Namun, rumusan ini masih menyisakan masalah. Bagi kelompok non-Muslim, terutama dari wilayah timur Indonesia, sila pertama dianggap terlalu eksklusif dan bisa mengancam persatuan nasional (Azra, 2006). Ini menunjukkan betapa sulitnya mencapai konsensus yang benar-benar inklusif di tengah keberagaman Indonesia.
•Proklamasi dan Perubahan: Pancasila sebagai Konsensus Akhir
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Hanya sehari setelah itu, pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menggelar sidang untuk meresmikan dasar negara.Â
Dalam sidang ini, muncul desakan dari beberapa tokoh non-Muslim agar sila pertama dalam Piagam Jakarta diubah. Setelah diskusi intensif, demi menjaga persatuan bangsa, frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus dan diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" (Nasution, 2007).
Perubahan ini mencerminkan kompromi besar yang dilakukan demi menjaga keutuhan bangsa yang baru saja merdeka. Pancasila, dalam bentuk yang kita kenal sekarang, akhirnya disepakati sebagai dasar negara.
 Ia bukanlah hasil dari kemenangan satu kelompok di atas kelompok lain, melainkan konsensus yang dicapai melalui dialog panjang antara berbagai pandangan (Wahjono, 1986).
•Pancasila sebagai Landasan Persatuan
Keputusan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara adalah langkah penting dalam menjaga integritas Indonesia sebagai negara yang majemuk. Pancasila berhasil memadukan nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh semua kelompok, baik yang berorientasi nasionalis, religius, maupun dari berbagai suku, agama, dan golongan (Anwar, 2010).
Menurut Mulder (1996), Pancasila mencerminkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Ini adalah cermin dari kebersamaan dalam perbedaan, di mana tiap-tiap sila dalam Pancasila menyuarakan aspirasi semua golongan, tanpa mendominasi satu kelompok atas yang lain.
Di masa-masa krusial tersebut, kompromi politik yang terjadi di BPUPKI dan PPKI menjadi bukti bahwa perbedaan pandangan bisa diselesaikan melalui dialog. Pancasila lahir dari prinsip dasar musyawarah untuk mufakat, yang kemudian menjadi salah satu karakteristik demokrasi Indonesia (Syahrani, 2014).
•Relevansi Pancasila di Era Modern