Terlihat jelas bahwa dari tanggal 1 s.d. 31 Oktober, CIA bingung sendiri dengan apa yang terjadi di Jakarta. Mereka sibuk mengumpulkan data-data dan melakukan analisis intelijen. Terlihat jelas bahwa mereka, pada periode tersebut, tidak memiliki kontak intelijen dengan AD. Juga terlihat jelas bahwa CIA tidak mendalangi dan mensupervisi terjadinya G30S secara langsung.
Kontak antara CIA dengan AD baru terjadi pada tanggal 1 November 1965, setelah dihubungi oleh Brigjen Sukendro, perwira intel MBAD di bawah Menpangad Soeharto.
Beberapa poin pentingnya adalah:
12.1. Tanggal 6 Oktober 1965, setelah keluar berita-berita di media massa bahwa G30S dipimpin oleh Letkol Untung, CIA mengatakan bahwa mereka tak percaya Letkol Untung adalah pemimpinnya. Mereka mempertanyakan siapa dalang sesungguhnya (sumber: “Intelligence Memorandum, Washington, October 6, 1965 butir 15).
12.2. Selanjutnya, pada memo yang sama, CIA tak percaya bahwa Aidit (Ketua PKI) menyetujui pembunuhan para jenderal (ibid., butir 18)
12.4. Tanggal 1 November 1965, Sekretariat Negara AS menyatakan sudah memiliki kontak dengan AD melalui Brigjen Sukendro, perwira intel di bawah Menpangad Mayjen Soeharto. Setneg meminta Kedubes di Indonesia agar memelihara hubungan (sumber: Telegram from the Department of State to the Embassy in Indonesia, Washington, November 1, 1965 butir 1).
12.5. Tanggal 10 Maret 1966, Dubes Green melapor pada Sekretariat Negara AS bahwa ia dihubungi oleh Menteri Adam Malik. Pak Menteri tampak dalam kondisi percaya diri, sambil mengatakan bahwa perkembangan situasi sangat bagus, dimana 22 batalyon di bawah Soeharto siap digerakkan kapan saja di wilayah Jakarta.
Green bertanya pada Malik tentang rumor bahwa Soekarno akan segera menyingkirkan Soeharto.
Adam Malik menjawab bahwa mungkin saja Soekarno menyingkirkan Soeharto dan/atau Ibrahim Adjie (salah satu atau keduanya). Malik berharap Soekarno akan menyingkirkan mereka, karena memang itu langkah yang diharapkan AD, agar ada alasan untuk menyerang balik Presiden secara fisik.