Mengapa Sutoyo jadi target, padahal ia hanya Oditur yang ngurusi kasus hukum militer, termasuk kasus korupsi perwira?
KETIGA: jika tujuan G30S adalah untuk kudeta di Jakarta, yang mustinya dijadikan target bukanlah 5 anggota SUAD yang tak punya pasukan. Secara logis, yang harusnya "diamankan" adalah komando yang punya pasukan dan/atau yang bisa mendatangkan pasukan, yakni Pangdam V Jaya dan Pangkostrad.
KEEMPAT: mengapa yang jadi target seluruhnya dari AD? Apakah ini coup d'état (=negara)? Ataukah putsch (perebutan pimpinan militer di tubuh AD akibat konflik faksi-faksi internal)?
KELIMA: ketujuh jenderal itu “kebetulan” sama dengan enam jenderal yang memeriksa dugaan korupsi Kol. Soeharto di Kodam Diponegoro tahun 1958 (referensi disini). Dan satu jenderal lagi, D.I. Panjaitan, “kebetulan” adalah yang membuka kasus tersebut dan menentang Soeharto ketika dicalonkan jadi Ketua Senat di Seskoad (referensi disini).
8.2. Laporan G30S ke Pangkostrad
Waktu sidang di Mahmilub, Kol. Latief bersaksi bahwa sebelum peristiwa G30S, ia dua kali bertemu dengan Pangkostrad Soeharto. Pertama, tanggal 29 September 1965 Latief beserta istri berkunjung ke rumah Soeharto di Jalan H. Agus Salim. Ia menanyakan info mengenai rencana kup Dewan Jenderal, sekaligus melaporkan. Soeharto menjawab bahwa ia sudah dengar sehari sebelumnya, dari anak buahnya di Yogya yang bernama Subagiyo. Ia mengatakan akan menyelidiki lebih lanjut (sumber: Latief, Pledoi Kol. A.Latief, hlm 129).
Pertemuan kedua terjadi tanggal 30 September malam, 4 jam sebelum penculikan jenderal (sebelum Latief bergabung ke Halim malam itu). Ia menemui Soeharto di RSPAD, yang saat itu tengah merawat anaknya (Tommy) yang ketumpahan sop. Menurut Latief, ia lapor karena menganggap Soeharto adalah loyalis Soekarno yang akan jadi salah satu pimpinan AD jika G30S berhasil dan Presiden menindak ketujuh jenderal yang diculik. Disamping itu, ia lapor mewakili Letkol Untung dan Brigjen Supardjo -- yang sebelumnya datang ke rumahnya malam itu dan memintanya lapor ke Pangkostrad, karena Latief dianggap yang paling dekat dengan Soeharto -- agar Soeharto dapat dimintai bantuan jika terjadi apa-apa (sumber: ibid.).
Soeharto sendiri mengakui pertemuan dengan Latief di RSPAD tanggal 30 September menjelang tengah malam itu. Tapi ucapannya tidak konsisten tentang apa tujuan Latief menemuinya.
Dalam wawancara dengan Arnold Brackman (jurnalis AS) tahun 1968, Soeharto mengatakan, “Lucu juga kalau diingat kembali. Saya ingat Kolonel Latief datang ke rumah sakit malam itu, untuk menanyakan kesehatan anak saya. Saya terharu atas keprihatinannya.”
Pada kesempatan lain, ketika diwawancarai Der Spiegel tahun 1970, Soeharto bicaranya beda lagi, "Pada jam 11 malam Kolonel Latief, seorang dari komplotan kup itu, datang ke rumah sakit untuk membunuh saya. Tetapi akhirnya ia tidak melaksanakan rencananya, karena tidak berani melakukannya di tempat umum".