Mohon tunggu...
DewantoArt
DewantoArt Mohon Tunggu... Tentara - Seniman

Melestariakan Seni Pewayangan Jawa

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kresna Duta

9 Januari 2025   13:53 Diperbarui: 9 Januari 2025   13:53 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Logo DewantoArt (sumber gambar : DewantoArt))

Lakon wayang Kresna Duta dari DewantoArt, Merupakan sebuah alur cerita pewayangan yang di ambil dalam serat pedalangan yang bertema Mahabarata. Tujuan karya ini mengajak kita untuk belajar dan melestarikan seni-seni pewayangan jawa agar tidak luntur dimakan zaman.

(Logo DewantoArt (sumber gambar : DewantoArt))
(Logo DewantoArt (sumber gambar : DewantoArt))


Kresna dalam pewayangan mempunyai peran menjadi seorang Raja Dwarawati. Ia merupakan purta dari Prabu Basudewa dan Dewi Rohini. Kresna dikenal sebagai raja titisan Dewa Wisnu, yang selalu menegakkan kebenaran dan keadialan, Ia juga mempunyai keahlian dalam bercira fasih, taktis, diplomatis, di segani kawan maupun lawannya.

Kisah berawal dari gagalnya Prabu Drupada dan Dewi Kunti yang menjadi duta pandawa, untuk meminta haknya para Pandawa setelah selesai menjalani pembuangan dan pengasingan di hutan Dandaka selama tiga belas tahun. Agar Prabu Duryudana serta para Kurawa mengembalikan Indraprastha (Amarta)  kepada para Pandawa.

Akhirnya para Pandawa meminta bantuan kepada Sri Kresna untuk menjadi duta Pandawa yang pungkasan (terakhir), dalam menempuh jalan perdamaian antara Pandawa dan Kurawa. Prabu Kresna dengan senang hati menerima permintaan para pandawa, karena pandawa sudah dianggap sebagai saudara sendiri.

Sri Kresna segera berangkat ke Astinapura dengan dikusiri oleh Styaki yang merupakan adik sepupunya. Meraka menggukanan Kreta Jaladara. Dalam perjalanannya di tegal Kurusetra, mereka di hadang oleh Dewa Narada, Rama Parasu, Dewa Janaka, dan Dewa Kanwa, yang mendapatkan perintah langsung dari Bhatara Guru, untuk menjadi saksi dalam pristiwa yang akan terjadi. Akhirnya ke empat Dewa tersebut menerima tawaran Sri Kresna untuk  berangkat bersama menuju Astinapura, menaiki Kereta Jaladara. Kereta pun melajutkan langkahnya.

Di Astinapura, tetua dan pembesar Astina telah berkumpul di aula kerajaan. Pamannya Bisma, Begawan Durna dan Salya memberi santiaji (saran terbaik) kepada Prabu Duryudana, agar sebaiknya Indraprastha di kembalikan ke para Pandawa sesuai janji yang dulu di buat. Duryudana pun setuju dengan saran tersebut. Adiapti Basukarna sebagai temannya, maju ke hadapan Prabu Duryudana agar tidak menyetujuhi hal itu, Basukarna mengatakan, " tak semudah itu negara diberikan ke orang lain, semua itu harus direbut  dengan cara pertaruhan nyawa, pertumpahan darah, agar Prabu Duryudana tidak dianggap sebagai Raja yang lemah takut kepada Para pandawa. Apakah itu jiwanya kesatria?".

Tak lama kemudian Terompet-terompet istana kerajaan menyambut kedatangan Sri Kresna, Basukarna pun segera bergegas meninggalkan aula kerajaan. Ia segera keluar dan menaiki keretanya untuk balik ke Awangga.

Sri Kresna memasuki aula kerajaan, dan memberi hormat kepada seluruh tetua dan pembesar-pembesar yang ada di dalam aula kerajaan. Kresna menyampaikan maksud kedatangannya yaitu menjadi duta Pandawa, yang telah selesia menjalani hukumannya, ingin meminta haknya kembali atas Indraprasta. Prabu Duryudana pun sanggup menerima permintaan pengembalian Indraprastha, segera Sri Kresna mengeluarkan Surat persetujuan tersebut agar segera di tandatangani oleh Prabu Duyudana.

