Aroma kopi pekat menyeruak dari kantin kampus, mencampuri udara yang dipenuhi dengan gelombang kecemasan para mahasiswa. Di antara meja dan kursi yang berderet, terlihat sekelompok mahasiswa berkumpul, menyeruput kopi panas sambil mengobral mimpi dan kecemasan yang menyelimuti hati mereka.
Â
"Kopi ini entah kenapa terasa lebih pahit dari biasanya," gumam Rini, seorang mahasiswi semester akhir, menyeruput kopi panasnya dengan sedikit kekecewaan.
Â
"Mungkin karena kopi ini mencerminkan kenyataan hidup kita di kampus ini," jawab Rudi, sahabat Rini, menatap kantin kampus dengan tatapan sedih.
Â
"Kopi ini terasa pahit karena kita terjebak dalam sistem pendidikan yang tidak adil," lanjut Rina, "Kuliah semakin mahal, tetapi kualitas pendidikan tak menentu. Banyak mahasiswa yang terbebani dengan utang kuliah, sementara masa depan yang ditawarkan masih tak jelas."
Â
"Ya, benar," sahut Rudi, "Kopi ini juga mencerminkan derita kita sebagai mahasiswa. Kita dipaksa untuk berjuang keras untuk mendapatkan nilai yang baik, meskipun sistem penilaian tak selalu adil dan mencerminkan kualitas ilmu yang kita peroleh."
Â
"Kita sering kali diabaikan oleh pihak kampus," ujar Rina, "Mereka hanya fokus pada peningkatan fasilitas dan prestasi kampus, tanpa memperhatikan kesejahteraan mahasiswa. Mereka lupa bahwa kita bukan hanya alat pendulang dana, tetapi manusia yang memiliki mimpi dan harapan."