Mohon tunggu...
Satria
Satria Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Perjalanan Makna

Catatan Perjalanan Makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rasio Kepribadian - Jujutsu Kaisen (Mahito)

8 November 2022   08:02 Diperbarui: 8 November 2022   08:31 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti manusia yang makan, tidur dan berzinah. Kurasa ini adalah naluri kutukan.

Meski kita memiliki akal sehat, namun bukan alasan untuk melawan naluri kita. Jiwa kita adalah gabungan antara naluri dan akal sehat. Orang lain tidak berhak mengkritik campuran rasiomu. Tapi aku yakin jiwamu seperti di batasi

( Mahito - Jujutsu Kaisen Eps : 19 )

---------

Kita sebagai manusia memiliki pengalaman yang unik dengan berbagai macam budaya dan lingkungan yang berbeda. Baik persepsi, opini dan perspektif yang kita punya pun akan berbeda satu sama lain berdasarkan bagaimana kita tumbuh di lingkungan tersebut. Tapi dibalik perbedaan itu, kita memiliki naluri yang sama sebagai manusia. 

Naluri dan Akal Sehat

Kita menjumpai banyak orang dari berbagai tempat dan menyadari bahwa manusia itu unik dengan berbagai macam tipe kepribadian dan perilaku yang berbeda. Faktor lingkungan dan budaya adalah salah satu penyebab kita menjadi sesuatu yang berbeda satu sama lain meskipun kita berasal dari jenis yang sama. 

Dimanapun kita berada, pada dasarnya kita memiliki naluri yang sama sebagai manusia. Membutuhkan makan, tidur dan keinginan seksual. Kemudian naluri ini akan membentuk suatu perspektif ketika mulai mencampurnya dengan akal sehat yang sesuai dengan norma kehidupan di berbagai tempat disertai dengan perilaku yang unik menyesuaikan budaya masing-masing. 

Kita bisa bilang suatu prinsip atau sudut pandang kita ini benar di tempat kita berpijak karena setiap tempat memiliki standar moral dan norma yang berbeda . Tapi belum tentu hal itu dikatakan benar di tempat lain. Ini karena campuran rasio antara naluri dan akal sehat kita tidaklah sama dengan semua orang. Ada banyak hal yang tidak kita alami di tempat kita berada namun orang lain mengalaminya dan ada banyak hal yang tidak kita ketahui di tempat kita namun orang lain mengetahuinya di tempat lain. 

Mengkritik Rasio

Salah satu hal yang tidak pernah berubah dari kehidupan kita dari dulu hingga sekarang adalah kita tidak pernah bisa mendamaikan sudut pandang banyak orang, meskipun kita tahu caranya. Naluri kita untuk tetap bertahan hidup dan mencapai kebahagiaan, sering kali menganggu kehidupan orang lain baik sadar maupun tidak kita sadari. Hingga akhirnya, orang yang merasa terganggu akan mengkritik sudut pandang kita yang dirasa mengganggu. Ini seperti rantai besi panjang yang belum tau dimana ujungnya. Sulit untuk diputus tapi kita tidak tahu dari mana awalnya dan dimana akhirnya. 

Tanpa kita sadari pun, kita sering mengkritik sudut pandang seseorang tanpa kita mengetahui apakah yang kita lakukan ini benar atau tidak. Bahkan mungkin kita itu tidak tahu, standar dari sebuah kebenaran itu yang seperti apa. Kita hanya tahu, apapun hal yang tidak kita setujui adalah hal yang salah. 

Kita hanya melakukan sesuatu berdasarkan naluri kita untuk memenuhi apa yang kita butuhkan dan kita inginkan. Sedangkan cara yang kita lakukan untuk mendapatkan itu, kita tidak benar-benar tahu apakah itu hal yang benar atau salah. Kita bisa bilang ini cara yang benar sesuai dengan ajaran keluarga dan lingkungan kita. Tapi kita tidak bisa secara mutlak bilang ini berlaku untuk semua orang dimanapun. 

Pagar Untuk Kebebasan

Hal tersebut menunjukkan bahwa, kita tidak berhak mengkritik sudut pandang seseorang tanpa mengetahui latar belakang apa yang ada pada mereka, begitupun sebaliknya. Yang berarti hak kita itu dibatasi oleh hak orang lain, dan ini  membuat kita itu bebas berpikir tapi opini kita seperti dibatasi oleh sesuatu yang tak bisa kita lihat tapi ada dimana-mana.

Meskipun kita bebas untuk menciptakan sudut pandang dan opini sesuai campuran rasio yang kita punya, bukan berarti kita bebas untuk mengklaim bahwa standar kebenaran itu sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Ada pagar tak terlihat yang membatasi pemikiran kita dan akan selalu ada selama kita hidup berdampingan dengan manusia lain. 

Kesimpulan dari kata "kebenaran" itu pun sebetulnya tidak akan pernah mencapai kebenaran mutlak. Hal ini karena kapasitas kita sebagai manusia itu terbatas hanya mengetahui apa yang bisa kita tahu dan tidak bisa menjangkau semua realita yang ada. Selama waktu berjalan dan semakin bertambahnya wawasan dan pengetahuan, kesimpulan yang ada di pikiran kita akan saling tumpang tindih, bahkan sampai kita tidak tahu kebenaran itu sebetulnya yang mana. 

Yang jelas, kita bebas dalam berpikir dan mengkritik seseorang namun ada kalanya hal itu tidak perlu diungkapkan secara lisan. Cukup jadikan perbandingan untuk menjelaskan "mengapa kita seperti ini ?" dan "mengapa mereka seperti itu ?". Kita hanya perlu mencari penyebabnya. Dan anggapan soal betul atau salah, kita tidak berhak memutuskan secara sepihak. Cukup kita pelajari saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun