Mohon tunggu...
Satrio Anugrah
Satrio Anugrah Mohon Tunggu... Lainnya - Football Coach, Football Writer

Menulis untuk menyenangkan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Hidup untuk Mencintai

6 Juli 2021   15:02 Diperbarui: 6 Juli 2021   15:46 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Darmi meneruskan hidup dengan menjadi kuli di sawah. Apa saja Darmi kerjakan. Mulai dari mencabuti rumput hingga menggembala kambing. Tak perlu waktu lama bagi Ucup untuk ikut serta. Segera setelah kedua kakinya cukup kuat berlari, Ucup telah resmi jadi kawan kerja Darmi.

Darmi tak punya cukup uang untuk menyekolahkan Ucup. Ucup juga tak kepikiran ingin sekolah, karena sejak awal hidupnya ia lebih banyak berbincang dengan kambing daripada anak manusia. Walau begitu, Darmi mengacari Ucup berbagai hal yang ia tau. Pada Usia 10 tahun, bermodalkan golok tua dan sumbangsih bambu dari tetangga, Ucup telah berhasil membuat kandang ayam sendiri. Ucup mungkin tak sekolah, namun ia bukan anak yang bodoh.

Walau tak pernah melihat langsung, Ucup bisa mengenali ibu, ayah dan kakeknya melalui album foto. Ucup tau kakeknya meninggal tertimpa tanah saat menggali tambang, tau pula bahwa ibu dan ayahnya masih hidup. Namun ia tak pernah ingin mencari.

"kalau kamu sudah besar, kamu susul ibumu" harap Darmi.

Ucup tak pernah menjawab keinginan Darmi sampai hari kematiannya tiba.

"Nini gausah cari ibu, cukup Nini"

Berkat bantuan para tetangga-yang salah satunya bekerja sebagai supir kontainer di priok-Amel berhasil ditemukan. Kini, menurut laporan si supir, Amel menikah dengan seorang pengusaha otomotif sukses nan mahsyur. Rumahnya di daerah kelapa gading, tiap hari minum smoothies, tiap minggu memandikan anjing pomeranian di salon hewan paling mahal se-DKI. Entah apa yang dipikirkan si supir hingga ia menceritakan detil-detil tak penting ini pada Darmi. 

Berangkatlah Darmi beserta para pengawalnya ke Jakarta, menaiki carry tua berwarna merah muda. Mobil semakin penat sebab para tetangga nampaknya lebih antusias ingin melabrak Amel. salah satu dari mereka bahkan membisikan pada Darmi sebuah kalimat pembuka saat ia bertatap muka dengan putrinya nanti, disusul kalimat lain bila kalimat pembuka tidak berfungsi.

Di depan gerbang rumah megah itu Darmi terpaku. Hatinya berdebar, seperti tubuh putrinya memanggil-manggil dari dalam, minta dipeluk. 

"Ini rumah bu Amel pak?" tetangga yang paling muda turun dan bertanya pada satpam 

"betul" jawab pak satpam dingin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun