Kewajiban utama media dan jurnalis adalah menyampaikan kebenaran. Media dan jurnalis seharusnya memberi informasi yang akurat, sesuai fakta, proporsional, dan memberi pencerahan buat masyarakat. Tetapi benarkah demikian dalam praktiknya? Sayang sekali, tidak. Kenyataannya, ada saja jurnalis yang menyalahgunakan profesinya, dan secara sengaja --bahkan sistematis-- menyebarkan hoaks dan disinformasi.
Tujuan penyebaran hoaks dan informasi oleh jurnalis bisa bermacam-macam. Bisa untuk sekadar mencari sensasi, mengejar klik (click bait) di media online, memperbanyak tiras di media cetak, atau mengejar rating di media radio dan TV, yang ujung-ujungnya untuk menggaet pemasang iklan.
Namun, yang lebih berbahaya adalah jika media atau jurnalis itu punya agenda tertentu, yang sebetulnya sudah di luar ranah jurnalisme. Agenda itu, misalnya, adalah menjadi alat kepentingan kelompok tertentu. Kepentingan itu bisa bersifat politik. Seperti, menjatuhkan politisi yang jadi pesaing dalam Pilkada.
Tetapi bisa juga bersifat ekonomi. Seperti, untuk menjatuhkan produk tertentu dan memenangkan produk lain dalam persaingan bisnis. Agenda-agenda semacam itu adalah praktik yang tercela dan melanggar kode etik jurnalistik.
Dalam kaitan agenda semacam itu, tampaknya ada kasus yang melibatkan perkumpulan jurnalis, yang menamakan diri Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL). Sejauh yang terpantau, JPKL sejak November 2020 telah "berkampanye" menyebarkan hoaks dan disinformasi tentang bahaya air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang, yang dikatakannya mengandung BPA yang berbahaya bagi anak-anak.
Apa itu BPA? Bisphenol A, yang biasa disebut BPA, adalah substansi yang biasa digunakan dalam pembuatan bahan dan barang tertentu, yang dimaksudkan untuk bersentuhan dengan makanan. Seperti, plastik polikarbonat dan resin epoksi, yang digunakan dalam pernis dan pelapis. BPA digunakan antara lain untuk pembuatan galon, yang biasa dipakai untuk menyimpan AMDK. Galon ini bisa dipergunakan berulang kali untuk air minum isi ulang.
BPA dapat bermigrasi (berpindah) ke makanan/minuman dari bahan atau barang yang bersentuhan, misalnya, dari tempat menyimpan makanan atau tempat air minum. Ini mengakibatkan paparan BPA pada makanan yang dikonsumsi tersebut.
Galon Guna Ulang Aman Menurut BPOM
Karena ada risiko kesehatan, penggunaan BPA sebagai monomer dalam produksi bahan dan barang plastik harus disahkan oleh regulasi Komisi Eropa, dengan batasan-batasan dan aturan tertentu.
Sedangkan di Indonesia, ketentuan penggunaan subtansi BPA dalam produk plastik --yang berhubungan dengan makanan/minuman untuk dikonsumsi manusia-- diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pengaturan ini antara lain diberlakukan pada produk galon isi ulang, yang lazim digunakan untuk AMDK.