Indonesia merupakan negara berkembang. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana yang dibutuhkan pemerintah berasal dari pendapatan negara. Namun, pendapatan negara tidak dapat mencukupi kebutuhan Negara Indonesia yang cukup luas ini.Â
Maka dari itu, pemerintah bisa berutang pada pihak-pihak tertentu. Saat pemerintah memutuskan untuk mengambil utang dari luar negeri harus memikirkan jangka waktu pembayaran dan pengalokasian dana dengan tepat. Jika tidak memperhatikan kedua hal tersebut akan terasa sia-sia meminjam dana dari luar negeri.
Salah satu utang yang dapat pemerintah ambil adalah utang luar negeri. Utang luar negeri adalah utang dari suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Utang luar negeri  ini  digunakan untuk mengukur kinerja berbagai sektor perekonomian dalam hal penyerapan utang luar negeri, risiko utang jangka pendek, perkiraan kebutuhan valuta asing (pasar valuta asing) untuk pembayaran utang, (Angada  2020).Â
Dalam pengadaan Pinjaman Luar Negeri (PLN) pemerintah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah. Pengelolaan pinjaman luar negeri meliputi perencanaan, perundingan, penganggaran, penarikan, dan pembayaran pinjaman (setelmen), penatausahaan, monitoring dan evaluasi, serta publikasi. utang luar negeri yang diterima dapat dalam bentuk pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan.Â
Selain itu, adapun lembaga pemberi pinjaman luar negeri, yaitu multilateral yang terdiri dari World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development Bank, dan International Fund for Agricultural Development. Sedangkan lembaga bilateral, yaitu JICA, KFW, Cexim Bank, dan AFD. Lalu pada lembaga komersial/KSA, yaitu ING, BNP PARIBAS, Credit Agricole, UniCredit, dan lainnya.Â
Dalam Pasal 7 PP No. 10/2011, diatur tentang utang luar negeri diperuntukkan bagi pembiayaan defisit APBN, membiayai kegiatan prioritas pemerintah melalui Kementerian dan Lembaga, mengelola portofolio hutang, dapat diteruskan pada pemerintah daerah, diteruskan pada BUMN dan dapat dihibahkan pada pemerintah daerah. Selanjutnya pemerintah daerah pun dapat meneruskan hutang luar negeri pemerintah pusat pada pengembangan BUMD di daerah tersebut.
Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lambat dikarenakan pandemi pada tahun 2020 menyebabkan banyaknya utang luar negeri Indonesia. Dengan utang ini seharusnya pemerintah dapat mengembangkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pemerintah Indonesia harus segera berbenah terutama pada sektor ekonomi setelah pandemi melanda negara ini.
Pada Agustus 2023 utang Indonesia menurun 0,8 persen secara tahunan menjadi 395,1 milliar dollar AS. Namun, utang tersebut dinilai tetap sehat karena jangka waktu utang yang panjang dan melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yamg seimbang.
Menurut Bank Indonesia (2024) menyatakan bahwa posisi utang luar negeri Indonesia pada Februari 2024 tercatat sebesar 407,6 miliar dollar AS. Angka tersebut menunjukkan peningkatan dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2 % (yoy). Peningkatan utang luar negeri bersumber pada sektor publik, sektor pemerintahan dan bank sentral. Perkembangan utang luar negeri juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dollar AS terhadap rupiah.Â
Melihat data diatas terlihat utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan dari Agustus 2023 hingga Februari 2024. Meskipun peningkatan yang dialami tidak signifikan tetapi pemerintah Indonesia harus tetap waspada dan harus menjaga pertumbuhan ekonomi di Indonesia supaya berimbang.Â
Utang luar negeri memiliki kaitan erat dengan pembiayaan pembangunan di Indonesia. Dengan pinjaman ini, pemerintah diharapkan bisa membangun infrastruktur dan wilayah demi menunjang pertumbuhan ekonomi. Selain itu, utang luar negeri akan berdampak pada peningkatan penerimaan negara, yang akan digunakan kembali untuk membangun kembali dan membayar cicilan.Â