Mohon tunggu...
Satria Sukmanegara
Satria Sukmanegara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bohongan

Larangan adalah perintah, bercerita tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen "Diskusi" Karya Satria Sukmanegara

2 Januari 2025   08:47 Diperbarui: 2 Januari 2025   08:47 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah ruang kelas yang remang-remang, sekelompok mahasiswa sastra berkumpul untuk membahas buku "Bunga Penutup Dosa" karya Idrus. Di tengah hiruk pikuk diskusi, muncul suara yang menyeruak di antara dominasi pemikiran laki-laki.

"Kok masih banyak yang memandang perempuan sebagai objek seksual, sih? Padahal, bukan itu inti ceritanya. Ada pesan yang lebih dalam tentang kebebasan perempuan!" Suara Rani, mahasiswi yang memiliki ambut pendek berwarna biru, menggelegar.

Rani, seorang pejuang feminis muda, tak pernah takut bersuara. Ia menyuarakan kegelisahan tentang pandangan yang masih dominan terhadap perempuan dalam sastra. Rani melihat bagaimana perempuan sering digambarkan sebagai objek seksual, atau figure yang lemah dan tergantung pada laki-laki.

"Ya, kalau masih melihat perempuan hanya dari sudut pandang seksualitas, artinya kita masih terjebak dalam framing patriarki," ujar Arya, seorang mahasiswa laki-laki yang ikut terusik oleh pemikiran Rani.

Arya mengakui bahwa ia pun pernah terjebak dalam pola pandangan yang dominan terhadap perempuan. Namun, setelah memperhatikan pendapat Rani, ia mulai mempertimbangkan ulang pemahaman tentang sastra dan perannya dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

"Aku nggak mau sastra cuma dijadikan alat untuk menegakkan norma patriarki. Sastra harus menjadi media untuk menguak peran perempuan yang sebenarnya," kata Rani, matanya berbinar antusias.

Diskusi tersebut menjadi semakin panas ketika Rani mengungkapkan pandangan kritis terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan dalam masyarakat. Rani mencontohkan bagaimana perempuan sering dikekang oleh norma-norma sosial yang menekan dan menghukum perempuan yang berani melawan kemapanan.

"Sastra feminis adalah bentuk protes dan resistensi terhadap ketidakadilan gender yang merata di masyarakat," tegas Rani.

Rani menjelaskan bagaimana sastra feminis menawarkan sudut pandang baru tentang perempuan, mengenalkan perempuan sebagai subjek yang berdiri sendiri, yang memiliki keinginan dan kebebasan untuk menentukan hidupnya sendiri.

"Sastra feminis bukanlah sekedar tentang perempuan, tapi juga tentang keadilan dan kesetaraan bagi semua manusia. Sastra feminis mengajak kita untuk menentang segala bentuk penindasan dan ketidakadilan," tegas Rani.

Rani membawa suara perempuan yang sering terabaikan. Ia menentang stigma dan ketidakadilan yang dialami perempuan dalam masyarakat. Ia menyebarkan semangat feminis melalui sastra, mengajak semua orang untuk memahami perempuan dengan lebih dalam dan menghormati hak-hak perempuan yang sama dengan laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun