Ketidaksiapan sekolah sering kali menjadi hambatan dalam menjalankan Kurikulum Merdeka. Misalnya, beberapa fasilitas seperti komputer di laboratorium sering kali tidak berfungsi, sehingga proses belajar menjadi terhambat.
Selain itu, beberapa guru terlihat masih belum terbiasa dengan metode pengajaran yang baru. Sebagai siswa, kami kadang merasa bingung ketika guru tampak kurang percaya diri atau tidak tahu cara menjelaskan materi yang sesuai dengan pendekatan kurikulum ini. Hal ini membuat kami berharap ada lebih banyak pelatihan untuk guru, sehingga mereka bisa mendukung pembelajaran kami dengan lebih baik.
6. Siswa sering dituntut menghasilkan produk dalam waktu terbatas
Salah satu tantangan terbesar bagi kami adalah waktu yang terbatas untuk menyelesaikan proyek-proyek yang diminta. Sering kali, tugas-tugas tersebut harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara kami juga harus mengerjakan tugas lain dari pelajaran yang berbeda.
Sebagai contoh, ketika diminta membuat karya seni untuk P5, kami hanya diberi beberapa hari untuk menyelesaikannya. Akibatnya, hasil karya kami sering kali terasa kurang maksimal karena terlalu terburu-buru. Situasi ini membuat kami merasa belajar hanya untuk memenuhi target, bukan benar-benar memahami prosesnya dengan baik.
Kurikulum Merdeka membawa banyak perubahan positif dalam proses belajar, terutama dalam hal kreativitas dan keterlibatan siswa. Namun, tantangan-tantangan seperti keterbatasan fasilitas, waktu, dan biaya masih perlu diatasi agar implementasi kurikulum ini dapat berjalan dengan maksimal. Dengan dukungan yang tepat, Kurikulum Merdeka berpotensi menciptakan generasi yang lebih mandiri dan kreatif. Bagaimana menurut Anda? Apakah kurikulum ini sudah cukup memberikan manfaat sesuai harapan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H