Salah satu upaya penguatan civil society adalah melalui jalur literasi, pendidikan, dan kebudayaan. Dalam konteks itulah, profesi penulis yang mencipta, mengembangkan, menyebarkan, dan mensosialisasikan berbagai gagasan di tengah publik, sangat penting dan krusial.
Hal itu menjadi catatan penting, ketika persatuan penulis Indonesia, Satupena, mengadakan Rapat Umum Anggota (kongres) yang pertama sejak didirikan pada 2017. Kongres satu hari yang berlangsung pada Ahad (15/8/2021) itu diikuti hampir 200 penulis secara daring dan luring.
Kongres Satupena menerima pidato pertanggungjawaban Ketua Umum Dr. Nasir Tamara. Kongres juga secara aklamasi telah memilih Dewan Formatur, yang bertugas membentuk kepengurusan baru dalam waktu seminggu ke depan.
Terlepas dari proses organisasi itu, tulisan ini ingin membahas lebih lanjut tentang pentingnya profesi penulis, sebagai agen penguatan civil society kita. Tulisan ini mengutip informasi dan data yang disampaikan oleh Nasir Tamara dalam pidato pertanggungjawabannya.
Dalam pidatonya, Nasir mengungkapan, sudah terbukti bahwa semua negara maju dan makmur dengan peradaban unggul di Eropa, Amerika, dan Asia selalu sangat menghargai para penulisnya. Dari para cendekiawan penulis, sejak ribuan tahun lalu, bangsa-bangsa itu mendapat ilmu pengetahuan sehingga negara mereka menjadi maju.
Namun di Indonesia, sampai akhir 2020 profesi penulis tidak ada dalam matriks profesi Indonesia. Maka di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), para petugas pembuat kartu sering menolak menuliskan profesi penulis di KTP. Mereka menyarankan aplikan untuk menulis jenis profesi lain. Misalnya, sebagai wartawan atau penerbit, pegawai negeri, mahasiswa, swasta, dan sebagainya.
Ketiadaan status profesi itu berdampak besar bagi kurang berkembangnya profesi penulis. Berkat kerja keras Satupena melobi pemerintah dan parlemen selama hampir empat tahun, sejak awal 2021, profesi penulis resmi masuk di Buku Klasifikasi Profesi Indonesia, artinya profesi penulis diakui pemerintah.
Legal dan Dilindungi UU
Dengan keputusan ini, para penulis berhak membuat bisnis yang legal dan dilindungi oleh undang-undang yang berkaitan dengan profesi tulis menulis dan seluruh turunannya. Termasuk perlindungan Intellectual Property, hak cipta, pendidikan dan latihan, pemasaran, promosi dan pajak yang adil.
Dorongan idealisme penulis yang kuat menjadi mata air bagi banyak penulis di Indonesia, untuk tetap berkarya di tengah minimnya apresiasi. Banyak penulis yang "jauh lebih khawatir jika ia tidak membuat tulisan, dibandingkan memikirkan besaran royalti yang diterima, ataupun besaran pajak yang harus dibayarkan."
Menulis memang bukan profesi biasa. Ini adalah profesi yang sangat mulia. Menulis adalah panggilan hidup. Seseorang menulis karena ada yang ingin disampaikan kepada masyarakat, yang terkait pula dengan idealisme untuk ikut membangun peradaban unggul.
Atas dasar itu, maka dipandang perlu oleh Satupena untuk memberikan hadiah dan penghargaan bagi belasan penulis terbaik Indonesia, yang belum pernah menerima penghargaan dan hadiah sebagai penulis dari institusi manapun. Para penerima terdiri dari penulis fiksi, penulis non fiksi dan hadiah Life Time Achievement Award. Ini sesuai dengan sifat organisasi Satupena, yang menghimpun para penulis lintas genre.
Banyak orang sanggup berpikir, namun sangat sedikit yang mampu menuliskannya dalam buku. Padahal, pekerjaan sebagai penulis di Indonesia bukanlah profesi yang mudah. Hal ini karena secara ekonomi, penghasilan dari penjualan buku tidak cukup untuk dijadikan satu-satunya sumber penghasilan. Untuk satu keluarga dengan dua anak, orang harus sangat giat dan terus menulis agar dapur "ngebul."
Semestinya ada bantuan dari pemerintah kepada para penulis, yang bentuknya dapat bermacam-macam. Seperti, pembebasan pajak penghasilan, bantuan dana penerjemahan karya ke bahasa asing, bantuan keuangan pada saat ia sedang menulis buku, dan pemberian pensiun setelah usia penulis di atas 60 tahun, seperti diterapkan di dunia Barat dan Malaysia.
Ekosistem Dunia Menulis
Tugas asosiasi Satupena adalah memperjuangkan kepentingan para penulis Indonesia, serta menjaga harkat dan martabat mereka. Tujuan lain adalah menciptakan ekosistem dunia menulis dan memberi kesempatan kepada semua pihak untuk terlibat, dengan menjembatani berbagai keperluan para penulis maupun untuk menciptakan kebanggaan negeri.
Organisasi penulis ini bersepakat, kemajemukan, keragaman, kebhinnekaan Nusantara, harus tetap lestari dan perlu disebarkan melalui aktivitas menulis. Untuk itu, Satupena menjalankan maklumat bahwa menulis bukan sekadar tindakan individu, tetapi juga menjadikan peradaban dunia jauh lebih baik.
Para penulis Indonesia tentunya ikut berpartisipasi bersama semua anak bangsa, untuk memajukan bangsa dan membangun sebuah peradaban unggul di Indonesia
Selama empat tahun sejak berdirinya, Satupena telah hadir sebagai sebuah organisasi yang bersifat paguyuban, tetapi dikelola dengan tata kelola organisasi yang baik. Hasilnya, dari sebuah organisasi yang tidak dikenal, kini Satupena menjadi organisasi besar secara nasional, yang dikenal secara internasional.
Hubungan dengan asosiasi penulis internasional juga dijalin. Satupena mendapat kunjungan dari Asosiasi Penulis Tiongkok pada 2019. Ketua Umum Satupena juga mengunjungi asosiasi penulis Malaysia Pena dan Gapena, serta mengikuti Singapore Writers Festival. Kunjungan berikutnya ke kantor pusat International Author Forum (IAF), London, Inggris, asosiasi penulis Prancis SGDL di Paris, dan asosiasi penulis Italia di Roma.
Meski pun usia Satupena masih muda, perjuangannya membela para penulis telah mendapat apresiasi dari Peter Carey, penulis banyak buku termasuk biografi Pangeran Diponegoro. Akademisi dari Oxford University ini menulis kepada Satupena, "Thanks for kind and helpful defence of my interests during this recent 'twitter storm' or 'storm in a tea cup,'" setelah organisasi ini mengambil sikap membela kebebasan menulis dalam polemik biografi Diponegoro.
Dalam komunitas Satupena, para anggota juga saling membantu ketika ada bencana alam seperti gempa bumi di Lombok. Juga, tatkala ada anggota yang sakit memerlukan pengobatan, dan untuk membantu memenuhi keperluan sehari-hari pada saat krisis ekonomi. Para anggota yang berkesanggupan juga saling membagi buku secara gratis.
Dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, diharapkan organisasi penulis Satupena tetap hadir dan lestari. Hal ini penting, mengingat perannya sebagai salah satu elemen civil society yang menghimpun ratusan penulis di Indonesia. (Satrio Arismunandar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H