Pendahuluan
Proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara tidak bisa dilepaskan dari dinamika perdebatan di sidang BPUPKI pada tahun 1945. Dalam suasana yang penuh harapan menuju kemerdekaan, berbagai kelompok dengan latar belakang ideologi dan kepentingan berbeda mencoba merumuskan dasar yang mampu mewakili seluruh elemen masyarakat. Sidang ini menjadi bukti bagaimana kemajemukan bangsa Indonesia dapat dikelola melalui musyawarah dan kompromi. Hasil akhirnya adalah Pancasila, sebuah konsensus yang tidak hanya merefleksikan keberagaman tetapi juga menjadi landasan persatuan nasional.
Permasalahan
Bagaimana proses perdebatan di sidang BPUPKI yang melibatkan berbagai pandangan dapat menghasilkan Pancasila sebagai dasar negara? Apa saja tantangan yang muncul dalam menjembatani perbedaan, dan bagaimana keputusan akhir tersebut dapat diterima oleh semua pihak? Selain itu, bagaimana Pancasila sebagai hasil kompromi tetap relevan dalam menghadapi tantangan di era modern?
•Awal Perdebatan: Nasionalis vs. Religius
Sidang BPUPKI yang dimulai pada bulan Mei 1945 mempertemukan berbagai pemikiran dari tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, hingga Muhammad Yamin. Salah satu isu besar yang mendominasi sidang adalah bagaimana menentukan dasar negara yang bisa diterima oleh semua kelompok, baik yang sekuler maupun yang religius.
Kelompok nasionalis menginginkan dasar negara yang bersifat inklusif dan dapat merangkul seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang agama atau kepercayaan tertentu.Â
Di sisi lain, kelompok religius, terutama dari kalangan Islam, menginginkan dasar negara yang mencerminkan nilai-nilai Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim (Anwar, 2010). Perbedaan ini menimbulkan perdebatan sengit, terutama mengenai peran agama dalam negara.
•Piagam Jakarta: Kompromi Awal
Perdebatan tentang dasar negara mencapai puncaknya ketika Panitia Sembilan yang terdiri dari tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo dibentuk untuk mencari titik temu. Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan menyusun dokumen yang dikenal sebagai Piagam Jakarta, yang mencantumkan rumusan Pancasila versi awal. Dalam dokumen ini, sila pertama berbunyi: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.