Mohon tunggu...
Satriyo Wahyu Utomo
Satriyo Wahyu Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Egalite

Each works as its abilities, each takes as its needs | Instagram : @satriyowu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Konsensus Lingkungan Hidup Internasional dan Keterkaitannya dengan Implementasi Hukum di Indonesia

19 September 2023   23:25 Diperbarui: 19 September 2023   23:27 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Riau, sering terjadi kasus penyuapan izin alih fungsi hutan oleh Korporasi terhadap pemerintah setempat untuk menerbitkan izin alih fungsi. Jelas praktik tersebut melanggar UU PPLH yang telah diketok karena hutan tersebut notabene masuk dalam jenis hutan konservasi alam. Pada tahun 2014, KPK melimpahkan berkas-berkas bukti penyuapan Manager PT Duta Palma Group 2014, Suheri Terta, dalam kasus suap izin pengajuan revisi alih fungsi hutan Provinsi Riau 2014 agar segera disidangkan.[5] Suap tersebut mustahil tidak melibatkan pemangku kebijakan di daerah tersebut. Dalam pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK selanjutnya menemukan uang sebanyak 2 miliar rupiah dan menetapkan dua tersangka lain, yaitu mantan Gubernur Riau Annas Maamun dan Gulat Medali Emas Manurung sebagai Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia

 

Preseden tersebut cukup membutkikan bahwa penerapan UU PPLH di Indonsia kurang maksimal dikarenakan banyaknya conflict of interest di kalangan korporasi dan parahnya didukung oleh birokrasi yang korup sehingga tata lingkungan hidup menjadi semakin buruk waktu ke waktu. Hal tersebut diprediksi akan semakin parah dengan disahkannya UU Ciptaker (Undang-Undang Cipta Kerja). UU  PPLH  yang memiliki subtansi hukum yang melindungi masyarakat dari bencana ditimbulkan dari aspek pembangunan, di lain sisi, UU PPLH diubah pada beberapa pasal yang bertautan dengan prosedur birokrasi dengan harapan akan mempermudah perizinan  investasi. Naif jika mengatakan bahwa penderegulasian tersebut tidak akan membawa resiko pada pencemaran lingkungan karena RUU Cipker mencoba menyederhanakan prosuder birokrasi yang berhubungan dengan tata kelola lingkungan. Debirokratisasi tersebut berpotensi menimbulkan banyak oknum yang menyepelekan prosedur analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) akibat dari sistematika pembuatan hukum yang sebelumnya berbasis regulasi (Licence Approach) menjadi berbasis resiko (Risk-Based Approach).[6] Pendekatan regulasi dirubah dengan dalil membenai kegiatan usaha dan untuk memberikan efektivitas dan efisiensi. 

AMDAL diperlukan sebagai izin sebelum dilakukan pembangunan startegis karena memuat kajian ilmiah-saintifik mengenai dampak-dampak yang akan terjadi pada lingkungan, khsuusnya penekanan perhatian terhadap masyarakat sekitar yang terkena efek pembangunan. Pada pasal 23 ayat 1 terkait perubahan pasal 1 angka 11 UU Ciptaker  diubah menjadi "analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentnag penyelenggaraan kegiatan usaha". Logis jika kekhawatiran terhadap UU Ciptaker akan membatalkan upaya pelestarian lingkungan dan malah berpotensi memburuk keadaan yang sudah ada. Amdal yang awalnya bersifat wajib dilakukan untuk memenuhi persyaratan izin kegiatan usaha hanya menjadi sebatas pertimbangan belaka yang berarti sah-sah saja jika birokrasi melompati amdal.

 

Contohnya unjuk rasa warga RT 04 Kelurahan Anggoeya, Kendari yang memprotes pengembang Perumahan Nur Hidayah Residence II. Protes warga tersebut lantaran pihak pengembang melakukan aktivitas pembangunan perumahan yang mengakibatkan banjir lumpur meluap ke pemukiman warga hingga ke jalan raya saat musim hujan.[7] Menanggapi protes warga tersebut Sekretaris Komisi III DPRD Kota Kendari Hasbulan bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kendari, Dinas Perumahan, dan juga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ( DPMPTSP ) melakukan survey langsung ke lokasi perumahan, dan mendapatkan pihak pengembang melakukan pembangunan tanpa memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Peristiwa tersebut bukan tanpa adanya keterkaitan dengan UU Ciptaker yang merubah haluan amdal yang awalnya wajib menjadi opsional saja. 

Pelaksanaan Undang-Undang memang tidak bisa diharapkan sepenuhnya pada jajaran pemerintahan karena potensi oknum membiarkan absennya amdal pada beberapa pembangunan sangat tinggi, apalagi dengan perubahan pendekatan di dalam UU Ciptaker. Lord Acton dengan perspektif kekuasaan cenderung korup, dan Albert Camus yang mengatakan bahwa kebebasan harus diraih dengan uniti alih-alih berupa hadiah dari pemerintah menjadi valid. Maka, partisipasi masyarakat secara tekun diperlukan untuk menangkal implementasi kebijakan yang berpotensi merongrong lingkungan hidup kita semua. 

Daftar Pustaka

(n.d.). Data Badan Pusat Statistik 2022.

Ferdiansyah, B. (2020). Tersangka suap izin alih fungsi hutan di Riau segera disidangkan.

Irham, M. (2023). Abaikan Amdal, Pengembang Perumahan Nur Hidayah Residence II Disoal Warga Anggoeya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun