Mohon tunggu...
satriaputra nugraha
satriaputra nugraha Mohon Tunggu... -

basket & futsal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Skandal Taktik “Melukai Diri Sendiri” ala Jokowi

26 Mei 2014   21:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi mengaku banyak dilukai dan ditindas, tapi bukan berarti Prabowo pelakunya. Dalam pertarungan 2 poros, bukan 3 poros seperti yang diperkirakan semula, penyerang lebih banyak berasal dari diri sendiri. Apalagi, Jokowi mengemas dirinya sebagai sosok yang “lemah” dan “merakyat”. Tentu saja, Jokowi akan lebih mudah mendapat simpati apabila “dilukai” atau “ditindas”.

Seperti yang sudah terlihat, Jokowi banyak diuntungkan dari “penyerangan” kepada dirinya itu. Dan memang demikianlah karakter pertarungan 2 poros, melukai diri sendiri untuk mendapat simpati.

Menghilangnya poros ketiga, mengubah peta permainan karena beberapa alasan. Pertama, pertarungan 2 poros merupakan peristiwa pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, khususnya di era Reformasi dan Demokrasi ini. Kedua, karakter pertarungan 2 poros di belahan dunia mana pun, cenderung diwarnai oleh aksi melukai diri sendiri. Khususnya bagi kandidat yang mengemas dirinya dalam citra “Lemah” dan “Merakyat” seperti Jokowi.
Namun dalam praktiknya, tentu tidak sesederhana itu. Aspek Stigma Negatif harus diperhatikan. Dalam kasus Pilpres 2014 kita sudah melihat adanya stigma-stigma dari masing-masing kandidat. Stigma untuk Jokowi adalah “Lemah”, “Merakyat”, “Kristen”, “Cina”, “AS” dan sebagainya. Sedangkan Stigma untuk Prabowo adalah “Militer”, “Elit”, “HAM”, “Koalisi Islam”, “Nasionalisasi” dan sebagainya.

Selain aspek Stigma Negatif, tentu juga harus dilihat siapa yang berhasil memposisikan dirinya berada di bawah (Bottom). Karena melakukan kampanye melukai diri sendiri lebih dapat berhasil apabila sang kandidat mendapat kesan “Rakyat Biasa” atau “Lemah”.

Contoh kasus, ketika Bakrie terbang naik Helikopter ke kediaman Prabowo di Hambalang untuk membahas koalisi. Ketika jubir-jubir PDIP dimintakan pendapatnya soal potensi koalisi Golkar – Gerindra, keluarlah istilah Koalisi Helikopter. Tentu sasarannya adalah menciptakan kesan “Lemah” dan “Orang Biasa” pada Jokowi dalam rangka menanggapi pertemuan Bakrie - Prabowo.

1401088564836206998
1401088564836206998

Contoh lainnya, ketika merebak kampanye Jokowi RIP (Jokowi Wafat) yang dikesankan juga kalau Jokowi punya nama Tionghoa. Bermula dari akun Facebook milik Nophie Frinsta dan Tatang Badru Tamam, lalu ramai di pemberitaan.

1401088589642656416
1401088589642656416

Tentu saja, kampanye Jokowi RIP ini dapat digolongkan sebagai Kampanye Hitam (Black Campaign) karena tidak berlandaskan fakta. Jokowi dan PDIP pun langsung memberikan pernyataan yang intinya mengatakan kampanye hitam terhadap Jokowi sudah keterlaluan.

Bagi yang tidak mendalami bagaimana pesan, dampak dan alur sebaran kampanye Jokowi RIP ini, tentu mudah menuduh pelakunya adalah kompetitor. Namun setelah dilakukan penelusuran, rupanya terbukti bahwa pelakunya adalah tim kampanye Jokowi sendiri.

1401088618414894000
1401088618414894000

Foto di atas adalah foto profil akun Facebook Nophie Frinsta sebelum diganti menjadi foto Jokowi RIP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun