Thaybah mengamati beberapa perbedaan utama antara Sri Lanka dan Indonesia. "Sri Lanka memiliki masyarakat multi-etnis, tetapi di sini, meskipun ada banyak sekali perbedaan, tampaknya ada elemen pemersatu di antaranya," katanya. Dan "Infrastruktur di sini memiliki skala yang jauh lebih besar, dan lingkungan yang ramah terhadap umat Muslim sangat melegakan. Saya tidak perlu berpikir dua kali untuk mencari makanan halal."
Adaptasi kuliner, bagaimanapun, relatif mudah baginya. "Makanan Indonesia berkisar pada nasi, yang mirip dengan Sri Lanka. Namun tekstur dan persiapannya berbeda. Di sini, nasinya lebih padat," jelasnya. Makanan favoritnya adalah nasi goreng sapi dan sate padang. "Kebanyakan hidangan berbahan dasar daging sapi adalah favorit saya," akunya sambil tersenyum. Meskipun menikmati cita rasa lokal, ia menyadari adanya perubahan dalam kebiasaan makannya. "Nafsu makan saya pasti berubah, dan saya makan lebih sedikit sayuran-sesuatu yang tidak akan membuat ibu saya senang!" candanya, sambil menambahkan bahwa ia tetap berusaha untuk menjaga pola makan yang seimbang.
Kehidupan Sehari-hari sebagai Mahasiswa Internasional
Kehidupan sebagai mahasiswa internasional memiliki pasang surut. "Sebagian besar hari terasa menyenangkan, tetapi ada hari-hari yang membuat saya mempertanyakan segalanya dan merasa rindu rumah," kata Thaybah. "Tetapi ini adalah sebuah proses, dan saya bersyukur atas kesempatan ini. Saya yakin saya telah membuat keputusan yang tepat."
Perjalanannya untuk mengatasi culture shock melibatkan upaya-upaya kecil dan konsisten. "Saya masih mencari tahu banyak hal," katanya dengan jujur. Menjadi bagian dari Asosiasi Mahasiswa Internasional di President University telah menjadi sumber dukungan. "Asosiasi ini membantu dalam memahami lingkungan dan menjembatani kesenjangan budaya."
Thaybah juga berbagi tentang bagaimana rutinitas hariannya termasuk menyeimbangkan antara akademis dan pengembangan diri. "Ini bukan hanya tentang studi; ini tentang belajar mengelola semuanya secara mandiri untuk pertama kalinya," katanya.
Menjembatani Kesenjangan Komunikasi
Bimbingan bahasa dan budaya dari teman-teman Indonesia sangat berharga. "Mereka mengajari saya kata-kata sehari-hari, yang membuat komunikasi menjadi lebih mudah. Mereka juga membantu saat kami keluar - seperti memesan makanan atau memahami lingkungan sekitar. Mereka selalu ada saat saya bingung," katanya dengan penuh rasa syukur. "Memiliki sekelompok teman yang mendukung telah membuat transisi menjadi lebih lancar."
Wawasan Teoritis: Memahami Culture Shock