Aspek yang perlu digarisbawahi terkait praktik jurnalisme di sini adalah pentingnya pemilihan nara sumber yang tepat. Para jurnalis harus cermat dan hati-hati dalam memilih nara sumber, karena ucapan nara sumber itu akan disebarkan ke publik.
Pernyataan nara sumber bisa berpengaruh ke publik. Apalagi jika narasumber itu adalah selebritas atau tokoh terkenal. Entah dia artis, fotomodel, bintang film, anggota DPR RI, dan sebagainya. Arzeti memenuhi ciri-ciri nara sumber semacam itu.
Kompetensi Nara Sumber
Dalam hal liputan semacam, ini, jurnalis harus melihat beberapa hal pada diri si nara sumber dan kecocokannya dengan topik liputan yang dibahas.
Pertama, soal kapasitas. Dalam kapasitas apa dan di level mana si nara sumber itu bicara? Dalam kasus Arzeti, apakah dia bicara selaku seorang ibu rumah tangga dengan sekian anak, sebagai foto model, bintang film, atau sebagai anggota DPR RI? Apakah kapasitasnya cocok dengan materi yang dibicarakan?
Sebagai contoh, jurnalis boleh mewawancarai seorang pemilik warung tegal, untuk melihat gambaran sekilas tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap pengusaha ekonomi mikro.
Tetapi, jika si jurnalis ingin melihat prospek ekonomi makro Indonesia, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan, tentunya sangat tidak pas jika dia mengandalkan pada wawancara dengan seorang pemilik warung kecil. Dia mungkin perlu mewawancarai pakar ekonomi dari UI, LIPI, INDEF atau CSIS.
Kedua, soal kompetensi. Apakah nara sumber memiliki kompetensi untuk membahas materi bersangkutan? Arzeti jelas memiliki kompetensi dalam hal dunia foto model dan keartisan, yang sudah dijalaninya selama bertahun-tahun sebelum menjadi anggota DPR RI.
Tetapi apakah dia memiliki kompetensi untuk bicara tentang bahaya BPA di air kemasan dalam galon isi ulang? Tentang dampak BPA terhadap kesehatan anak dan ibu hamil? Apakah latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya menunjang untuk membahas soal dampak BPA itu?
Ketiga, soal otoritas dan kewenangan. Seorang nara sumber seharusnya sadar diri dan hanya bicara dalam batas-batas otoritas dan kewenangannya. Bukan malah omong besar.
Soal Kredibilitas Nara Sumber