Melihat hal itu, Patih Sengkuni merasa kesal dan ia segera keluar dari Aula kerajaan, untuk menemui adik perempuannya Dewi Gendari. Menyampakain agar Gendari segera keluar dan menghentikan niat anaknya untuk mengasihkan Indrapratha ke Pandawa.

Surat persetujuan pun telah selesai di tanda tangi oleh Prabu Duryudana, Bhatara narada sebagai wakil para Dewa pun turun dari Kreta dan memasuki Aula Kerajaan, bahwasanya serah terima tersebut telah di saksikan langsung oleh para dewa secara damai, perang Bharatayuda Jaya Binangun gagal. Batara narada segera meninggalkan aula dan kembali ke Suralaya untuk menyampaikan pesan tersebut ke Bhatara Guru.

Belum lama Narada pergi, Gendari memasuki aula istana dengan menggenggam pisau menuju kehadapan anaknya Prabu Duryudana, Ia mengatakan kepada Duryudana apabila Indraprasta di kasihkan kepada Pandawa sia-sia tanpa ada pertaruhan Jiwa dan Raga, maka ia akan bunuh diri, menusukkan pisau ke dirinya sendiri. "Jangan Ibu.........." Sontak Prabu Duryudana Turun dari dampar kencana dan merebut pisau yang di genggam ibunya. Duryudana mengatakan janji kepada ibunya, bahwa ia tidak akan menyerahkan Indraprstha ke tangan Pandawa. Ia langsung menyobek-nyobek surat persetujuan yang telah di tandatanganinya dihadapan ibunya, yang di saksikan langsung oleh seluruh tetua dan pembesar astina, dan utamanya Sri Kresna.

Prabu Duryudana dengan penuh amarahnya, ia mengusir Kresna dari Asitinapura, dan ia berkata kepada Kresna bahwa tak semudah itu untuk mendapatkan Indraprastha, sebelum bisa memecahkn kepala Duryudana.

Sri Kresna menanyakan keputusan terakhir kalinya kepada Prabu Duryudana, apakah Duryudana akan membalikan hak Indraprastha kepada pandawa atau tidak.

Mendengar ucapan Duryudana, Eyangnya Bisma berusaha membujuknya, namun usahanya sia-sia. Duryudana justru menganggap bahwa Eyang Bisma memang lebih memilih Pandawa dari pada Kurawa.

Sri Kresna manyakan keputusan Duryudana untuk terkhir kalinya, apakah Duryudana akan mengembalikan hak Indraprastha kepada pandawa atau tidak
"Bangsat....., kamu emang raja budek, kamu tidak mendengar apa kata ku tadi?. Aku tidak akan mengembalikan Indraprasta kepada Pandawa, sebelum  mereka bisa memecahkan kepala Duryudana.."

Jawaban itu membuat Sri Kresna kesal dan ia berkata, "Duryudana kamu emang raja tak punya hati, haus akan kekuasaan, dengar Duryudana, para tetua disini akan menjadi saksi atas perkataanmu, kamu akan mempertanggungjawabkan perkataanmu itu di kemudian hari. Aku akan memberi tahukan keputusanmu kepada Pandawa!!".

Sebelum ia keluar dari aula kerajaan Kresna mengeluarkan ajian Triwikrama di depan matanya Prabu Duryudana, tetapi tidak semua orang melihat kejadian itu. Seakan akan Prabu Duryudana melihat, di sisi kanan Sri Kresna ada Werkudara seribu membawa gada yang siap memecahkan kepalanya, dan sisi kiri Sri Kresna ada Harjuna seribu mengarahkan anak panahnya yang siap lepas mencap ke tubuhnya. Akhirnya Prabu Duyudana lari terbirit-birit keluar dari Aula kerajaan. Semua tetua dan pembesar Astina pun juga meninggalkan aula kerajaan hanya saja Prabu Salya yang masih berdiam diri dan menghampiri Sri Kresna.

Prabu Salya meminta maaf kepada Kresna atas kejadian itu, ia merasa malu mempunyai menantu seperti Duryudana. Namun Kresna sudah mengira bahwa hal itu akan terjadi. "Raja seperti apa mantuku ini? di pasewakan  belum selesai dan masih di hadiri banyak orang malah di tinggal kabur. Maafkan dia, Prabu Kresna" Ujarnya Salya.

Kresna menyadari tentang kelakuan Duryudana, sebab ia adalah manusia yang haus akan kekuasaan, serta gila hormat dan pujian.

Salya bertanya "Lalu apa yang selanjutnya akan terjadi atas kejadian ini ngger cucu Prabu?" Kresna menjelaskan, "Begini kanjeng eyang, saya ini adalah duta pamungkas Pandawa , yang mana bila yayi Duryudana tetap mengukuhi Astina, maka jalan satu-satunya adalah perang demi merebut kemerdekaan. Entah nanti siapa yang sirna, Pandawa atau Kurawa, di persiapkan saja eyang untuk kekuatan Astina, karena setelah ini Perang Baratayuda akan segera terjadi". Setelah mendengarkan kabar itu Salya segera berpamitan untuk kembali ke Wirata dan menyampaikan kabar bahwa Perang Baratayuda sudah di depan mata. Sri Kresna pun juga keluar meninggalkan aula kerajaan.

Sementara, pada saat Patih Sengkuni keluar dari pintu belakang istana matanya terasa gatal melihat Styaki sedang duduk petingkarangan di atas Kereta Jaladara yang sedang menunggu Prabu Kresna, akhirnya ia memanggil Arya Burisrawa yang kebetulan sedang melintas di depannya. Sengkuni perintahkan Burisrawa menghajar Styaki yang tidak punya unggah ungguh dalam bertamu.
"He, Bungkek ..... Turun kamu dari kereta....kurang ajar kamu, derajadmu hanya sebagai kusir, tapi gak punya sopan santun. Suasana istana lagi tidak enak, kamu malah petangkringan di atas kereta.. Turun...!!!".
Styaki hanya pura-pura gila mendengar ocehan Burisrawa.
" Wah... Keparaaaat.. Menyepelekan Burisrawa kamu, iya lihat aja!". Tiba-tiba Burisrawa melompat di atas kreta dan memaksa turun Styaki, dan terjadilah perkelahian antara keduanya, tetapi Arya Burisrawa berhasil dihajar habis-habisan oleh Styaki.

Patih Sengkuni semakin kesal dengan hal itu. Tak sengaja ia melihat Sri Kresna keluar dari istana menuju ke Kereta Jaladara yang di tinggalkan oleh Styaki. Sengkuni segera perintahkan Aswatama mengumpulkan pasukan Kurawa.

Setelah pasukan lengkap Patih sengkuni langsung perintahkan Kurawa mengroyok Kresna. Tak di sangka oleh Sri Kresna bahwa dirinya akan dikepung oleh pasukan Kurawa. Sorak gembira pasukan Kurawa, Sengkuni "Mati kamu Kresna", Dursasana "Jadi bangkai", Aswatama " Lebur kau jadi abu Kresna". Kresna tak bisa lagi membendung amarah pada dirinya. "He.. Para Kurawa. Apa masih ada yang kurang? Kalau kau mau seluruh Astinapura suruh mengroyok Kresna." Tampak matanya bersinar tanda amarahnya telah memuncak. Prabu Kresna bertriwikrama, berubah wujud menjadi Brahala, makluk Raksasa yang sangat besar sebanding seribu kali Raksasa biasa, wajahnya mengerikan, rambutnya bagaikan api neraka yang berkobar. Triwikrama Sri Kresna membuat seluruh Astina gemapar dan ketakutan. Para Kurawa terpental dan berlarian kesana kemari  mencari tempat persembunyian. Dengan amarah yang tidak bisa di kendaliakan Triwikrama berniat menelan habis Astinapura dan seluruh isinya.


Triwikrama titisan sang Wisnu juga membuat gempar Kayangan Suralaya. Para Dewa bingung bagimana cara menghentikan Triwikrama Sri Kresana. Akhirnya Bhatara Narada memberanikan diri untuk mendekati Raksasa Brahala itu. "Grrr.... Jangan mendekat Narada, jika kau tak mau ku cabik-cabik tubuhmu"
Bathara Narada, " Ngger, ngger, ngger Kresna, sadar ya ngger sadar. Apa sesakti itukah Para Kurawa? Sehingga perlu di hancurkan oleh Twikrama?. Ingat ya ngger ingat bahwa jika Kurawa di hancurkan oleh Triwikrama, ini akan membuat malu bagi seluruh Dewata. Apakah Para Pandawa tak dapat membela diri mereka sendiri, sehingga  memerlukan bantuan Dewata? Coba perhitungkan lagi ngger, tindakan ini akan mencoreng muka seluruh Dewata dan juga memalukan Pandawa ngger. Emang sudah takdirnya mau tidak mau perang suci Baratayudha harus terjadi ngger, semua sudah kehendak Dewa, coba pertimbangkan kembali ngger....".

Mendengar penuturan Batara Narada, dalam sekejap Wujud Triwikrama itu menghilang dan kembali menjadi Sri Kresna yang semula. Lalu Sri Kresna kembali ke Kereta, yang di situ sudah ada Setyaki keringatnya bercucuran.
"Styaki? Kenapa kamu berkeringat seperti orang di kejar setan aja?" tanya Kresna.
"Siap kaka Prabu, tadi saya pas lagi menunggu diatas kereta, saya di ganggu sama Burisrawa. Tidak pakai lama Burisrawa langsung saya hajar kaka Parabu" Jawab Setyaki.
"Ohhh begitu Styaki. Iya udah sekarang sudahi dulu perkelahianmu ya di. Besok lanjutkan di waktu perang Baratayudha di.."
Styaki, "Lohhh... Kaka Prabu, Berarti Perang Baratayudha benar-benar terjadi kaka Prabu?.
"Iya di, Baratayudha Jaya Binangun sudah pasti terjadi, maka dari itu kita siapkan ya di!!  yaudah sekarang kita kembali, akan ku sampaikan keputusan  pesan ini kepada saudaraku Padawa".

Sebelum kembali Sri Kresna melihat jejak roda Kereta,tetapi bukan Kereta Jaladara. Lalu Ia meminta Styaki untuk mengikuti jejak tersebut. Dan ternyata itu jejak Kereta Basukarna. Styaki pun menambah kecepatannya untuk menghampiri Karna. kedua keretapun berhenti, Karna pun turun dari kereta dan memberi hormat kepada Sri Kresna,
"Mohon ijin Kaka Prabu Dwarawati ada maksud apa, mengikuti  laju kereta saya?.. Tanya Basukarna.
"Karna adikku, Perang Baratayudha akan terjadi sebentar lagi, aku minta kamu ikut ke pihak saudaramu Pandawa ya di !". Ajakan Sri Kresna.
"Aku ikut senang kaka Prabu, Perang Baratayuda lah yang saya inginkan, tetapi maaf saya tidak bisa bergabung bersama adikku Para Pandawa, Saya akan menetapi darma baktiku sebagai kesatria. Aku akan menggunakan seluruh tenagaku untuk membela Astina, karena sejak kecil Prabu Duryudana lah yang memberiku Kehidupan dan tahta hingga aku menjadi raja di Awangga.
 
Kresna," Ohh begitu?.. Berarti kamu akan melawan saudaramu Pandwa Lima?"

Karna, " Iya tentu aku akan melawan adikku Pandawa Lima, khusunya Harjuna. Yang dulu sering meremehkanku kaka Prabu. Aku selalu dihina oleh adikku sendiri, bahwa anak kusir tidak diperbolehkan mengikuti pertandingan memanah di kerajaan, kaka Prabu.

Kresna, "Berarti kamu tega melawan Saudaramu sendiri di, betapa sedihnya Bibi Kunti melihat salah satu anaknya yang gugur. Apa kamu tega?

Karna, "Kaka Prabu, Pandawa itu jumlahnya ada lima, ada aku tetap lima, tidak ada aku ya tetap lima".
Prabu Kresna bingung dengan ucapannya, ia menanyakan apa maksud ucapan tersebut.

Karna, "Kaka Prabu, maksud dari perkataan tadi, semisal Basukarna gugur Pandawa tetap ada lima, dan sebaliknya jika Harjuna yang gugur Pandawa juga tetap lima. Berarti tinggal menunggu takdir Kaka Prabu, siapa nanti yang melengkapi Pandawa Lima.

Kresna. "Duh adiku, Berarti kamu tidak sayang kepada Bibi Kunti, dan saudara-saudaramu?"

Karna menjawab dengan rasa penuh kasih sayang.
"Justru itu ku menginginkan Bratayudha terjadi, Kaka Prabu. Itu caraku menunjukkan rasa acintaku kepada Saudaraku Pandawa Lima dan Ibuku kunti.

Kresna, " Dengan cara melukai? , apakah itu namanya rasa cinta, adikku Karna? Coba jelaskan?"

Karna." Iya Kaka Prabu, kalau Basukarna tidak berpihak pada Kurawa, mungkin perang ini tidak akan terjadi Kaka Prabu. Sebab Basukarna mengerti, mana yang angkara murka dan mana yang baik. Sudah jelas Kaka Prabu, bahwa Prabu Duryudana itu berada di pihak angkara murka, dan adikku Para Pandawa berada di pihak yang benar. Maka Perang Baratayudha itu perang suci Kaka Prabu. Dimana sifat ngkara murka akan di musnahkan oleh  kebaikan Kaka Prabu. Jadi sampai kapan Kehormatan dan Harga diri Adikku (Para Pandawa) di injak-injak oleh Duryudana, Kaka Prabu.

Kresna terharu mendengar jawaban Basukarna, lalu ia mendekat dan merangkul Basukarna sambil berkata,
"Duhh.. Adikku Karna, Aku tak menyangka kau mempunyai hati sesuci ini. Kau merelakan jiwa ragamu demi adikmu".

Dan Karna menyampaikan pesannya, "Itu sudah tugasku menjadi kaka, kaka Prabu. Saya minta terakhir kalinya kaka Prabu, sampaikan pesan ini kepada Ibuku Kunti, Bahwa Basukarna akan bergabung pada pihak lawan, Basukarna juga berjanji tidak akan  membunuh salah satu anaknya (Pandawa Lima)". Kemudian Basukarna memberi hormat kepada Kresna untuk melanjukan perjalanannya menuju Awangga. Kresna pun demikian ia juga segera kembali ke Wirata untuk menyampaikan pesan yang di bawanya, kepada Pandawa dan Kunti.

Setelah sampai di Wirata Sri Kresna langsung menyampaikan pesan yang ia bawa. Pandawa Lima menerima keputusan dari Prabu Duryudana. Dan mereka telah bersiap untuk mengahadapi Perang Baratayudha.

(Proses penggambaran Kresna Duta (sumber gambar : DewantoArt))
(Proses penggambaran Kresna Duta (sumber gambar : DewantoArt))
Kesimpulan :

Lakon Kresna Duta merupakan contoh bagaimana seorang duta dapat berusaha untuk menyelesaikan konflik dengan cara damai. Namun, ketika upaya damai gagal, perang menjadi tak terhindarkan. Lakon ini mengajarkan kita tentang pentingnya perdamaian dan bahaya dari keserakahan serta dendam.

Jayapura, 09 Januari 2025

DewantoArt

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun