak terjadi praktik pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh pabrik membuang limbah sembarang plus tidak dikelola terlebih dahulu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sebanyak 66.636 desa/kelurahan di Indonesia memiliki sungai. Dari jumlah itu, 16.487 desa/kelurahan memiliki sungai yang tercemar limbah.[3] Yayasan Konservasi dan Lahan Basah melalui direkturnya pernah memberikan somasi kepada Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jawa Tengah, dan Gubernur Jawa Barat atas krisis pencemaran air sungai.[4] Somasi tersebut dilayangkan karena Yayasan tersebut menilai ketidakseriusan Gubernur untuk memperhatikan masalah pencemaran di sungai-sungai yang berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

 

Di Riau, sering terjadi kasus penyuapan izin alih fungsi hutan oleh Korporasi terhadap pemerintah setempat untuk menerbitkan izin alih fungsi. Jelas praktik tersebut melanggar UU PPLH yang telah diketok karena hutan tersebut notabene masuk dalam jenis hutan konservasi alam. Pada tahun 2014, KPK melimpahkan berkas-berkas bukti penyuapan Manager PT Duta Palma Group 2014, Suheri Terta, dalam kasus suap izin pengajuan revisi alih fungsi hutan Provinsi Riau 2014 agar segera disidangkan.[5] Suap tersebut mustahil tidak melibatkan pemangku kebijakan di daerah tersebut. Dalam pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK selanjutnya menemukan uang sebanyak 2 miliar rupiah dan menetapkan dua tersangka lain, yaitu mantan Gubernur Riau Annas Maamun dan Gulat Medali Emas Manurung sebagai Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia

 

Preseden tersebut cukup membutkikan bahwa penerapan UU PPLH di Indonsia kurang maksimal dikarenakan banyaknya conflict of interest di kalangan korporasi dan parahnya didukung oleh birokrasi yang korup sehingga tata lingkungan hidup menjadi semakin buruk waktu ke waktu. Hal tersebut diprediksi akan semakin parah dengan disahkannya UU Ciptaker (Undang-Undang Cipta Kerja). UU  PPLH  yang memiliki subtansi hukum yang melindungi masyarakat dari bencana ditimbulkan dari aspek pembangunan, di lain sisi, UU PPLH diubah pada beberapa pasal yang bertautan dengan prosedur birokrasi dengan harapan akan mempermudah perizinan  investasi. Naif jika mengatakan bahwa penderegulasian tersebut tidak akan membawa resiko pada pencemaran lingkungan karena RUU Cipker mencoba menyederhanakan prosuder birokrasi yang berhubungan dengan tata kelola lingkungan. Debirokratisasi tersebut berpotensi menimbulkan banyak oknum yang menyepelekan prosedur analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) akibat dari sistematika pembuatan hukum yang sebelumnya berbasis regulasi (Licence Approach) menjadi berbasis resiko (Risk-Based Approach).[6] Pendekatan regulasi dirubah dengan dalil membenai kegiatan usaha dan untuk memberikan efektivitas dan efisiensi. 

AMDAL diperlukan sebagai izin sebelum dilakukan pembangunan startegis karena memuat kajian ilmiah-saintifik mengenai dampak-dampak yang akan terjadi pada lingkungan, khsuusnya penekanan perhatian terhadap masyarakat sekitar yang terkena efek pembangunan. Pada pasal 23 ayat 1 terkait perubahan pasal 1 angka 11 UU Ciptaker  diubah menjadi "analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentnag penyelenggaraan kegiatan usaha". Logis jika kekhawatiran terhadap UU Ciptaker akan membatalkan upaya pelestarian lingkungan dan malah berpotensi memburuk keadaan yang sudah ada. Amdal yang awalnya bersifat wajib dilakukan untuk memenuhi persyaratan izin kegiatan usaha hanya menjadi sebatas pertimbangan belaka yang berarti sah-sah saja jika birokrasi melompati amdal.

 

Contohnya unjuk rasa warga RT 04 Kelurahan Anggoeya, Kendari yang memprotes pengembang Perumahan Nur Hidayah Residence II. Protes warga tersebut lantaran pihak pengembang melakukan aktivitas pembangunan perumahan yang mengakibatkan banjir lumpur meluap ke pemukiman warga hingga ke jalan raya saat musim hujan.[7] Menanggapi protes warga tersebut Sekretaris Komisi III DPRD Kota Kendari Hasbulan bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kendari, Dinas Perumahan, dan juga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ( DPMPTSP ) melakukan survey langsung ke lokasi perumahan, dan mendapatkan pihak pengembang melakukan pembangunan tanpa memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Peristiwa tersebut bukan tanpa adanya keterkaitan dengan UU Ciptaker yang merubah haluan amdal yang awalnya wajib menjadi opsional saja. 

Pelaksanaan Undang-Undang memang tidak bisa diharapkan sepenuhnya pada jajaran pemerintahan karena potensi oknum membiarkan absennya amdal pada beberapa pembangunan sangat tinggi, apalagi dengan perubahan pendekatan di dalam UU Ciptaker. Lord Acton dengan perspektif kekuasaan cenderung korup, dan Albert Camus yang mengatakan bahwa kebebasan harus diraih dengan uniti alih-alih berupa hadiah dari pemerintah menjadi valid. Maka, partisipasi masyarakat secara tekun diperlukan untuk menangkal implementasi kebijakan yang berpotensi merongrong lingkungan hidup kita semua. 

Daftar Pustaka

(n.d.). Data Badan Pusat Statistik 2022.

Ferdiansyah, B. (2020). Tersangka suap izin alih fungsi hutan di Riau segera disidangkan.

Irham, M. (2023). Abaikan Amdal, Pengembang Perumahan Nur Hidayah Residence II Disoal Warga Anggoeya.

Muhammad Ilham Nur, N. F. (2021). PERSETUJUAN LINGKUNGAN DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DAN DAMPAK DARI UU CIPTAKER BAGI LINGKUNGAN.

Mustika, P. R. (2022). Tiga Gubernur di Jawa Disomasi atas Krisis Air Sungai dan Sampah.

Tafawa, A. (2013). Climate Change and Global Warming Signs Impact.

Yuqian Lu a, B. V.-H. (2021). Industry 4.0 and Industry 5.0---Inception, conception and perception.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun