Mohon tunggu...
Satrio Dwi Haryono
Satrio Dwi Haryono Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh

Penikmat kajian, Gender, Filsafat, dan Keislaman

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Fikih Kesetaraan ala Ali Asghar Engineer

2 Mei 2024   16:49 Diperbarui: 2 Mei 2024   16:51 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Bukan hanya dikenal sebagai akademisi dan aktivis, Asghar juga dikenal sebagai ulama yang sering berkhotbah dengan lantang melawan para penindas. Pada awalnya ia memikirkan tentang esensi dari agama islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh penduduk bumi, tetapi dengan kenyataan yang ada marak sekali tindak ketidakadilan dan dikriminasi dalam dunia Islam. Ia berpikir bahwa "jika Islam sebagai agama rahmat, tidaklah mungkin (Islam) menganjurkan dan melakukan tindak kekerasan, ketidakadilan dan diskriminasi". Setidaknya, batin Asghar tersebut membuat gelisah yang tak berkesudahan yang nantinya akan memproduksi pemikiran-pemikiran baru yang kontra dengan kenyataan tersebut.

Fiqh sebagai yurisprudensi Islam muncul atas pemikiran para fuqaha. Artinya, dikemukakan melalui pergumulan pemikiran secara mendalam dengan berbagai pertimbangan. Maka, fiqh bukanlah barang yang universal dan mutlak.

Dalam kaitannya dengan perempuan, fiqh yang banyak kita terima selama ini menyisakan banyak sekali kecenderungan-kecenderungan yang dianggap bias gender. Poligami, kesaksian, warisan, menjadi barang alot yang hingga hari ini masih diperdebatkan oleh para pemikir.

Asghar menaruh perhatian khusus pada persoalan tersebut. Untuk mengurai persoalan di atas ia menawarkan metode baru yakni, mengkategorikan ulang ayat-ayat yang menjadi fondasi suatu persoalan. Dalam kategorisasinya, Asghar membagi menjadi 2 yakni, ayat kontekstual dan ayat normatif.

Yang pertama merupakan ayat yang turun karena suatu persoalan, karena munculnya anomali pada konteks zaman tersebut. Ayat kontekstul turun sebagai respon atas persoalan-persoalan tertentu pada masa itu. Singkatnya, ayat tersebut menjelaskan apa yang sedang terjadi dan apa yang terbaik untuk terjadi saat itu juga (das sein). Sedangkan yang kedua merupakan ayat yang turun memuat keterangan yang seharusnya terjadi dan berlaku secara universal (das sollen). Aspek normatif lebih condong pada kesucian dan prinsip umum seperti keadilan.

Perihal Kesaksian

Dalam persoalan kesaksian, menurut beberapa ulama Syafi`iyah, Malikiyah, dan Hanabilah menolak peran perempuan sebagai saksi (Sabiq, 1983:111). Dengan dasar al-Baqarah ayat 282, Imam Syafi`I pun menyatakan bahwa perempuan boleh dijadikan saksi namun tetap disertai dengan laki-laki, persoalannya pun dibatasi pada masalah perbendaan.

Pada persoalan saksi akad nikah, terdapat pula yang membolehkan perempuan menjadi saksi nikah, seperti as-Sarkhasi yang menganggap persoalan nikah, talak, li`an bukan termasuk perkara yang syubhat. Juga, Sufyan as-Sauri pun membolehkan perempuan sebagai saksi, kecuali pada perkara hudud. Para ulama Hanafiyah pun senada dengan dua ulama tersebut. Namun, persaksian tersebut harus memenuhi kualifikasi yakni, dua perempuan dan seorang laki-laki.

Berbeda dengan Asghar yang membaca persoalan tersebut melalui konsep yang ditawarkannya. Dalam konteks al-Baqarah ayat 282, Asghar menganggap ayat tersebut merupakan ayat kontekstual. Menurut Asghar, kala itu perempuan belum memiliki pengalaman berniaga ketimbang laki-laki, sehingga diperlukan dua perempuan dan seorang laki-laki supaya terhindar dari kesalahan yang tidak diinginkan.

Lanjut Asghar menegaskan bahwa pada prinsipnya seorang perempuan berhak menjadi saksi, seorang perempuan lainnya hanya sebagai pengingat saja (Asghar, 2000:98). Mengingat perempuan sekarang sudah tidak sedikit yang terjun dalam dunia bisnis. Maka, dengan bekal pengetahuan dan pengalamannya, perempuan sekarang telah memenuhi syarat sebagai saksi.

Persoalan Poligami

Seperti yang termaktub dalam surat an-Nisa ayat 3 yang popular, yang dianggap mengafirmasi bolehnya berpoligami. Ayat tersebut tidak lepas dari bidikan Asghar. Pentingnya untuk menelaah kondisi sosio-historis kala itu ditekankan lagi dalam mengkaji ayat populer tersebut.

Menurut Asghar, pembolehan yang sifatnya sangat terbatas ini banyak dipahami sebagai pembolehan yang bersifat umum dan dapat dilakukan dalam situasi apapun (Asghar, 2007:237). Ayat kontekstual ini penuh dengan pertimbangan ketat dalam pemenuhan syarat berpoligami. Berlaku adil terhadap janda, perempuan dan anak yatim menjadi variabel di dalamnya. Ditambah pula konteks sejarah yang memuat fakta banyaknya janda dan anak yatim paska peperangan.

Serta konteks budaya suku Quraisy yang masih memberlakukan puluhan orang isteri terhadap satu suami. Prinsip poligami seharusnya dibaca sebagai spirit pembatasan, bukan pelonggaran.

Dalam kasus serupa, semasa pemerintahan Zia al-Haq negara Pakistan mulai memberlakukan hukum Islam. Melalui Dewan Ideologi Islam yang dibentuknya, hukum negara direkonstruksi ulang dan diberlakukannya hukum Islam. Namun, pemberlakuan hukum Islam di sini bukan hukum Islam yang lahir pada konteks zaman sekarang, namun hukum Islam yang lahir dalam konteks zaman dahulu yang tentunya berbeda dengan konteks zaman sekarang. Sehingga dalam implementasinya perempuan tidak memiliki ruang yang begitu bebas dalam ranah pendidikan, politik, sosial dan publik. Asghar mengecam hal tersebut. Bagi Asghar, pemerintah tidak mengetahui secara mendalam bahwa hukum Islam dahulu pun memiliki banyak sekali pandangan yang variatif. Tidak semuanya menolak dan mengesampingkan perempuan secara ketat.

Sistem Warisan

Pada masa pra Islam, perempuan tidak memiliki hak waris sama sekali, malahan perempuan menjadi komoditas, sehingga perempuan sendiri dapat diwariskan. Setelah turunya ayat tentang hukum waris maka terjadi pergeseran hukum yang berlaku pada masa itu. Perempuan dapat mewarisi sesuatu dan dapat mewariskan sesuatu (Asghar, 2007:238).

Perihal hanya separuh dari laki-laki bukan berarti perempuan lebih rendah dibanding laki-laki (Asghar, 2000:107). Karena persoalan ekonomi selalu berkaitan dengan peran dan struktur sosial-ekonomi. Telah menjadi prinsip bahwa perempuan wajib dinafkahi oleh laki-laki. Perempuan pun tidak diwajibkan untuk membelanjakan hartanya dan sudah menjadi haknya jika isteri menuntut nafkah dari suami.

Tantangan cukup berat terhadap metode yang ditawarkan oleh Asghar ini. Pasalnya, kebanyakan para ulama dan umat Islam kurang tepat dalam membaca ayat normatif. Sehingga generalisasi ayat normatif tidak dapat terbendung. Juga, setiap ayat dipandang sebagai ayat normatif serta sakral. Implikasi dari sakralisasi ayat Qur`an akan mengakibatkan pembacaan yang tekstualis. Menutup berbagai kemungkinan untuk pengkajian ulang atas teks suci. Meminjam perkataan Arkoun "pembacaan ulang atas teks dengan pandangan ilmiah sekalipun tidak akan mengurangi sakralitas al-Qur`an sama sekali. Justru akan membawa pada pandangan-pandangan yang merujuk pada visi Qur`an sebagai petunjuk bagi suluruh umat manusia."

Lebih lanjut, pemikiran Asghar Engineer di sisi lain berhasil mentransformasikan ide pemikiran teologis yang bercorak melangit menjadi 'membumi'. Dalam artian ide-ide ketuhanan ditarik pada ranah bumi untuk menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan. Konsep ini dinamakan 'teologi pembebasan'.

Baginya, keabstrakan ide teologis tidak hanya mempersoalkan keyakinan melainkan harus menyentuk ranah kenyataan. Pada awalnya persoalan teologis menyentuk ranah sosial-politik maka hari ini pun seyogyanya memiliki nafas yang serupa. Hal ini dihadirkan dalam rangka meneguhkan kembali kemanusiaaan dengan mengkritisi otoritas penguasa, baik dalam ranah otoritas politik, keagaaman dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan nafas-nafas kemanusiaan.

Referensi

Asghar, Ali. 2007. Pembebasan Perempuan terj. Agus Nuryanto. Yogyakarta: LKiS

Asghar, Ali. 2000. Hak-hak Perempuan dalam Islam. terj, Farid Wajidi dan Cici Assegaf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sabiq, as-Sayyid. 1983. Fiqih as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun