Hari ini saya mewawancara Menteri Keuangan Chatib Basri di kantornya dan ada pesan penting tentang masa depan pendidikan Indonesia yang beliau ucapkan. Saya bertanya tentang mengapa beliau, sebagai menteri keuangan, kok concern sekali terhadap isu pendidikan, hal yang biasanya tidak begitu dipedulikan oleh ekonom-ekonom lain. Ini diwujudkan dalam usahanya di program LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang dibawahi langsung oleh kementeriannya dan anggaran APBN yang khusus dialokasikan untuk lembaga beasiswa ini.
Lagipula, bukankah hal seperti ini diurusi oleh pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan?
Sebenarnya saya bukanlah penggemar berat dari Pak Chibi, sapaan akrab sang menteri keuangan dikalangan jurnalis ekonomi. Bahkan, beberapa kali saya dikecam beliau karena menulis terlalu kritis dan terus menerus mengkritik kebijakannya.
Tapi, seorang jurnalis harus fair: memberikan kritik jika diperlukan, tapi memberikan apresiasi jika memang seorang policymaker pantas mendapatkannya. Dan, menurut saya, perspektif dan usaha-usaha beliau dalam mengusahakan agar mahasiswa-mahasiswi Indonesia bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi perlu diapresiasi.
Berikut adalah petikan jawaban dari wawancara Pak Chatib Basri, ketika ditanya soal isu pendidikan di Indonesia:
-------
"Saya mau cerita karena ini penting. Saya ngeliat resources boom is over. Indonesia harus berubah strateginya dari resource-based growth menjadi human capital-based growth. Kalau kita hanya bergantung pada sumber daya alam, gak bisa lagi. Itu sebabnya saya sama Freeport keras bikin smelter segala macem -- semua yg ada di kepala saya itu resources boom is over.
Berapa waktu lalu saya ketemu lagi dengan teman-temen ekonom dari Australia. Australia juga mengalami persoalan yg sama dengan commodity prices yg turun mereka harus mentransformasi ekonominya. Tapi mereka lebih beruntung karena human capital-nya lebih baik. Kalau resources boom is over, itu indonesia harus pindah dari resources-based dancheap labor ke unsur innovation dan skills.
Sayangnya, kita gak siap untuk ini. Education level attainment di Filipina itu lebih baik dibandingkan kita. Malaysia lebih baik. Singapura lebih baik. Sehingga saya gakmelihat pilihan lain selain orang Indonesia musti disekolahkan.
Rp 1 triliun ini yg kita punya untuk digunakan sebagai beasiswa. Syaratnya anak Indonesia harus diterima di 200 universitas top di luar negeri. Ini saya gak mau denger lagi ada anak Indonesia keterima di Harvard, MIT, Cambridge, Oxford, LSE, tapi gak bisa sekolah karena gak ada uang. Kalau dia diterima di top 200 universities, pemerintah dan LPDP akan bayar, untuk full scholarship dan living cost expense. Syaratnya cuma satu: pulang ke Indonesia.
Hanya dengan cara ini kita bisa catch-up dengan Malaysia, Filipina dan Singapura.