Mohon tunggu...
Satrio YogaPratama
Satrio YogaPratama Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Mercubuana

42321010086 - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K12_Diskursus Teodesi dan Kejahatan

18 November 2022   14:19 Diperbarui: 18 November 2022   14:31 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Satrio Yoga Pratama

NIM : 42321010086

Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Universitas Mercubuana

Artikel ini mangulas kemahatahuan Tuhan serta campur tangan dalam perspektif teologis serta teologis Islam. Permasalahan teodis yang berpusat pada sebab- akibat serta administrasi Tuhan semenjak era Yunani didatangkan Tuhan sebagai tergugat. Berger memakai konsep teodisi buat berikan arti pada penderitaan yang dirasakan manusia di dunia, sekalian menjanjikan kebahagiaan" di dunia situ". Dalam ikatan ini, agama jelas ialah kekuatan alienasi. Kejahatan serta penderitaan sebagai pribadi senantiasa muncul dalam realitas serta kehidupan. Sebaliknya teologis Islam menolak konsep teodetik, bagi Muttahharri, kalau di dataran fenomena tidak terdapat" kejahatan sejati" ataupun" kebaikan sejati", sebaliknya pada noumena polos cuma terdapat satu esensi, ialah kebaikan, sebab substansi kejahatan merupakan ketiadaan yang betul- betul murni.

Kejahatan merupakan satu dari sekian banyak kesusahan yang berkaitan dengan perkara keadilan Tuhan. Ulasan ini terasa susah, sebab dia memanglah bukan perkara ilmiah yang bisa dijawab lewat eksperimen serta observasi, bukan pula permasalahan instan yang dapat dituntaskan dengan keputusan serta aksi. Dia lebih ialah problem filosofis yang menghendaki sesuatu dalil pemikiran yang bisa menjelaskannya secara sepadan. Begitu fundamentalnya perkara ini sehingga nyaris seluruh ajaran yang bertabiat keagamaan( teologis) ataupun kefilsafatan merasa butuh membagikan asumsi dengan metode serta metodenya masing - masing.

Definisi Teodisi 

Defenisi Teodisi Secara etimologi, teodisi berasal dari bahasa Yunani" theos" berarti tuhan serta" dike", maksudnya keadilan, yang ialah studiteologis filosofis yang berupaya buat membetulkan Allah( sebagianbesar dalam monoteistik) serta bertabiat omni- kebajikan( semuamencintai). Lorens Bagus, penulis Kamus Filsafat, membagikan sebagian penafsiran buat sebutan ini. Awal, teodisi dimaksud sebagai ilmu yang berupaya membetulkan cara- cara( jalanjalan) Allah untuk manusia. Kedua, teodisi merupakan suatu usaha buat mempertahankan kebaikan serta keadilan Allah kala Allah menakdirkan ataupun membiarkan sesuatu kejahatan moral serta alamiah ataupun penderitaan manusia. Ketiga, usaha buat membuat kemahakuasaan serta kemaharahiman Allah sesuai dengan eksistensi kejahatan. Dengan demikian, teodisi ialah satu upaya buat mempertahankan, ataupun apalagi" membela" uraian kita tentang Allah( spesialnya dalam perihal ini kebenaran serta keadilan- Nya), kala realita ataupun kenyataan yang dialami membuat kita mempertanyakan ataupun menggugatnya

Teodisi dalam ranah serta kajian filsafat boleh dikatakan kurang menemukan atensi para filsuf dibanding dengan metafisika misalnya. Apalagi cenderung terlupakan. Pada perihal wajib diakui modul yang di milikinya sangat mendasar serta berarti dalam upaya uraian manusia. Spesifikasi teodisi terletak pada penekanan atas sebab- akibat serta penyelenggaraan ataupun proviodensi Tuhan yang ialah bagian substansial apabila mempercakapkan manusia. Problem tentang teodisi seumur dengan manusia itu sendiri. Konstatsi ini sejalan dengan mengerti kreasionisme lebih- lebih sehabis buah pengetahuan baik serta kurang baik dimakan oleh Adam. Pelanggaran perintah Tuhan merupakan dini dari teodisi yang dimaksudkan

Teodisi sebagai pemikiran filosofis yang bergulat dengan konsep kejahatan, semacam dikatakan Huston Smith, 14 merupakan batu karang. Keadilan Tuhan ialah problem filosofis yang sangat fundamental sehingga tiap sistem rasionalistik pada kesimpulannya hendak terbentur. Namun, perihal itu bukan berarti kalau uraian terhadap problem kehidupan tidak bisa dipahami sebab permasalahan ini sesungguhnya cuma perkara sudut pandang. Ibarat anak kecil yang menjatuhkan es krimnya, kejadian itu seolah ialah akhir dunia menurutnya. Tetapi, tidak demikian halnya dengan uraian si bunda.

Cerminan seragam pula terjalin pada diri seseorang agamawan, filosof, ilmuwan serta orang yang tidak beragama sekalipun kala memandang pengalaman serta nilai- nilai pada dataran eksistensial. Seseorang ateis hendak berkata kalau kejahatan tercantum perkara yang berlawanan dengan keadilan Tuhan, lagi kalangan politeis, sebagaimana kalangan dualis, hendak berkomentar kalau bila terdapat kejahatan serta kebaikan hingga meniscayakan terdapatnya 2 sumber bentuk. Maksudnya, tiap kejahatan serta kebaikan, tiap- tiap hendak berhubungan dengan sumber ataupun pencipta yang berbeda. Namun, dalam dunia monoteis, walaupun dualitas itu masih terdapat, kebaikan senantiasa sebagai yang di atas. Kebalikannya, dalam pemahaman mistik, kejahatan sirna sama sekali serta cuma tinggal kebaikan, ialah Tuhan.

Sebutan ini mencuat pada tahun 1710 oleh filsuf JermanGottfried Leibniz dalam suatu karya berbahasa Prancis serta diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh E. Meter Huggard berjudulTheodicy: Essays on The Goodness of God, the Freedom of Man and the Origin of Evil( Teodisi: Esai tentang Kebaikan Tuhan, Kebebasan Manusiadan Keaslian watak Setan)( Freiherr von Gottfried Wilhelm Leibniz, 2007). Suatu karya yang dimaksudkan buat mancari pemecahan permasalahan tentang penyelenggaran Tuhan di dunia, ialah antitesa antara terdapatnya Tuhan yang tidak terhingga baiknya dengan kejahatan di dunia ini( Leahy 1993: 318). stilah teodise dipertahankan disamping sebutan filsafat agama( philoshophy of religion) serta filsafat ketuhanan( Philoshophy of God), sebab sebutan ini secara teknis kefilsafatan bertabiat netral serta umum.

Gottfried Wilhelm Leibniz dan Argumen Teodisinya

Leibniz masyhur sebagai orang awal yang menggaungkan sebutan teodisi. Dia mengabadikan gagasan teodisinya dalam suatu karya tulis bertajuk Essais sur la Thodice Bonte de Dieu, la Libert de l' homme et l' origine du mal( Teodisi: Esai tentang Kebaikan Tuhan, Kebebasan Manusia, serta Keaslian Watak Setan).

Melalui karya tersebut, Leibniz dengan gamblang berupaya membela keberadaan Tuhan yang tetap diragukan manakala disinggungkan dengan problem penderitaan, yang satu di antara lain tersulut musabab bencana.

Ada pula alasan teodisinya dia lontarkan dengan 2 metode, ialah lewat uraian vertikal serta horizontal. Uraian vertikal di informasikan Leibniz dengan menggambarkan gimana dirinya sebagai manusia memandang Tuhan. Uraian horizontal di informasikan Leibniz dengan menggambarkan gimana dirinya sebagai manusia memandang sesamanya( manusia yang lain).

Uraian vertikal, Leibniz mengindahkan kalau Tuhan mempunyai 3 kodrat: kodrat rasional( kebijaksanaan), kodrat kehendak( tertuju pada kebaikan), serta Mahakuasa( mencipta suatu)( Leibniz, 2007).

Awal, kodrat rasional Tuhan. untuk Leibniz, kodrat Tuhan merupakan bijaksana. Ia memanglah tidak menghasilkan dunia tanpa penderitaan, tetapi dengan kebijaksanaannya Tuhan sudah menjadikan dunia sebaik bisa jadi, dunia tipe terbaik. Karena dunia tanpa penderitaan tidak menjamin terciptanya kehidupan yang lebih baik dari kehidupan dikala ini.

Ada pula alam semesta ini terbentuk dengan 3 rasionalitas: awal, rasionalitas bisa jadi ataupun potensial" hendak terjalin ataupun tidak", kedua, rasionalitas aktual" sepatutnya terjalin", serta ketiga, kondisional. Hingga dari itu, logika simpel hendak bawa kita pada uraian kalau fenomena penderitaan( bencana) ialah suatu yang memanglah boleh terjalin di dunia, entah sebagai kemampuan, aktual, ataupun kondisional.

Kedua, kodrat kehendak. Kehendak Tuhan dipecah oleh Leibniz pada 2 jenis: antesenden serta konsekuen. Kehendak antesenden merupakan kehendak Tuhan supaya manusia mendapatkan kebaikan. Kehendak antesenden ialah kehendak Tuhan buat mengupayakan yang baik- baik buat manusia( makhluknya).

Sebaliknya kehendak konsekuen merupakan kehendak Tuhan buat membagikan peringatan kepada makhluknya manakala melaksanakan kesalahan. Oleh karenanya, penderitaan( bencana) jadi suatu yang memanglah boleh terjalin. Apalagi secara tidak langsung terbentuknya penderitaan ialah salah satu fakta dari Mahabaiknya Tuhan.

Ketiga, kodrat Mahakuasa Tuhan. Kodrat Mahakuasa Tuhan merupakan kebebasan Tuhan buat merealisasikan kehendak- Nya. Tetapi butuh digarisbawahi, kalau bagi Leibniz, Tuhan tidak sempat memakai kekuasan- Nya secara sewenang- wenang. Ia senantiasa menegasikannya dengan kehendak antesenden- Nya, kehendak buat membagikan yang terbaik untuk manusia.

Uraian horizontal, Leibniz berkomentar kalau manusia ialah cerminan Tuhan, manusia merupakan bagian dari Tuhan, tetapi beda sangat secara signifikan. Tuhan sempurna serta mempunyai kehendak tidak terbatas dalam seluruh segi, lagi manusia kebalikannya, manusia pula sempurna tetapi kesempurnaannya terbatas. Demikian juga kehendak manusia, manusia diberi kebebasan dalam berkehendak, tetapi kehendak manusia senantiasa mempunyai batas.

Mengutip tulisan Leibniz," For God could not give creature all without making of it a God; there fore there must needs be different degrees in the perfection of things, and limitations also of every kind"( Leibniz, 2007). Dari kutipan tersebut nampak kalau Tuhan tetap diposisikan sebagai yang sempurna lagi manusia senantiasa dibawahnya tetap terbatas.

Tidak hanya itu, kehendak manusia pula tidak proporsional dengan kehendak Tuhan. Kodrat kehendak Tuhan senantiasa bermuara pada kebaikan( antesenden serta konsekuen). Sebaliknya kodrat kehendak manusia masih ambigu, boleh jadi cenderung pada yang baik, boleh jadi cenderung pada yang jahat.

Hingga bila disinggungkan dengan penderitaan( bencana) yang muncul di alam semesta, tidak hanya terjalin atas kehendak baik Tuhan, dapat jadi penderitaan( bencana) pula didalangi oleh manusia. Manusia yang sembarangan memakai kehendak bebasnya, yang malah memilah serta cenderung pada yang kurang baik sampai memunculkan penderitaan serta kepelikan untuk manusia yang lain.

Problem Kejahatan dan Kaitannya dengan Tuhan. 

Secara tradisional, bagi McCloskey, problem filosofis ini mencuat dari terdapatnya kontradiksi yang membutuhkan penegasan kalau Tuhan sebagai Pencipta Yang Maha Sempurna terdapat, serta kejahatan juga pula terdapat. te Kontradiksi diartikan merupakan kondisi di mana manusia pada satu sisi dihadapkan pada keimanan kalau Tuhan merupakan Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Mengenali serta sebagainya, namun pada lain sisi mereka pula melihat bermacam- macam kejahatan dalam kehidupan. Kondisi semacam ini, sepintas memanglah dapat bawa kepada sesuatu pembenaran pemikiran yang tidak bisa jadi bisa diterima oleh kalangan beriman. Ialah, kalau bila Tuhan memanglah Maha Adil serta Maha Sempurna kenapa dalam ciptaan- Nya masih menampilkan kekurangsempurnaan semacam bencana alam, penyakit, kemiskinan, kekafiran serta sebagainya. Tidakkah kondisi ini dapat diucap sebagai sesuatu kontradiksi dalam doktrin keimanan tersebut.

Untuk kalangan teisme tradisional, Tuhan senantiasa sebagai yang Maha Kuasa, Maha Mengenali serta Maha Sempurna, walaupun terdapat kejahatan di dunia. Ini pula cocok dengan statment Mackie kalau" terdapat Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Mengenali ataupun Maha Sempurna" serta" terdapat kejahatan di muka bumi" bukan suatu yang kontradiksi. 5 Tetapi, bila disadari kalau bentuk yang mempunyai kebaikan itu tentu hendak mengeliminir kejahatan serta kalau tidak terdapat batas untuk bentuk yang maha kuasa buat melaksanakan apa saja, tercantum kejahatan itu sendiri, hingga di sana betul- betul terdapat kontradiksi. Hingga di mari, Journet merasa kesusahan buat mengkaitkan secara akurat ikatan antara problem kejahatan dengan keadilan Tuhan. Dia menyebutnya sebagai sesuatu teka- teki.

" If God does not exist, where does good comefrom? If he does exist, where does evil comefrom? If God is the source of good, can he also be the source of evil? Evil exists and God exists. Their coexistence is a mystery."

( Bila Tuhan tidak terdapat, dari mana asal kebaikan? Bila Ia betul- betul terdapat, dari mana asal kejahatan? Bila Tuhan merupakan sumber kebaikan, dapatkah Ia pula jadi sumber kejahatan?...Kejahatan terdapat serta Tuhan terdapat. Koeksistensi keduanya merupakan sesuatu teka- teki)

Sejalan dengan Mackie serta Journet, McCloskey pula mengisyaratkan terdapatnya problem seragam. Dengan kalimat bersayap, dia berkomentar kalau" terdapat kejahatan di dunia sekalipun dunia ini merupakan ciptaan Tuhan yang Maha Baik serta Maha Kuasa. Gimana perihal ini dapat terjalin? Mestinya, bentuk yang maha baik serta maha kuasa hendak menghasilkan dunia yang terbebas dari bermacam tipe kejahatan.

Merenungi Bencana, Meyakini bahwa Tuhan adalah Ada

Sebagaimana paparan alasan teodisi Leibniz di atas, Leibniz berkata kalau alam semesta sudah diciptakan dalam tipe sebaik- baiknya. Tipe sebaik- baiknya alam semesta tidaklah alam yang di dalamnya manusia bebas dari penderitaan( bencana), melainkan kebalikannya, kadangkala kala atas nama Kemahabaikan Tuhan, Tuhan terencana memunculkan penderitaan buat manusia.

Ada pula motif Tuhan menghasilkan penderitaan merupakan bermacam- macam serta tidak bisa ditemukan seluruhnya oleh manusia. Leibniz meyakini kalau apa juga yang dicoba Tuhan di dunia merupakan senantiasa baik, karena Tuhan senantiasa bekerja dengan kehendak antesenden serta konsekuen- Nya.

Disinggungkan dengan uraian horizontal, uraian yang berkata kalau fenomena penderitaan( bencana) terjalin karena manusia kandas memakai kehendak bebasnya secara baik. Teruji terjalin banjir akibat tangan manusia yang mengganggu alam, warga yang lalai pada area, membuang sampah sembarangan sampai menimbulkan aliran sungai tersendat. Lalu bagaiman menarangkan banjir yang terjalin secara natural? Misalnya sebab hujan, bukan sebab luapan air sungai yang tersendat sampah serta lain sebagainya.

Disinggungkan dengan uraian vertikal, yang berkata kalau alam serta fenomena di dalamnya senantiasa diadakan Tuhan sebagai suatu yang baik, sebaik- baiknya. Hingga dapat jadi bencana banjir ialah kebijakan Tuhan sebaik- baiknya, yang benda pasti di dalamnya muat kebaikan.

Kalaupun dirasa banjir menderitakan manusia, hingga sadarilah kalau kita tidak sempat ketahui barangkali terdapat sebagian makhluk Tuhan yang diuntungkan dari fenomena banjir tersebut.

Kalaupun tidak mampu meyakini perihal demikian, canangkanlah kepercayaan kalau Tuhan senantiasa membagikan yang terbaik berkat kebijakan- Nya yang senantiasa berasaskan pada kehendak antesenden. Pantas disadari pula kalau kita tidak sempat ketahui motif serta tujuan baik apa yang sudah diskenariokan Tuhan di dunia, tercantum kebaikan apa yang diberikan Tuhan melalui bencana.

SUMBER :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun