Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Almira, dan Berseminya Cinta di Desa M

30 Juni 2024   22:27 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:33 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aku dan Almira di desa M yang berada di dekat pantai. Sumber foto: picnicmakers.com

Kami berenam melanjutkan diskusi kami hingga larut malam. Walau terjadi perdebatan beberapa kali, akhirnya kami membuat kesepakatan. Keesokan harinya hingga beberapa pekan setelahnya, kami mulai menjalankan program kerja kami. Aku melihat Almira dan Nathan sering bersama, hanya saja saat ku tanya teman-teman ternyata mereka berdua bersaudara. Huh, aku pikir mereka berdua menjalin hubungan romansa. 

Kesempatan itu aku manfaatkan untuk mendekati Almira. Selama sebulan aku berada di sini, aku dan Almira sudah saling bercerita dan berbagi rahasia satu sama lain. Tak jarang Almira juga mengajakku untuk berjalan-jalan bersama. Seperti saat ini, kami berdua sedang bercengkrama di tepi pantai.

"Tyaa, ayo tadi katanya mau nyari jajanan."

Aku menghela napas berat lalu menatap Almira yang menunjukkan muka kesal, "Nongkrong dulu lah di sini sebentar."

Almira berdecak, kembali duduk di pinggir pantai. Ia merasa bosan, tujuannya di sini adalah untuk bersenang-senang dan melupakan proker yang membuatnya kelelahan, bukan untuk berdiam diri di pinggir pantai dan menatap malam. Di sampingnya, aku justru menumpukkan semua atensinya pada Almira yang hanya menatap lurus ke depan. Sambil menghela napas pelan mengharapkan ketenangan di setiap hembusan.

Hening. Hingga akhirnya aku bersuara, seakan membuat detik dan rotasi bumi berhenti berjalan.

"Ra, apa kabar?" Almira bergeming, kaget. Ia bahkan tak memiliki jawaban atas pertanyaan itu. Berat dan sulit untuk menjawab pertanyaan sesederhana 'apa kabar?' karena pada dasarnya Almira benci pertanyaan semacam itu. Ia menggigit bibir, mencoba meredam isak. Aku menyentuh tangan Almira dan mengeluarkan kalimat yang berhasil meruntuhkan pertahanan Almira.

"Gapapa, Ra. Lepasin aja. Gapapa kalau lo merasa lagi nggak baik-baik aja,"

Tangis Almira pecah, seakan menjadi pengiring dinginnya angin malam dan sinar rembulan di pantai malam ini. Pikirannya membawanya menuju memori yang berisi ketakutannya selama ini. Almira selalu berusaha menjadi yang terbaik, bahkan ia rela menghabiskan waktunya selama berjam-jam untuk belajar demi masuk Perguruan Tinggi Negeri. Namun, ia menjadi lupa dengan dirinya sendiri, Almira tidak tahu apa yang sebenarnya ia inginkan selama ini. Ia hanya menuruti keinginan kedua orang tuanya yang selalu menuntutnya agar memiliki nilai yang tinggi dan masuk kampus top di negeri ini.

Ketika sudah masuk kampus top, ekspektasi kedua orang tuanya bertambah lagi. Almira harus mendapatkan nilai yang bagus untuk mempertahankan beasiswanya di kampus Negeri. Kalau sekali saja ada penurunan nilai, maka beasiswanya akan dicabut.

"Kenapa kamu lebih tahu aku dibanding diriku sendiri sih, Ya..." suara Almira tercekat karena gadis itu masih mencoba menahan apa yang sebenarnya ingin ia ungkapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun