Sebagai film pendek horor kelas B (yakni dengan budget seadanya), Azzam Fi Rullah mampu memanfaatkan kesederhanaan yang dimiliki Trauma Kuntilanak dan mengolahnya secara kreatif. Azzam menggunakan konsep video-video horor hoax tahun 2010-an untuk membangkitkan kembali trauma kita yang dahulu mungkin takut dengan video-video tersebut.
Ceritanya sederhana, tentang empat orang mahasiswa yang terkena teror dari "penghuni rumah" sebenarnya karena mereka melanggar peraturan. Azzam juga menggunakan teknik bercerita secara kronologis, dengan penyuntingan ala-ala vlog horor. Hasilnya cukup efektif, membuat penonton penasaran dan takut dengan sosok setan yang menghantui.
Hanya saja, penceritaannya terasa terlalu cepat. Alasan di balik warga kompleks yang enggan keluar rumah dan enggan diwawancara, serta alasan mengapa setan tersebut muncul beberapa tahun sekali juga tidak dieksplorasi lebih dalam, sehingga masih meninggalkan banyak pertanyaan untuk para penonton.
Namun, mengingat Trauma Kuntilanak merupakan film pendek, mungkin saja Azzam berniat untuk 'menakuti' penontonnya dengan cara baru, dan tidak mengutamakan unsur penceritaan.
Direkam dengan Empat Kamera yang Berbeda
Salah satu keunikan yang ada dalam film pendek Trauma Kuntilanak adalah penggunaan empat kamera dengan kualitas yang berbeda dalam pembuatannya: kamera kampus yang dipinjam Aldiansyah Azzhura, kamera handycam milik Cemara Weda, kamera handycam milik Luqman Ski, dan kamera smartphone milik kurnia Alexander.
Dengan menggunakan gaya perekaman vlog, penggunaan empat kamera yang berbeda ini turut berkontribusi dalam membangun nuansa horor. Ada kamera yang kualitasnya bagus, ada pula yang buram dengan grafik 3gp. Transisi penggunaan satu kamera ke kamera yang lain juga dikemas dengan apik dan mampu memberikan sensasi horor yang berbeda tatkala menonton.
Setan yang Unik
Ketika menonton film Trauma Kuntilanak, saya yakin akan ada dua kubu yang berbeda di kalangan penonton: kubu yang merasa filmnya seram dan kubu yang merasa filmnya menghibur. Ya, Azzam menambahkan banyak aspek yang unik ke dalam karakterisasi setan 'kuntilanak' yang ia bawa, serta menambahkan elemen horor yang tidak biasa.
Salah satunya adalah tatkala Azzam menampilkan momen horor di siang hari; karakternya tiba-tiba menghilang; maupun ketika salah satu mahasiswa berubah menjadi pocong. Bagi penonton yang seringkali takut dengan film horor, Azzam sukses memancing ketakutan penonton. Hanya saja, bagi saya, horor yang dihadirkan Azzam justru 'menghibur' alih-alih menyeramkan.Â