Mohon tunggu...
Satria AlFauzi Ramadhan
Satria AlFauzi Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - pemuda yang suka menulis

Mahasiswa yang masih diberi kesempatan hidup dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Pacarku Secantik Pohon Beringin

8 Juli 2024   07:42 Diperbarui: 8 Juli 2024   07:47 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kakek selalu mengulang ceritanya setiap kali kami beristirahat. Di bawah pohon beringin yang teduh ini, Kakek memulai ceritanya setelah membakar sebatang rokok. Kambing-kambing dibiarkan bermain di hamparan luas.

Konon, kata Kakek, pohon beringin ini merupakan tubuh seorang perempuan yang dikutuk oleh seorang lelaki lantaran cintanya ditolak. Seorang lelaki yang ditolak cintanya oleh perempuan tersebut, melampiaskan amarahnya dengan mendatangi ahli sihir di desa sebelah.

Itulah sebabnya, kata Kakek lagi, pohon beringin ini memiliki sulur-sulur yang cantik. Setiap kali semilir angin berembus, sulur-sulur itu tergoyang lunglai. Akar-akar yang demikian kuat, menggambarkan seorang perempuan tabah. Dan rimbun dedaunan, merupakan gambaran dari teduhnya sifat seorang perempuan. Sifat keibuan.

Namun bagiku penafsiran Kakek tentang pohon beringin itu terlalu berlebihan. Guru sosiologiku pernah menerangkan ciri-ciri orang desa. Yaitu suka menafsirkan alam sekitarnya. Begitulah cara orang desa hidup berdampingan dengan alam. Dan ciri-ciri itu melekat pada Kakek.

Istirahat telah usai. Kakek membuang puntung rokoknya. Lantas kami bangkit menuju gerombolan kambing. Kami menggiring para kambing sampai kandang. Namun di tengah perjalanan kami bertemu Lik Bedot. Dia adalah kamitua di desa kami. Setiap ada pagelaran wayang atau bantengan di desa ini, dialah yang bertanggung jawab mengurusi pedupaan.

"Aih, Lik Parjo, kebetulan kita bertemu. Besok malam ada pagelaran wayang di rumah Kang Amin. Datang ya!" ucap Lik Bedot memulai pembicaraan.

"Tentu saja, Kang Bedot, aku akan datang bersama cucuku ini," ujar Kakek sembari sekilas menatapku.

Lantas Lik Bedot tersenyum sembari berpamitan pada kami. Lik Bedot cukup dekat dengan keluarga kami. Rumahnya hanya berjarak tiga rumah dari rumah kami. Dan anaknya yang seusiaku--Gito--adalah teman baikku. Namun, tidak untuk akhir-akhir ini. Ada suatu peristiwa yang membuatku agak benci dengannya.

***

Aku duduk di balai bambu depan rumah. Nenek telah menyediakan teh hangat untukku. Teh hangat selalu menjadi senjataku untuk melawan dinginnya malam. Dan Nenek selalu tahu itu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun