Melihat dari judulnya, Aruna & Lidahnya memang memiliki fokus pada unsur kuliner dibandingkan dengan unsur investigasi mengenai wabah yang menjadi cerita utamanya. Sejak awal film ini dimulai, penonton dikenalkan dengan tokoh Aruna yang gemar kulineran, dan memiliki seorang sahabat, yakni Bono, yang juga merupakan chef yang gemar mengeksplorasi makanan.
Menonton "Aruna & Lidahnya" membuat saya sebagai penonton seperti diajak berkeliling menikmati kuliner khas Indonesia, terutama di beberapa daerah seperti Surabaya, Pamekasan, Pontianak, dan Singkawang. Pengambilan gambar yang fokus menyorot proses dari pembuatan makanan membuat saya tak berhenti meneguk ludah tatkala menontonnya.
Ya, film ini berhasil mengenalkan kuliner khas daerah Indonesia dengan sangat baik. Pengambilan gambarnya teramat piawai dalam menyorot proses dibalik pembuatan makanan khas daerah tersebut, dan berhasil menghadirkan kelezatan hanya dengan melihatnya saja. Makanan seperti rawon, rujak soto, lorjuk, soto lamongan, dan makanan Indonesia lainnya berhasil membuat saya penasaran untuk mencicipi aneka kuliner khas daerah tersebut.
Kritik Terhadap Lembaga KesehatanÂ
Aruna & Lidahnya memiliki premis yang simple, yakni mengenai Aruna yang ditugaskan untuk menyelidiki kasus wabah flu burung yang sedang naik-naiknya. Dibantu oleh Farish, mereka akhirnya menemukan fakta bahwasannya tak ada satupun korban yang meninggal maupun terkena penyakit yang disebabkan oleh wabah tersebut.
Aruna & Lidahnya berhasil mengkritik institusi atau lembaga kesehatan yang kerap menyalahgunakan anggaran demi kepentingan pribadi. Lembaga kesehatan tertentu seringkali sengaja membuat ramai suatu isu penyakit, dengan tujuan bukan untuk mengedukasi dan membuat masyarakat berhati-hati. Mereka hanya ingin menebarkan ketakutan, dan menjadikan masyarakat sebagai "korban" dari ketakutan tersebut.
Konflik Pertemanan dan Percintaan di Umur 30-an
Tak hanya bercerita soal pekerjaan dan makanan, Aruna & Lidahnya juga turut menghadirkan konflik problematika orang-orang berumur 30an. Aruna yang dilema dengan dirinya yang menyukai Farish, namun disisi lain kesal dengan sifat Farish yang rela diperalat demi 'seseorang'.Â
Begitu pula dengan Bono yang menyukai Nad, namun tak berani menyampaikannya. Nad berkebalikan, ia lebih suka menjalin hubungan dengan seseorang yang telah memiliki pasangan, dengan dalih agar hubungannya terasa lebih menantang.
Tak hanya itu, ada beberapa dialog 'serius' yang dihadirkan dalam film ini. Sebagaimana orang-orang di umur 30, seringkali pembahasan-pembahasan seperti ini muncul tatkala kita mengobrol dengan teman dekat. Salah satunya adalah ketika Nad yang meragukan korelasi antara agama dan sains, lalu Farish membantah dengan dalil Surah Az-Zariyat ayat 47 sebagai tanda bahwa agama dan sains saling berjalan beriringan.
Bumbu bumbu percintaan dan pertemanan dalam yang diangkat berhasil menambah rasa dalam film ini. Sebagaimana makanan, konflik-konflik inilah yang membuat taste ketika menontonnya terasa menyenangkan.Â